Manokwari, TP – Dinas Lingkungan Hidup dan Pertanahan (DLHP) Provinsi Papua Barat mengusulkan pembentukan satuan tugas (satgas) penyelesaian sengketa tanah yang menjadi aset Pemerintah Provinsi (Pemprov) Papua Barat sejak 2023.
Namun, pengusulan pembentukan satgas itu sampai sekarang belum terwujud, karena persoalan administrasi yang tak kunjung diselesaikan.
Kepala DLHP Provinsi Papua Barat, Raymond Yap mengatakan, pembentukan satgas ini mendahului MoU antara Pemprov Papua Barat dan Kejaksaan Tinggi Papua Barat.
“Waktu itu kita naikkan draft surat keputusan pembentukan satgas ke Biro Hukum Setda Papua Barat. Lalu, berjalan waktu, MoU antara Pemprov dan Kejaksaan Tinggi sudah jadi, lalu kami lakukan koordinasi dengan Biro Hukum, tetapi SK pembentukan satgasnya masih di atas,” jelas Yap kepada para wartawan di Auditorium PKK Arfai Perkantoran, Manokwari, Selasa (22/4/2025).
Dengan demikian, kata dia, keterlambatan administrasi ini mungkin dapat dibentuk tim saja sesuai SK DLHP agar bisa berjalan untuk menyelesaikan sejumlah sengketa lahan yang menjadi aset Pemprov Papua Barat.
Sebab, ia menerangkan, jika dilihat jumlah sengketa tanah yang menjadi aset Pemprov Papua Barat, sangat banyak. Artinya, sambung dia, dengan rencana pembentukan satgas ini bisa menyelesaikan konflik tanah ini.
“Pembentukan satgas ini terlambat, karena persoalan administrasi saja. Sudah dua kali kita naikkan draft pembentukan satgas, tapi sampai sekarang belum turun, misalnya diperbaiki dan sebagainya,” kata dia.
Menurut Yap, jika pembentukan satgas ini dengan SK gubernur, tentu prosesnya akan panjang, karena dengan menunggu, sengketa lahan di Papua Barat akan semakin banyak.
Ia menambahkan, jika satgas ini bisa dibentuk dengan SK Gubernur, maka secara koordinasi bisa berjalan dengan aparat penegak hukum, baik kepolisian maupun kejaksaan dan lembaga terkait lain, sehingga jika ada indikasi penyelewengan anggaran, tentu satgas ini bisa diberikan arahan lebih lanjut, hanya terkendala administrasi.
Dirinya menambahkan, pada tahun lalu, pihaknya sudah mengalokasikan anggaran khusus penyelesaian sengketa, hanya saja satgas belum terbentuk, akhirnya hanya melaksanakan tugas-tugas secara terbatas.
Ditanya tentang administrasi pembentukan satgas, Yap menjelaskan, dasar pembentukan satgas ini dari MoU antara Kejaksaan Tinggi dan Pemprov Papua Barat, tidak terbatas pada DLHP, tetapi jika ada dinas lain yang ingin melakukan kerja sama sesuai bidang tugasnya.
Sebenarnya, tambah dia, rujukan pembentukan satgas ini pada MoU yang ujungnya perjanjian kerja sama (PKS) menjadi dasar hukum, ketika pihaknya mengalokasi anggaran, tetapi tidak ada satgas, maka anggaran tidak bisa digunakan.
Sementara itu, draft yang masuk ke Biro Hukum dalam bentuk SK Satgas, dimana dalam SK satgas, sengketa lahan ini terdapat beberapa lembaga, diantaranya Kejaksaan Tinggi, kepolisian, Badan Pertanahan, Kanwil Kanta Manokwari, Kanwil Kanta Papua Barat, dan Biro Hukum.
Dirinya mencontohkan, ketika ada sengketa tanah dan sebelum masyarakat mengadu ke pengadilan, maka biayanya akan jauh lebih besar, tetapi melalui satgas ini, pihaknya akan memanggil masyarakat untuk menyarankan bisa diselesaikan secara bijaksana dan arif.
“Namun jika masyarakat tidak mau, ya itu bagian dari hak masyarakat untuk melanjutkan ke proses hukum lebih lanjut. Namun ketika sengketa ini dilakukan proses hukum secara lanjut, maka kejaksaan sudah tahu awal persoalan sengketa lahan ini,” tandas Yap. [FSM-R1]