Manokwari, TP – Pemerintah Provinsi Papua Barat dan Papua Barat Daya meluncurkan Program Pengelolaan Terpadu Bentang Alam Mahkota Pertama Tanah Papua (MPTP) di Aston Niu Hotel Manokwari, Kamis (18/7/2024).
Peluncuran dilakukan langsung oleh Penjabat Gubernur Papua Barat, Ali Baham Temongmere bersama Perwakilan Provinsi Papua Barat Daya, Julian K. Kambu serta mitra pembangunan di dua provinsi.
Bentang Alam MPTP merupakan kawasan yang terletak dari wilayah Papua Barat dan Papua Barat Daya. Dimana, areal ini memiliki keanekaragaman hayati tinggi, menjadi sumber air utama bagi kota-kota sekitarnya.
Bentang Alam MPTP juga menjadi penyimpan karbon yang tinggi, sehingga berperan besar dalam mengontrol perubahan iklim.
Penjabat Gubernur Papua Barat, Ali Baham Temongmere mengajak semua komponen mendukung komitmen pemerintah dalam pengelolaan Bentang Alam MPTP.
Sebab, kata dia, hutan dan alam Papua merupakan asset, identitas dan sumber kehidupan masyarakat adat, suku dan benteng pertahanan terakhir untuk keanekaragaman hayati, ketersediaan sumber daya alam sekaligus penyimpan carbon.
“Ini merupakan amanah dari para pendahulu pemerintahan kita yang melihat perlunya koordinasi yang baik antar pemerintah dan pengelola kawasan-kawasan hutan baik dari nasional, daerah sampai pada pengelolaan hutan oleh masyarakat. Ini harus didukung oleh semua pihak,” tegas Temongmere dalam sambutannya pada peluncuran program pengelolaan Bentang Alam MPTP, kemarin.
Pada kesempatan ini, Temongmere juga mengapresiasi mitra pembangunan khususnya, Konservasi Indonesia, Yayasan Econusa dan WRI serta para donor yang memberikan dukungan terhadap inisiatif tersebut.
Kepala Badan Riset dan Inovasi Daerah (BRIDA) Papua Barat, Prof. Charlie Heatubun menjelaskan, inisiatif pengelolaan terpadu bentang alam MPTP sebagai bentuk komitmen Pemprov Papua Barat dan Papua Barat Daya terhadap pelestarian keanekaragaman hayati dan pengelolaan SDA.
Sebagai provinsi pembangunan berkelanjutan, kata Heatubun, Pemprov Papua Barat telah komitmen mempertahankan 70 persen tutupan hutan, sebagai bagian dari implementasi komitmen tersebut.
Tujuannya, ungkap Heatubun, guna memastikan penyelamatan hutan, pengakuan hak masyarakat adat dalam pengelolaan SDA dan mendukung kebijakan pemerintah pusat dalam mitigasi permasalahan iklim dan kehilangan keanekaragaman hayati yang tertuang dalam Folu Net Sink 2030.
Di lain pihak, Perwakilan Pemprov Papua Barat, Julian Kelly Kambu mengatakan, pihaknya berkomitmen untuk menandatangani MoU bersama Papua Barat dalam mengalokasikan Bentang Alam MPTP, sesuai teritori wilayah PBD, sebagai kawasan hutan yang terpelihara fungsinya.
“Kami ingin memastikan kesejahteraan masyarakat yang sangat bergantung dari SDA melalui pengelolaan hutan yang baik, peningkatan kapasitas masyarakat dan penghidupan yang layak melalui sumber-sumber ekonomi yang berkelanjutan,” tegas Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kehutanan dan Pertanahan Provinsi Papua Barat Daya ini.
Perwakilan Mitra Pembangunan dari Konservasi Indonesia (KI), Roberth Mandosir menegaskan, mendukung kearifan pemerintah dan masyarakat Papua Barat dan Papua Barat Daya.
Menurut Mandosir, melalui proyek yang pendanaannya didukung oleh Hempel Foundation, KI mendukung sebagai fasilitator untuk membangun komunikasi secara reguler antar pemangku kewenangan pengelolaan hutan di bentang alam, baik nasional maupun daerah.
Tujuannya, lanjut dia adalah untuk membangun pemahaman bersama atas pentingnya ekosistem yang ada, apa ancaman serta dampak jika kawasan ini tidak terkelola secara efektif.
“Para stakeholder dapat menghasilkan rencana pengelolaan dan intervensi program yang bersinergi dan terarah pada pemberdayaan ekonomi masyarakat yang sejalan dengan pemanfaatan hutan secara berkelanjutan,” jelasnya.
Selain peluncuran program pengelolaan bentang alam MPTP, pada kesempatan ini juga dilakukan workshop terkait peran masing-masing mitra, tantangan dalam pengelolaan, kebutuhan dalam pengelolaan termasuk potensi pendanaan berkelanjutan guna mencapai tujuan pengelolaan bentang alam MPTP. [FSM-R3]
