
Manokwari, TP – Kepala Perwakilan Ombudsman RI Perwakilan Papua Barat, Musa Y. Sombuk mengatakan, persoalan keterbukaan informasi publik adalah persoalan lama.
Seharusnya, setiap instansi pemerintah di tingkat provinsi mempunyai Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID), dimana PPID mempunyai instrument website, mereka mengelola informasi, kemudian dinaikkan ke website.
“Kalau memang informasi yang bersifat terbuka bisa diakses kapan saja dan berada di website. Kalau alat kerja ini tidak berjalan, bagaimana mau membuat administrasi ke publik,” kata Sombuk dengan nada tanya saat ditemui Tabura Pos di ruang kerjanya, belum lama ini.
Menurutnya, sekarang bukan hanya website, tetapi ada juga Facebook, Instagram, dan media sosial lain. “Silakan memakai media sosial tersebut, yang penting informasi harus publik tahu dan harus disampaikan ke publik,” ujar Sombuk.
Persoalan berikut, ungkap Sombuk, yakni keberadaan Komisi Informasi Publik (KIP), karena mereka adalah lembaga yang bekerja untuk memastikan pelayanan keterbukaan informasi publik, tetapi sampai sekarang mereka tidak aktif.
Dikatakannya, banyak permintaan informasi dari masyarakat yang belum direspon, tetapi mereka mau menyengketakan.
“Mau proses sengketanya di mana kalau KIP atau lembaga ada, tetapi tidak aktif. Ini instansi pusat yang mendapat fasilitas pemda, bagaimana supaya lembaga itu bisa hidup, siapkan sarana dan prasarana, anggaran, dan lain sebagainya,” kata Sombuk.
Ia menjelaskan, jika website sebagai instrument PPID dan alat kelengkapannya tidak bekerja baik, tidak direspon dan disengketakan, lembaga sengketanya saja tidak disiapkan.
Selanjutnya, kata Sombuk, terkait transparansi, misalnya instansi yang mengelola uang banyak, seperti Badan Pemberdayaan Masyarakat Kampung (BPMK) yang mengelola Dana Desa.
“Nah, bagaimana publik mengetahui setiap tahun, setiap kampung menerima, nilai dananya berapa, dan sebagainya. Kalau kita mau cari informasi terkait itu, gelap. Jadi, saya selalu bilang, kalau tidak transparan, pemerintah bisa dikatakan pemerintahan yang buruk. Sebenarnya, good governance, komponennya banyak, tetapi dua yang paling penting, diantaranya transparan dan akuntabel. Nah, bagaimana mau akuntabel kalau mereka tidak transparan,” ujarnya.
Sombuk menjelaskan, dari peta ini saja sudah bisa dilihat, memang harus dikelola dengan secara baik ruang informasi publik.
“Kita tahu yang suka main gelap-gelap, berarti punya niat-niat yang buruk, apalagi instansi-instansi yang uangnya banyak,” kata Sombuk.
Ditegaskan Kepala Ombudsman, pemerintahnya yang tidak transparan, pasti akan menuju tindak pidana penyalahgunaan keuangan negara.
“Itu arahnya jelas. Jadi, kami memantau betul websitenya, karena itu adalah instrument kerjanya. Kita juga memantau pergerakan dari KIP dan benar-benar mereka tidak ada pergerakan, kantornya di mana juga tidak jelas. Banyak permintaan informasi publik yang tidak direspon PPID,” sesal Sombuk.
LIHAT JUGA : https://taburapos.co/2022/04/10/dprd-dan-tapd-gelar-pertemuan-bahas-pemeriksaan-uang-perjalanan-dinas-oleh-bpk/
Dirinya mengutarakan, dinas yang paling bertanggung jawab untuk kelembagaan ini adalah Diskominfo.
Sombuk menambahkan, bukan hanya Komisi Informasi Publik (KIP), juga Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Papua Barat yang sampai sekarang belum pernah dilakukan fit and proper test oleh DPR Papua Barat.
“Apakah mereka tidak paham tentang pentingnya lembaga-lembaga ini ka? Fungsi mereka adalah fungsi fasilitasi, jadi fasilitasilah. Kalau DPR belum tetapkan fit and proper test, diam-diam saja, pemda dalam hal ini gubernur dan jajarannya, seharusnya didorong,” pungkas Sombuk. [FSM-R1]