
“Dugaan Ujaran Kebencian di Facebook“
Manokwari, TP –Polemik dugaan ujaran kebencian yang menyinggung masyarakat suku Arfak di media sosial Facebook beberapa waktu lalu akhirnya menemui titik terang.
Dari hasil penyidikan yang dilakukan, Polres Manokwari berhasil mengungkap fakta baru awal mula postingan ujaran kebentian itu tersebar.
Hasil penyidikan ini diungkapkan langsung oleh Kapolres Manokwari, AKBP Parasian H. Gultom didampingi Wakapolres Manokwari, Kompol Agustina Sineri dan Kasat Reskrim Polres Manokwari, Iptu Arifal Utama dengan menggelar press release bersama wartawan di Polres Manokwari pada, Senin (14/03).
Kapolres menjelaskan bahwa berdasarkan perkembangan penanganan kasus ujaran kebencian tersebut, dari Polres Manokwari telah bekerja secara estafet dengan melakukan pemeriksaan saksi maupun pemeriksaan barang bukti di laboratorium forensik di Japapura, Papua.
Dalam kasus ini polisi memeriksa 7 orang saksi, baik itu dari pihak terlapor berinisial MLH selaku pemilik sebenarnya akun Facebook Echy Serme, maupun saksi dari pihak pelapor, serta keterangan dari 4 orang skasi ahli dari luar Manokwari.
Selain pemeriksaan saksi, polisi juga melakukan penyitaan barang bukti berupa 3 alat komunikasi atau handphone dari tiga orang saksi yakni MLH, AM dan EM yang telah diperiksa di laboratorium forensik Jayapura.
Dari hasil pemeriksaan 3 alat bukti tersebut di ketahui bahwa MLH selaku pemilik asli akun facebook Echy Serme terakhir kali login ke Facebook pada bulan Januari 2022 ini, sementara postingan history instagram yang beredar di Facebook itu terjadi pada 26 Februari 2022.
Dari hasil tersebut dapat dipastikan bahwa MLH selaku pemilik asli akun Facebook Echy Serme bukanlah pelaku yang memposting history ujaran kebencian tersebut. Dengan demikian pemeriksaan terhadap MLH sudah selesai.
“Pemeriksaan terhadap MLH sudah selesai, kalau mau tinggal di Manokwari tidak masalah kalau mau pulang ke Waropen juga tidak masalah, namun ketika dibutuhkan keterangan tambahan dari yang bersangkutan kita akan panggil kembali,” ucap Kapolres.
Kemudian dari hasil pemeriksaan alat bukti handphone lainnya dari saksi berinisial AM ditemukan satu akun Facebook atas nama Echy Serme.
Berdasarkan pemeriksaan laboratorium forensik Jayapura dengan menggunakan cara dan alat saintifik serta dapat dipertangungjawabkan hasilnya dapat diketahui bahwa akun tersebut adalah fake atau palsu.
Akun Facebook Echy Serme di handphone milik saksi AM adalah palsu namun dibuat menyerupai akun Facebook asli Echy Serme milik MLH. Akun itu dibuat pada tanggal 25 Februari 2022 dan melakukan perubahan biodata sama dengan milik MLH pada 26 Februari 2022 dini hari.
Kemudian pada tanggal yang sama dari handphone AM dengan menggunakan akun palsu Echy Serme dibuat postingan ujaran kebencian melalui history lalu dengan sengaja di screnshot dan ditunjukkan kepada saksi lainnya berinisial EM yang tidak lain adalah adik dari saksi AM.
Selanjutnya hasil screenshot postingan ujaran kebencian itu disebarkan oleh saksi EM melalui akun instagramnya dengan nama Enggelina 199 dan kemudian akhirnya menyebar keseluruh masyarakat.
“Jadi postingan ujaran kebencian ini diawali dari status instagram pemilik akun Enggelina 199 atau saksi EM kemudian tersebar ke masyarakat,” ujar Kapolres.
Kata Kapolres, dari pengakuan saksi AM dan MLH diketahui saling kenal satu sama lain. Dari keterangan sementara yang diperoleh masalah ini ditenggarai karena cemburu. Untuk itu dapat dipastikan bahwa masalah ini murni dari orang ke orang dan tidak ada kaitannya dengan masalah suku.
Menurut Kapolres, untuk AM dan EM saat ini sudah diamankan dan tengah menjalani pemeriksaan mendalam dengan status sebagai saksi. Namun tidak menutup kemungkinan setelah pemeriksaan akan ada peningkatan satus dan sebagainya yang nantinya melalui mekanisme gelar.
“Kalau untuk MLH selaku pemilik akun Facebook Echy Serme yang asli secara umum tidak terbukti bersalah dan selama ini dia tidak pernah ditahan. Selama pemeriksaan MLH juga cukup kooperatif,” terangnya.
Kapolres menambahkan, bahwa secara pidana kasus tersebut akan tetap berproses namun tidak tertutup jika ingin diselesaikan secara kekeluargaan.
“Kami dari awal memang ingin menyelesaikan secepatnya, segala upaya dilakukan secara estafet. Untuk MLH sudah cukup, namun apabila ada proses lainnya diluar penyidikan dibutuhkan maka keterangan tambahan tetap dibutuhkan,” tandasnya. [AND-R4]