
Manokwari, TP – Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Provinsi Papua Barat mensosialisasikan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 504 tentang rekrutmen anggota MRP Papua Barat yang akan berakhir pada November 2022 serta PP Nomor 106 tentang rekrutmen anggota DPRK Jalur pengangkatan sebagai turunan UU otsus Nomor 2 tahun 2022 di Kabupaten Raja Ampat, Kamis (7/4).
Kepala Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Papua Barat melalui Kepala Bidang Wasnas dan Penanganan Konflik Kesbangpol Papua Barat, Drs. Agus Womsiwor mengatakan, sosialiasi ini dilaksanakan sekaligus pada rapat fasilitasi koordinasi tim terpadu penanganan konflik di Kantor Kesbangpol Raja Ampat.
Dikatakan Womsiwor, sosialisasi ini dilakukan guna memberikan pemahaman bagi elemen masyarakat atas alur dan mekanisme perekrutan anggota MRP Papua Barat dan rekrutmen anggota DPRK jalur pengangkatan turunan UU Otsus.
Sosialisasi peraturan pemeritan tersebut, Womsiwor mengungkapkan, disambut baik oleh para tokoh masyarakat, tokoh adat, tokoh perempuan dan para undangan yang dilibatkan. Diungkapkannya, peserta yang hadir menanggapi dan banyak saran masukan yang disampaikan.

Salah satunya, sebut Womsiwor, para tokoh adat, tokoh masyarakat meminta agar dalam proses perekrutan anggota MRP Papua Barat murni aspirasi para tokoh, dan tidak ada intervensi dari berbagai pihak atas kepentingan tertentu. “Masyarakat minta supaya jangan ada intervensi dari berbagai pihak atas berbagai kepentingan untuk menetukan siapa yang akan menjadi wakil setiap suku yang ada,” ungkap Womsiwor ketika dihubungi Tabura Pos, semalam.
Womsiwor menjelaskan, dalam perekrutan nanti, ada perbedaan dari proses seleksi sebelumnya. Dimana, pada proses perekrutan kali ini, untuk keterwakilan yang diusulkan sudah final di tingkat kabupaten karena tingkat kabupaten memiliki panitia seleksi (pansel) sendiri. Artinya, tidak ada lagi proses seleksi di tingkat provinsi, kecuali untuk keterwakilan unsur agama.
Dengan akan dilaksanakannya proses rekrutmen anggota MRPB dan anggota DPRK jalur pengangkatan ini, perlu dilakukan upaya antisipasi untuk mencegah terjadinya konflik sosial di daerah. “Kondisi social budaya, kelangkaan minyak goring. Penggunaan HP dan berita hoaks bisa memicu dan berpotensi terjadinya konflik, untuk mengantisipasinya harus ada peta konflik,” pungkasnya. [K&K-R3]