Manokwari, TP – Perkumpulan asosiasi lokal kontraktor orang asli Papua provinsi Papua Barat meminta agar pemerintah Provinsi Papua Barat untuk menindaklanjuti hasil Musyawarah Besar (Mubes) 1 yang dilaksanakan beberapa wkatu lalu.
Ketua umum perkumpulan asosiasi lokal kontraktor orang asli Papua, Alex Wonggor mengatakan, perkumpulan asosiasi lokal kontraktor orang asli Papua telah melakukan rapat perdana dan doa syukur pasca dilaksanakannya Mubes 1 beberapa waktu lalu.
Dalam agenda rapat perdana, perkumpulan asosiasi lokal kontraktor orang asli Papua rencananya dalam waktu dekat akan melakukan koordinasi dengan pemerintah provinsi Papua Barat dan juga Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) provinsi Papua Barat.
Koordinasi ini terkait dengan mempertanyakan tindak lanjut dari pemerintah provinsi terkait dengan haisl Mubes 1, termausk juga mempertanyakan nilai yang akan diberikan kepada perkumpulan asosiasi lokal kontraktor orang asli Papua.
“Karena waktu Mubes 1 itu kita sempat minta jika penetapan sidang Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 2025 kita dilibatkan supaya kita bisa tahu langsung tetapi sampai sudha penetapan kami tidak dilibatkan, intinya kita tidak mau demo di Tahun 2025, kita mau terima hasil saja,” kata Alex kepada wartawan di Sekretariat perkumpulan asosiasi lokal kontraktor orang asli Papua di Sowi, Manokwari, Kamis (16/01).
Sekertaris umum perkumpulan Asosiasi lokal kontraktor orang asli Papua, Lewis Wanggai menuturkan, hasil Mubes 1 tembusannya telah diserahkan kepada Pj. Gubernur Papua Barat dan kepada seluruh OPD Provinsi Papua Barat.
Selain itu, Salinan juga telah diserahkan ke DPR Papua Barat yang isinya mereka meminta kepada pemerintah Provinsi Papua Barat untuk mengalokasikan anggaran sekitar Rp. 500 milliar dalam bentuik pengadaan paket langsung kepada kontraktor ornag asli Papua yang tergabung dalam perkumpulan Asosiasi lokal kontraktor orang asli Papua provinsi Papua Barat
“Itu untuk APBD sedangkan untuk APBN skeitar Rp. 200 milliar, ini yang sedang kami serahkan sebagai hasil Mubes 1 kami dan sudah diserahkan tembusannya,” tuturnya.
Penanggungjawab perkumpulan asosiasi lokal kontraktor orang asli Papua, Yance Kambu menerangkan, 76 asosiasi telah berkumpul menjadi satu dan itu merupakan suatu kesadaran besar yang luar biasa bagi kontraktor orang asli Papua yang juga ingin hidup sejahtera dan Makmur seperti warga lainnya.
Keputusan Mubes 1 telah mengantar perkumpulan asosiasi lokal kontraktor orang asli Papua bersama-sama sehingga pemerintah daerah harus melihat itu sebagai pergerakan positif yang tidak lagi sporadis menuntut hak-hak mereka sebagai kontraktor orang asli Papua.
Pemerintah harus menyadari bahwa kontraktor orang asli Papua bukan subjek pembangunan tetapi objek pembangunan di tanah ini. Pembangunan ini bisa berhasil ketika mereka terlibat melakukan apa yang menjadi hak mereka.
Maka dari itu pemerintah harus legowo dan membuka diri menerima kontraktor orang asli Papua di manapun pekerjaan yang mereka lakukan.
“Jadi angka itu menjadi mutlak bagi kami untuk membagi habis sehingga keadilan dan kesejahteraan bisa menyentuh bagi kami kontraktor orang asli Papua. Pemerintah wajib menyiapkan anak-anak negeri menjadi tuan di tanahnya sendiri,” terangnya.
Kordinator Kesekretariatan perkumpulan Asosiasi lokal kontraktor orang asli Papua, Yan Soindemi menegaskan kepada BP3OKP tentang amanat yang diberikan pemerintah pusat kepada pengusaha lokal melalui RIPPP yang disebutkan pada Pasal 2 poin F.
Menurutnya, BP3OK harus bisa melihat kegiatan positif yang telah dilakukan oleh pengusaha lokal dan bisa memberdayakan mereka secara jelas sesuai perintah itu.
Maka dari itu, pihaknya juga meminta dengan tegas agar proses yang terjadi saat ini bukan hanya berbicara APBD tetapi juga proses pembangunan dari Kementerian yang masuk ke tanah Papua harus melibatkan kontraktor orang asli Papua yang telah memiliki legalitas untuk turut serta dalam pembangunan.
“Satu hal lagi dalam Perpres Nomor 17 bersinergi dengan Perpres Nomor 24 melalui perintah Presiden RI telah launching E-katalog versi 6, untuk kami di Papua tidak bisa karena bertentangan dengan Perpres Nomor 17 karena disitu tidak ditentukan E-Katolog untuk kami, jadi kami minta E-Katolog versi 6 di tanah Papua tidak diadakan sebelum revisi Perpres Nomor 17,” tegasnya.
Sementara itu, Anggota MRPB Papua Barat dari Ketua Pokja Adat, Musa Mandacan berharap pemerintah Provinsi Papua Barat hadir untuk memperhatikan perkumpulan Asosiasi lokal kontraktor orang asli Papua karena mereka telah memiliki legalitas hukum yang resmi.
“Kami akan audiensi dengan Pj Gubernur Papua Barat untuk minta kejelasan apa yang akan diberikan agar ini jangan menjadi keributan, itu kan tidak baik, jadi kami akan minta pemerintah berikan perhatian,” harapnya. [AND-R6]