Manokwari, TP – Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) Papua Barat diminta segara meninjau kembali Anggota Panitia Seleksi (Pansel) DPR Papua Barat perwakilan unsur masyarakat adat dan perwakilan unsur perempuan.
Hal ini ditegaskan, Ketua Kelompok Kerja (Pokja) Adat, Majelis Rakyat Papua Barat (MRPB), Musa Mandacan. Ia mengatakan, sejak awal pengusulan calon anggota Pansel, Badan Kesbangpol tidak pernah melibatkan MRPB.
“Saya tidak tahu mekanisme penunjukan anggota pansel baik dari Unsur Adat maupun unsur perempuan seperti apa? Karena harus ada perwakilan MRPB di dalam Pansel DPR Papua Barat,” tegas Mandacan yang dihubungi Tabura Pos, Minggu (8/12/2024).
Menurut dia, lembaga MRPB merupakan representasi masyarakat adat Papua dan di dalam lembaga tersebut sudah ada unsur adat dan unsur perempuan.
Untuk itu, sebagai Ketua Pokja Adat MRPB, dirinya meminta dengan tegas, Badan Kesbangpol Papua Barat harus segara meninjau kembali anggota pansel perwakilan unsur masyarakat adat dan unsur perempuan.
Oleh sebab itu, lanjut Mandacan, dalam hal penunjukan anggota Pansel, baik unsur masyarakat adat maupun perempuan harusnya melalui lembaga MRPB.
“Contohnya, hari ini orang bilang Manokwari yang sering terjadi persoalan dan situasi tidak stabil. Namun, begitu kami masuk di MRPB, kami mampu mengamankan situasi di Manokwari,” tegas Mandacan.
Menurutnya, yang sah dan legal mewakili unsur masyarakat adat di Pansel DPR Papua Barat adalah perwakilan MRPB dan Perwakilan Dewan Adat Papua (DAP). Karena, kalau bicara masyarakat adat, maka harus ada perwakilan dari DAP.
“Sekali lagi, saya meminta perwakilan masyarakat adat di Pansel harus segara digantikan orang perwakilan MRPB atau DAP,” pinta Mandacan.
Disinggung terkait legitimasi perwakilan unsur masyarakat adat dan unsur perempuan, Mandacan menegaskan, tidak boleh mengatasnamakan diri sebagai perwakilan unsur masyarakat adat maupun perwakilan unsur perempuan di masuk dalam Pansel.
“Kami dari MRPB adalah lembaga resmi, maka tidak boleh ada yang mengatasnamakan perwakilan masyarakat adat. Di MRPB ada tiga pokja, baik Pokja Adat, Pokja Perempuan dan Pokja Agama,” ujar Mandacan.
Dengan demikian, lanjut dia, kalau ada oknum-oknum yang mengatasnamakan perwakilan unsur masyarakat adat di Pansel, maka legitimasinya dipertanyakan, tidak boleh seperti itu dan itu tidak sah.
“Tidak boleh ada yang mengatasnamakan perwakilan unsur masyarakat adat. Saya akan gugat, karena itu tidak sah. Kami akan melakukan upaya-upaya ke Kesbangpol Papua Barat untuk segara meninjau kembali perwakilan unsur masyarakat adat dan unsur perempuan,” klaim Mandacan.
Lebih lanjut, kata Mandacan, Pemerintah Provinsi (Pemprov) Papua Barat melalui Badan Kesbangpol Papua Barat jangan menganggap preme terhadap perwakilan masyarakat adat untuk calon anggota DPR Papua Barat mekanisme pengangkatan 2024-2029.
Pasalnya, perwakilan masyarakat adat di DPR Papua Barat sudah dibagi kuota dan jatah masing-masing, baik per-kabupaten maupun per-suku dan untuk dua kursi yang ada di Manokwari adalah milik masyarakat adat Arfak.
“Jangan suku lain bermimpi untuk mengejar dua kursi itu, karena kursi itu milik masyarakat adat Arfak dan saya sebagai Ketua Pokja Adat sendiri tidak dilibatkan dalam Pansel DPR Papua Barat,” tandas Mandacan. [FSM-R5]