Manokwari, TP – Hakim Pengadilan Negeri (PN) Manokwari melanjutkan sidang gugatan praperadilan yang diajukan para Pemohon, NI, YU, MT, SU, dan SS terhadap Termohon, Kapolresta Manokwari, Jumat, 12 Juli 2024.
Seperti diketahui, gugatan praperadilan perkara Nomor: 6/Pid.Pra/2024/PN Mnk ini dilayangkan para Pemohon diwakili kuasa hukumnya, Metuzalak Awom, SH dan Penina Noriwari, SH.
Kasat Reskrim Polresta Manokwari, AKP Raja Putra Napitupulu didampingi sejumlah penyidik, mengatakan, agenda sidang praperadilan yang baru saja digelar, mendengar keterangan para saksi yang diajukan para Pemohon.
Selanjutnya, sidang praperadilan yang diagendakan pada Senin, 15 Juli 2024, beragenda pemeriksaan saksi yang akan diajukan pihaknya selaku Termohon.
“Materinya tadi, intinya kalau dari Pemohon itu dia menyampaikan bahwasannya sah atau tidaknya mereka jadi tersangka. Sah atau tidaknya penangkapan atau penahanan. Itu saja,” jawab Kasat Reskrim yang dikonfirmasi Tabura Pos di PN Manokwari, Jumat, 12 Juli 2024.
Disinggung soal adanya dugaan penganiayaan yang disampaikan para Pemohon dalam permohonan praperadilannya, Napitupulu mengatakan, hal itu sudah dilaporkan mereka ke Propam dan juga sudah dilakukan pemeriksaan.
“Anggota sudah diperiksa. Itu tidak bisa dicampurkan antara yang ini sama yang itu. tidak bisa,” kata Kasat Reskrim.
Sebelumnya, dalam permohonan para Pemohon, memohon agar hakim praperadilan yang memeriksa perkara ini, pertama, menerima permohonan praperadilan para Pemohon untuk seluruhnya.
Kedua, menyatakan bahwa Termohon telah salah dan tidak prosedural dalam menetapkan para Pemohon sebagai tersangka. Ketiga, menyatakan surat penetapan tersangka sebagaimana disebut pada angka 1 alasan permohonan praperadilan para Pemohon sebagai tidak berdasar dan cacat hukum, maka harus dinyatakan batal demi hukum.
Keempat, menyatakan surat perintah penangkapan terhadap diri para Pemohon pada angka 6 analisa yuridis permohonan ini adalah tidak berdasar dan sarat kecacatan hukum, maka patut dinyatakan batal demi hukum.
Kelima, menyatakan surat perintah penahanan terhadap diri para Pemohon pada angka 7 analisa yuridis permohonan praperadilan ini sebagai tidak sah dan cacat hukum, maka haruslah dinyatakan batal demi hukum.
Keenam, menyatakan surat perintah perpanjangan penahanan terhadap diri para Pemohon pada angka 8 analisa yuridis permohonan praperadilan para Pemohon sebagai tidak berdasar dan tidak sah, maka haruslah dinyatakan batal demi hukum.
Ketujuh, menyatakan membebaskan para Pemohon dari segala tuntutan hukum. Kedelapan, memerintahkan Termohon untuk mengeluarkan para Pemohon dari rumah tahanan sesaat dan seketika putusan permohonan ini dibacakan.
Kesembilan, memulihkan nama baik para Pemohon dalam hukum dan status sosial, serta kesepuluh, membebankan biaya perkara ini kepada negara.
Dalam analisa yuridisnya, kuasa hukum para Pemohon menyebut bahwa keputusan Kapolri Nomor Pol. Skep/1205/IX/2000 tentang Revisi Himpunan Juklak dan Juknis Proses Penyidikan Tindak Pidana, khususnya dalam bagian buku petunjuk pelaksanaan tentang proses penyidikan tindak pidana ‘Juklak dan Juknis Penyidikan’ Bab III angka 8.3.e.6 Juklak dan Juknis Penyidikan telah menegaskan ‘pada waktu dilakukan pemeriksaan, dilarang menggunakan kekerasan atau penekanan dalam bentuk apapun, dalam pemeriksaan’.
Selain itu, dalam Pasal 11 Ayat 1 huruf b Peraturan Kapolri Nomor 8 Tahun 2009 tentang Implementasi Prinsip dan Standar HAM Dalam Penyelenggaraan Tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia ‘Perkapolri 8/2009 yang menegaskan bahwa ‘setiap petugas atau anggota Polri dilarang melakukan penyiksaan tahanan atau terhadap orang yang disangka terlibat dalam kejahatan’. [AND-R1]