Manokwari, TP – Pada November 2024, Badan Pusat Statistik (BPS) Papua Barat, mencatat di Provinsi Papua Barat terjadi inflasi sebesar 0,74 persen secara bulanan atau month to month (m to m). Sedangkan, secara tahunan atau year on year (y on y) inflasi sebesar 2,84 persen.
Kepala BPS Papua Barat, Ir Merry menerangkan, inflasi pada November secara bulanan di Provinsi Papua Barat dimoninasi oleh kelompok makanan, minuman, dan tembakau dengan andil 0,63 persen.
Disebutkannya, komoditas penyumbang utama inflasi month to month di Papua Barat antara lain ikan cakalang, ikan tuna dan tomat.
“Pada November 2024 Provinsi Papua Barat mengalami inflasi yang berbanding terbalik dibandingkan bulan sebelumnya dan bulan yang sama tahun sebelumnya yang terjadi deflasi,” jelas Merry saat rilis di Aula BPS Papua Barat, Senin (2/12/2024).
Lanjutnya Merry, untuk penyumbang utama inflasi November 2024 secara y on y (tahunan) di Provinsi Papua Barat adalah kelompok makanan, minuman, dan tembakau dengan andil 2,38 persen.
Komoditas yang menjadi penyumbang utama inflasi pada kelompok tersebut adalah beras, ikan kakap merah, dan ikan cakalang.
“Inflasi tahunan November 2024 lebih tinggi dibandingkan dengan bulan sebelumnya, namun lebih rendah dibandingkan bulan yang sama tahun sebelumnya,” pungkasnya.
Rilis inflasi ini turut dihadiri Pj Gubernur Papua Barat, Ali B. Temongmere. Menurutnya, inflasi yang terjadi di Papua Barat adalah hal yang tidak bisa dihindari. Namun, yang paling penting adalah jika pun harga mengalami kenaikan, tetapi barangnya tersedia dan daya beli masih bisa dijangkau oleh masyarakat.
“Menyangkut indeks harga, inflasi yang berhubungan dengan harga tinggi. Harga tinggi tidak apa kalau daya belinya masyarakat cukup baik, yang menjadi masalah itu ketika harganya naik, stoknya tidak ada dan daya beli masyarakatnya rendah,” ucap Temongmere.
Pj Gubernur menambahkan, data dan gambaran yang disampaikan akan menjadi bahan evaluasi, telusuri ke sampai di level kebijakan untuk selanjutnya diambil kebijakan yang dapat dirasakan masyarakat.
“Permasalahan pokoknya adalah daya beli dan stok barang. Kalau dua itu masih ada dan terjangkau saya pikir tidak apa-apa,” pungkasnya. [SDR-R4]