Yan Warinussy: Banyak orang mati sia-sia karena pengendara di bawah pengaruh miras atau narkotika
Manokwari, TP – Kecelakaan lalu lintas (laka lantas) maut yang menelan banyak korban luka-luka, termasuk korban meninggal dunia dan menimbulkan kerugian materil maupun imateril, harus mendapat perhatian serius Polda Papua Barat dan Polresta Manokwari.
Khusus di ibu kota Provinsi Papua Barat, Kabupaten Manokwari, masih banyak pengendara yang mengendarai atau mengemudikan kendaraannya di bawah pengaruh minuman beralkohol atau minuman keras (miras) atau secara ugal-ugalan tanpa proses hukum yang komprehensif.
Menurut Direktur Eksekutif LP3BH Manokwari, Yan C. Warinussy, SH, aparat kepolisian harus meningkatkan upaya pencegahan, seperti patroli dan sweeping atau razia. Apalagi, kata dia, selama ini sweeping itu hanya memeriksa kelengkapan kendaraan dan pengendaranya saja.
“Tes urine dan segala macam itu tak dilakukan, padahal itu sangat perlu. Tes urine bisa dilakukan pada waktu tertentu. Misalnya waktu pagi hari atau siang menjelang sore. Itu waktu yang tepat melakukan tes urine,” ucap Warinussy yang dimintai tanggapan Tabura Pos di Pengadilan Negeri (PN) Manokwari, Rabu, 22 Januari 2025.
Dirinya menjelaskan, dengan pemeriksaan urine, bisa diketahui apakah pengendara dalam pengaruh miras atau narkotika. Sebab, lanjut dia, akibat pengendara di bawah pengaruh miras atau narkotika, bisa menyebabkan laka lantas yang tentu saja berdampak luas.
“Banyak orang mati sia-sia karena pengendara di bawah pengaruh miras atau narkotika. Banyak korban jiwa akibat laka lantas, maka Kapolresta Manokwari dan Kapolda Papua Barat harus bisa dimintai pertanggungjawaban hukum maupun administrasi,” kata Warinussy.
Di sisi lain, ia juga berharap DPR Papua Barat dan DPRD Kabupaten Manokwari pun berhak mengundang Kapolda dan Kapolresta, tidak harus menunggu pengaduan dari masyarakat akibat dampak laka lantas yang banyak menelan korban jiwa.
“Seharusnya DPRD bisa melihat informasi banyak orang atau keluarga yang menderita akibat kehilangan orang yang disayangi. Kondisi ini bisa menjadi bahan untuk memanggil Kapolda atau Kapolresta,” ujar Warinussy.
Diungkapkannya, belum lama ini, terjadi kecelakaan di Jl. Gunung Salju, Amban, Manokwari, yang mana pengemudi mobil dikabarkan dalam keadaan mabuk.
Aparat kepolisian, kata dia, harus bertanggung jawab sebagai pihak yang menjamin keamanan masyarakat, dengan melakukan sweeping disertai tes urine maupun tes kesehatan terhadap pengendara, terutama mobil-mobil besar seperti double cabin (Hilux) dari luar kota atau truk kontainer.
Warinussy tidak menampik banyak kasus laka maut yang menelan korban jiwa, tetapi para pelaku tidak diproses hukum sampai ke pengadilan untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya.
“Iya betul, hanya kasus-kasus tidak ada SIM, STNK atau tidak pakai helm yang masuk sampai ke pengadilan. Dirlantas dan Kasat Lantas harus dimintai pertanggungjawaban, karena banyak kasus tabrakan maut itu, banyak diselesaikan secara kekeluargaan. Padahal, itu seharusnya tidak boleh,” tukasnya.
Ditegaskan Warinussy, upaya mediasi di antara pihak korban dan pelaku laka maut, memang diperbolehkan, tetapi tidak menghapus tindak pidana dari para pelaku kecelakaan, terutama laka maut yang menelan korban jiwa.
“Proses hukum harus tetap jalan. Dulu saya pernah tangani kasus kecelakaan yang menyebabkan orang meninggal. Pengemudi dan temannya dalam pengaruh miras, lalu terjadi laka lantas dan temannya meninggal dunia,” urainya.
Setelah pengemudi menjalani proses hukum akibat laka maut, ungkapnya, sebagai pengacara dari keluarga korban, mengajukan gugatan perdata untuk menuntut ganti rugi akibat korban yang meninggal dunia.
“Kalau kasus laka, terutama laka mau diselesaikan di polisi, itu tidak mendidik. Itu nanti orang anggap pokoknya siapkan uang, kalau besok saya tabrak orang lagi, tinggal bayar. Saya akan terus ulangi perbuatan saya, yang penting siapkan uangnya kitong bayar, selesai,” jelas Warinussy.
Dengan kondisi ini, kata Warinussy, maka proses penegakan hukum menjadi tidak efektif, selain muncul kesan diskriminasi terhadap proses penegakan hukum. Sebab, mereka yang tidak mempunyai SIM, STNK atau tidak memakai helm, diproses hukum sampai ke pengadilan, sementara yang menabrak orang sampai meninggal, hanya diselesaikan kekeluargaan.
“Itu memang bisa dibilang diskriminasi. Masa yang begitu saja diproses, sedangkan yang tabrak orang mati atas kealpaan atau ada unsur kesengajaan, tidak diproses hukum sampai ke pengadilan,” katanya.
Warinussy mencontohkan, misalnya saja ada pengendara yang mengemudikan kendaraan dalam keadaan mabuk atau pengaruh narkoba, seharusnya sudah mengetahui jika mengendarai kendaraan, sangat tidak diperbolehkan.
“Bisa juga dikategorikan pembunuhan berencana kalau dia sudah tahu dalam keadaan mabuk, mengendarai kendaraan, lalu menabrak orang sampai meninggal. Ini harus menjadi perhatian aparat kepolisian,” pintanya.
Dikatakan Direktur Eksekutif LP3BH Manokwari ini, pada awal tahun ini saja, Januari 2025, cukup banyak orang meninggal dunia akibat laka lantas.
“Ini harus menjadi dasar melakukan koordinasi di kalangan penegak hukum maupun DPRD, mengundang Kapolda dan Dirlantas atau Kapolresta dan Kasat Lantas untuk dimintai keterangan, kenapa bisa terjadi seperti ini dan langkah apa yang dilakukan,” saran Warinussy seraya mengatakan, kecelakaan maut tidak boleh dibiarkan atau didiamkan.
Dirinya berharap dengan penegakan hukum yang berkeadilan, terutama terhadap pelaku laka maut, maka masyarakat, khususnya para pengendara kendaraan bermotor yang lain bisa merasa aman, nyaman, dan tentram di kota berjuluk Kota Injil ini. [HEN-R1]