Manokwari, TP – Januari 2025, Provinsi Papua Barat dan Papua Barat Daya mengalami deflasi berdasarkan catatan Badan Pusat Statistik (BPS) Papua Barat.
Deflasi adalah, kondisi penurunan harga barang dan jasa secara umum alam jangka waktu tertentu.
Kepala BPS Papua Barat, Merry menyebutkan, deflasi di Papua Barat mencapai 2,29 persen secara bulanan (month to month/mtm), sedangkan di Papua Barat Daya deflasi sebesar 1,36 persen mtm.
“Pada Januari 2025, Papua Barat mengalami deflasi 2,29 persen secara bulanan, dengan Indeks Harga Konsumen turun dari 107,94 pada Desember 2024 menjadi 105,47 pada Januari 2025. Sementara di Papua Barat Daya, terjadi deflasi 1,36 persen,” sebut Merry saat rilis di kantornya, Senin (3/2/2025).
Dijabarkan Merry, penurunan harga pada kelompok perumahan, air, listrik, dan Bahan bakar rumah tangga menjadi penyumbang utama deflasi di Papua Barat dan PBD.
“Salah satu faktor utama penyebab deflasi di Papua Barat dan PBD yaitu penurunan tarif listrik. Tarif listrik menjadi komoditas dengan andil deflasi terbesar, yakni 2,34 persen,” bebernya.
Selain itu, lanjut Merry, deflasi di Papua Barat juga dipengaruhi turunnya harga pada sejumlah komoditas, seperti ikan cakalang (0,42 persen), ikan kakap merah (0,1 persen) dan tomat (0,06 persen).
“Sementara di Papua Barat Daya, deflasi juga dipicu oleh turunnya harga tarif listirik, angkutan udara dan ikan teri,” lanjutnya menjelaskan.
Kepala BPS Papua Barat ini menambahkan, meskipun terjadi deflasi secara bulanan, akan tetapi, terdapat beberapa komoditas memberikan andil terhadap inflasi, terutama pada sektor makanan dan energi.
Merry menerangkan, di Papua Barat, penyumbang inflasi antara lain, ikan tuna (0,12 persen), ikan momar (0,09 persen), cabai rawit dan bensin masing-masing 0,07 persen.
Sementara di Papua Barat Daya, inflasi tahunan (year on year/yoy) mencapai 0,36 persen, yang sebagian besar disebabkan oleh kenaikan harga ikan tuna, beras, dan tarif angkutan udara.
Sedangkan, secara tahunan, Papua Barat masih mencatat deflasi 0,44 persen yoy, sedangkan Papua Barat Daya mengalami inflasi 1,43 persen yoy.
“Kelompok perumahan, air, listrik, dan bahan bakar rumah tangga tetap menjadi faktor utama deflasi di Papua Barat,” ujarnya.
Sementara di Papua Barat Daya, lanjut Merry, inflasi tahunan didorong oleh kenaikan harga di kelompok makanan, minuman, dan tembakau.
“BPS akan terus memantau perkembangan harga di berbagai sektor untuk melihat dampak perubahan tarif listrik dan harga bahan pokok terhadap perekonomian masyarakat,” pungkasnya. [SDR-R4]