Manokwari, TP – YLBH Sisar Matiti mendampingi mantan karyawati BRI Cabang Teluk Bintuni, Herlin Rombe atas tindakan pemecatan sepihak.
Direktur Eksekutif YLBH Sisar Matiti, Yohanes Akwan, SH menerangkan, Herlin Rombe bekerja di BRI Teluk Bintuni sejak 2017 dan dipecat tanpa diberi kesempatan melakukan pembelaan diri.
Diutarakan, seharusnya status dari Herlin Rombe adalah karyawan tetap, bukan karyawan kontrak seperti yang diklaim pihak BRI.
“Sejak 2022, status Herlin seharusnya sudah berubah menjadi pekerja tetap sesuai ketentuan UU No. 13 Tahun 2003 yang telah diubah dengan UU No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja,” jelas Akwan dalam press release yang diterima Tabura Pos, Jumat (2/8/2024).
Ia menjelaskan, pemecatan terjadi pada 1 Agustus 2024 ketika Herlin Rombe menerima surat pemutusan hubungan kerja (PHK) dari BRI Reginal Jayapura.
Lanjut Akwan, tidak hanya dipecat tanpa pesangon, Herlin Rombe juga mengalami tindakan intimidatif dari oknum pimpinan BRI yang memaksanya membuka ponsel dan memeriksa chat WhatsApp pribadi.
Dijelaskannya, sebagai langkah awal, YLBH Sisar Matiti sudah mengirimkan somasi ke BRI Cabang Teluk Bintuni, menuntut pembayaran pesangon dan penghargaan masa kerja terhadap Herlin Rombe dengan total Rp. 83.509.980.
“Kami memberikan waktu lima hari kerja untuk menyelesaikan kewajiban pesangon yang menjadi hak dari klien kami,” ungkap Akwan.
Selain itu, sambung Akwan, pihaknya mendampingi Herlin Rombe melaporkan tindakan intimidatif oknum pimpinan BRI Cabang Teluk Bintuni ke Polres Teluk Bintuni, karena itu merupakan pelanggaran privasi dan hak asasi manusia (HAM).
Menurut Akwan, kliennya berharap pihak BRI segera menyelesaikan masalah ini sesuai hukum yang berlaku dan memberi hak-hak kliennya sebagai pekerja.
Di samping itu, pihaknya juga melaporkan oknum pimpinan BRI ke Polres Teluk Bintuni. Dalam kejadian itu, korban mengaku berada dalam tekanan dari atasan untuk memberikan akses kode dan sidik jari ponselnya.
Setelah berhasil membuka ponsel, ungkap Akwan, oknum itu membaca dan melakukan tangkapan layar (screenshot) dari isi chat di ponsel korban, kemudian mengirim screenshot itu ke pimpinan yang lebih tinggi.
Ditegaskannya, tindakan oknum ini tidak hanya melanggar aturan hukum dan bertentangan dengan HAM. “Perbuatan mengambil ponsel tanpa hak dan melihat isi chat korban jelas melanggar privasi dan hak individu,” jelas Akwan.
Diterangkannya, siapa pun tidak berhak, termasuk polisi memeriksa ponsel milik orang lain tanpa izin. “Polisi saja tidak bisa sembarangan melihat isi ponsel tanpa ada surat penyitaan dari Ketua Pengadilan Negeri. Penyidik harus menunjukkan surat sebelum melakukan penyitaan,” tegas Akwan.
Tindakan membuka ponsel orang lain tanpa izin bisa dikenakan sanksi sesuai Pasal 30 UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) tentang ilegal akses dengan ancaman minimal 6 tahun penjara.
“Kasus ini menjadi pelajaran penting bahwa privasi setiap individu harus dihormati dan dilindungi. Mereka yang melanggar hukum harus diseret ke meja hijau,” pintanya.
Kepala Cabang BRI Teluk Bintuni, Suwono yang dikonfirmasi Tabura Pos terkait dugaan pemecatan dan intimidasi terhadap Herlin Rombe, sejak Jumat (2/8/2024) hingga Minggu (4/8/2024), belum memberi tanggapan.
Pesan singkat yang dikirim Tabura Pos tidak ditanggapi meski terlihat pesan tersebut centang dua. Sebanyak 2 kali panggilan pun tidak direspon oleh yang bersangkutan hingga berita ini diturunkan. [FSM-R1]


















