
Manokwari, TP – Mencegah terjadinya konflik social sejak dini, Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) Provinsi Papua Barat, menggelar rapat fasilitasi koordinasi tim terpadu penanganan konflik social Provinsi Papua Barat dengan tim terpadu tingkat Kabupaten Raja Ampat di ruang rapat Badan Kesbangpol Raja Ampat, Kamis (7/4).
Kondisi sosial yang dapat berpotensi menimbulkan konflik sosial bisa seperti kenaikan bahan bakar minyak (BBM) yang disusul dengan kenaikan bahan pokok lainnya. Serta isu pemekaran Daerah Otonom Baru (DOB) di Tanah Papua yang hingga saat ini masih menuai pro dan kontra. Kondisi tersebut, patut menjadi perhatian dan upaya antisipasi terjadinya konflik.
Selain itu, adanya agenda politik yang dalam waktu dekat akan dilaksanakan di Papua Barat seperti, pemilihan anggota MRP Papua Barat, rekrutmen anggota DPRK jalur pengangkatan dan disusul Pemilihan Kepala daerah hingga Pemilu legislative.
Kepala Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Papua Barat melalui Kepala Bidang Wasnas dan Penanganan Konflik Kesbangpol Papua Barat, Drs. Agus Womsiwor mengatakan pembentukan tim terpadu penanganan konflik dimaksudkan untuk melakukan pencegahan terjadinya konflik atas kondisi sosial yang tengah dan akan terjadi yang dapat berpotensi menimbulkan konflik sosial. Pembentukan tim terpadu penanganan social ini berdasarkan Permendagri 42 Tahun 2015 tentang pelaksanaan Koordinasi Tim Terpadu Penanganan Konflik Sosial.

Saat ini, Womsiwor mengatakan belum semua kabupaten/kota terbentuk tim terpadu penanganan konflik. Oleh sebab itu, Tim terpadu Kesbangpol Provinsi Papua Barat turun ke daerah untuk melakukan rapat fasilitasi koordinasi guna memastikan bahwa tim terpadu di daerah berjalan baik dan bagi daerah yang belum terbentuk, untuk segera dibentuk tim terpadu penanganan konflik.
Kepada tim terpadu penanganan konflik kabupaten/kota, provinsi meminta agar segera membuat rencana aksi elemen masyarakat, guna dijadikan sebagai acuan dalam penyusunan peta konflik di daerah. Hal ini perlu dilakukan mengingat Papua Barat akan segera menghelat perekrutan anggota MRP Papua Barat periode 2022-2027 dan rekrutmen anggota DPRK jalur pengangkatan.
“Pada rapat fasilitasi koordinasi penanganan konflik sosial di Raja Ampat, Tim Terpadu Kesbangpol Papua Barat sekaligus mensosialisasikan PP Nomor 504 tentang rekrutmen anggota MRP Papua Barat yang akan berakhir pada November 2022, dan PP Nomor 106 tentang rekrutmen anggota DPRK Jalur pengangkatan sebagai turunan UU otsus Nomor 2 tahun 2022,” jelas Womsiwor melalui telepon selulernya kepada Tabura Pos, Kamis (7/4) malam.
Womsiwor mengatakan, kegiatan ini dimaksudkan untuk dapat menginventarisir permasalahan yang terjadi di masyarakat, khususnya dalam waktu beberapa bulan ke depan. Di Kabupaten Raja Ampat sendiri, Tim Terpadu Penanganan Konflik Sosial sudah terbentuk dan diketuai oleh Bupati Raja Ampat.

Di Raja Ampat, tim terpadu provinsi Papua Barat dan tim terpadu kabupaten Raja Ampat menghasilkan rekomendasi sebagai berikut, pertama tercipta kesepahaman dan keterpaduan antara berbagai komponen lembaga vertical dan OPD terkait melalui tim terpadu penanganan konflik sosial untuk dapat mengantisipasi secara dini berbagai permasalahan dan gejolak sosial yang berpotensi konflik, baik saat sekarang di tengah pandemic covid-19 maupun di masa-masa yang akan datang menjelang Pemilihan MRPB tahun 2022 dan pemilu dan Pilkada tahun 2024.
Kedua, dapat mengkoordinasikan pencegahan konflik, penghentian konflik dan pemulihan pasca konflik skala provinsi dan kabupaten/kota melalui sinkronisasi, harmonisasi dan integrasi kebijakan dengan keterpaduan pada peraturan perundang-undangan penanganan konflik sosial. Ketiga, merespon secara cepat dan menyelesaikan secara damai semua permasalahan yang dapat berpotensi konflik.
Dicecar soal potensi konflik atas kondisi sosial di daerah dan menjelang rekrutmen anggota MRP-PB dan DPRK, Womsiwor belum dapat memastikannya. Sebab,belum dilakukan penyusunan peta konflik di setiap daerah. “Namun demikian, kita lakukan sosialisasi peraturan pemerintah ini untuk mengantisipasi terjadinya konflik,” tegas dia.
Rapat koordinasi fasilitasi penanganan konflik ini turut melibatkan seluruh elemen masyarakat, baik itu tokoh masyarakat, tokoh agama maupun tokoh perempuan, serta perwakilan dari TNI-Polri setempat. [K&K-R3]