Sorong, TP – Tiga serikat pekerja (SP) yang ada di Provinsi Papua Barat Daya sepakat tak melaksanakan aksi apapun pada peringatan hari buruh internasional (May Day) pada 1 Mei tahun 2024 ini.
Kali ini, merupakan tahun kelima May Day tanpa aksi penyampaian aspirasi buruh secara umum di ruang terbuka.
Ditiadakannya aksi para buruh pada momen May Day tersebut karena bertepatan dengan peringatan integrasi Papua ke NKRI. Sehingga apabila kelompok buruh melakukan penyampaian aspirasi di muka umum, dikhawatirkan akan ada oknum yang memanfaatkan situasi tersebut.
Ketua Koordinator Wilayah (Korwil) Konfederasi Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (KSBSI) Papua Barat, Louis Dumatubun menyatakan, pihaknya juga telah melayangkan surat resmi kepada Korem 181/PVT, Polda Papua Barat, Polresta Sorong Kota, dan Polres Sorong sebagai pemberitahuan ketiadaan aksi demo damai oleh KSBSI PBD pada momen May Day yang diperingati sebagai hari ulang tahun buruh.
Di sisi lain, Louis juga berterima kasih kepada pemerintah karena hari buruh yang selama ini diperjuangkan, akhirnya diresmikan sebagai hari buruh nasional.
Louis mengatakan, kendati tak ada aksi yang dilakukan oleh KSBSI, namun pihaknya mengimbau kepada seluruh pengurus serikat buruh apabila ada hak buruh yang perlu untuk diperjuangkan, agar bisa disampaikan secara tertulis kepada pemangku kepentingan.
Sementara itu, Koordinator Wilayah (Korwil) Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBSI) Papua Barat Daya, Hans Woromi mengatakan hari buruh internasional merupakan momentum spesial.
Dimana seluruh elemen pekerja/buruh itu menggunakan May Day sebagai perjuangan dan menyampaikan aspirasi untuk perbaikan nasib.
Namun, ia juga menekankan agar seluruh anggota KSBSI tidak turun ke jalan untuk melakukan longmarch.
Diakui Hans, sebenarnya pihaknya berharap setiap peringatan May Day ada aspirasi-aspirasi yang harus disampaikan kepada pemangku kepentingan untuk perubahan nasib pekerja dan buruh di daerah.
Namun upaya tersebut akan dilakukan secara tertutup, duduk bersama pemerintah daerah.
“Dalam pertemuan tertutup tersebut akan hadir unsur pengusaha, unsur pemerintah dan kami dari sebagai buruh bekerja. Akan hadir juga pakar-pakar yang akan menyampaikan materi nanti. Kemudian ada sesi penyampaian aspirasi, dimana aspirasi itu akan dimuat dalam bentuk surat dan akan disampaikan kepada pemerintah daerah dan para stakeholder terkait,” kata Hans.
Adapun tiga hal yang ingin disampaikan melalui aspirasi tersebut. Pertama, serikat pekerja ingin membentuk Lembaga Kerja Sama (LKS) Tripartit provinsi.
Kedua, berkaitan dengan Pengadilan Hubungan Industrial (PHI).“PHI biasanya ada di setiap provinsi, jadi kalau Provinsi Papua Barat Daya sudah terbentuk seharusnya PHI juga sudah bisa hadir,” sambungnya.
Ketiga, sambung Hans, menyadari kondisi Upah Minimum Provinsi (UMP) yang digaungkan secara nasional dibuat mengacu kepada Badan Pusat Statistik (BPS) Nasional, sehingga hal tersebut menjadi penghalang bagi KSBSI untuk mengajukan besaran upah buruh sesuai dengan kondisi suatu daerah.
Pada kesempatan tersebut, Ketua DPD Federasi Serikat Pekerja Nasional Indonesia (FSPNI) Papua Barat Daya, Salim H. Nur menambahkan, di komen May Day kali ini pihaknya akan memperjuangkan hak buruh berkaitan dengan penetapan UMP di tahun 2025 yang bisa lebih tinggi.
Karena ternyata sampai hari ini, perlindungan terhadap hak-hak pekerja dan buruh terutama berkaitan dengan upah belum diberikan secara maksimal. Baik yang berkaitan dengan gaji yang tidak sesuai standar UMP maupun kelebihan jam kerja yang tidak dibayar sesuai ketentuan upah lembur.
“Kami berjuang keras untuk itu melalui survei Kebutuhan Hidup Layak (KHL). Artinya kita harus membuktikan bahwa kebutuhan seorang pekerja itu nyata, berapa jumlah transportnya, kebutuhan rumah tangganya dalam satu bulan, harus akumulasikan, sebab perhitungan menggunakan rumus dari Peraturan Pemerintah (PP) nomor 51, sudah tidak relevan lagi. Kalau dipaksakan, hasilnya sangat pas-pasan,” ungkap Salim.
Oleh sebab itu, guna mendongkrak UMP Papua Barat Daya, pihaknya berencana membangun komunikasi melibatkan Majelis Rakyat Papua (MRP), mengingat Papua Barat Daya merupakan daerah otonomi khusus (Otsus).
“Kita tahu bahwa ASN, TNI dan Polri mengalami kenaikan upah 10 persen sementara yang pekerjaan buruh hanya naik 2,5 persen. Atau kalau dihitung berdasarkan UMP saat ini, kenaikannya hanya sekitar Rp 111 ribu. Tentu sangat jauh perbedaannya. Jadi kami berupaya mensosialisasikan Struktur dan Skala Upah ke perusahaan-perusahaan, agar buruh bisa mendapatkan upah sesuai dengan posisi jabatannya. Tidak hanya sebatas gaji pokok saja,” bebernya.
Di sisi lain, pada momen peringatan hari buruh internasional ini, FSPNI juga mengajak seluruh buruh dan pekerja agar dapat meningkatkan etos kerja. Sehingga pengabdian para pekerja di perusahaannya masing-masing juga dapat membawa keuntungan, baik bagi perusahaan maupun pekerja itu sendiri.[CR24-R3]