
Manokwari, TP – Penyidik Polres Sorong Kota belum bisa menyeret dua terduga pelaku pembunuhan anggota Brimob, Brigpol Yohanes F. Siahaan yang terjadi di Kota Sorong, Papua Barat, semenjak kasus itu terjadi pada 2018 silam.
Ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA), Arist Merdeka Sirait membenarkan bahwa kedatangannya ke Manokwari untuk menindaklanjuti pertemuannya dengan pihak Polres Sorong Kota dan Kejari Sorong terkait kasus dugaan pembunuhan Brigpol Yohanes Siahaan.
“Banyak orang menduga kematiannya akibat bunuh diri, tetapi pihak keluarga almarhum tidak percaya begitu saja dan mencari tahu siapa pelaku dan apa penyebabnya,” sebut Sirait yang dikonfirmasi Tabura Pos di Bandara Rendani, Manokwari, Jumat (29/4/2022).
Diutarakan Ketua Komnas PA, di saat kejadian itu, sebenarnya ada seorang anak mereka berinisial H melihat kejadian pembunuhan ayahnya. “Terjadi di rumah itu. Memang ada kejanggalan-kejanggalan,” katanya.
Sirait menerangkan, apabila korban memang bunuh diri, tentu tetangga korban dan masyarakat mengetahuinya, tetapi ini tidak ada yang mengetahuinya, sehingga tidak banyak saksi yang diperiksa penyidik kepolisian.
“Jadi arahnya menyatakan bahwa polisi ini, Pak Yohanes ini adalah bunuh diri. Tetapi ada saksi anak yang melihat pada saat itu,” ungkap Sirait.
Dikatakannya, anak korban juga melihat dan ikut serta ketika ayahnya yang sudah tidak bernyawa lagi dibawa dari rumah ke rumah sakit. “Ada saksi mahkota atau saksi kunci yang saat itu usianya memang masih enam tahun, tetapi anak itu sangat bijak,” beber Ketua Komnas PA.
Ironisnya, lanjut Sirait, ketika korban meninggal diduga bunuh diri di rumah, pihak keluarga korban tidak diberitahukan.
“Semua keluarga, diarahkan istri almarhum ke rumah sakit. Itulah yang membuat mereka kacau, tidak percaya bunuh diri. Setelah itu, ada hasil autopsi, ahli itu menyatakan bahwa itu bukan bunuh diri, tetapi dibunuh,” tandas Sirait.
Menurutnya, atas kecurigaan dan ketidakpuasan itulah, penyidik kepolisian sudah menetapkan 2 tersangka pada 20 Agustus 2021 lalu. Kedua tersangka, yaitu: ARP selaku istri almarhum dan AAP.
“Dinyatakan oleh polisi dua tersangka, yaitu ibu dan paman atau istilahnya omnya. Mereka sudah dinyatakan tersangka sejak 2021. Kemarin kami mengonfirmasi itu ke Polres Sorong Kota dan Kejari Sorong, apa follow up dari penetapan tersangka itu,” ujar Sirait.
Ternyata, kata Ketua Komnas PA, status hukum dari kasus itu sejak Agustus 2021 sudah pada posisi P.19. Itu artinya, sambung Sirait, pihak kejaksaan masih meminta tambahan informasi sesuai catatan jaksa.
“Nah, kami datang konfirmasi itu dan ternyata betul juga bahwa itu sudah P.19, tetapi ada saran untuk melakukan kroscek terhadap anak ini. Mungkin tidak sama pandangannya bahwa anak enam tahun pada saat itu sudah bisa dimintai keterangan sebagai saksi atau tidak,” jelas Sirait.
Oleh sebab itu, kata dia, Komnas PA berkonsultasi, dimana sebelumnya pihak keluarga korban tidak mengetahui bahwa kasusnya sudah P.19 hampir setahun ini.
“Jadi, sejak 20 Agustus 2021 sampai sekarang kan berarti sudah hampir satu tahun. Walaupun demikian, kami berikan apresiasi kepada Kajari dan Polres Sorong Kota, sudah ditentukan tersangkanya,” kata Ketua Komnas PA.
Setelah ada penetapan tersangka oleh penyidik Polres Sorong Kota, lanjut Sirait, penyidik akan berupaya memenuhi permintaan jaksa, apakah itu bukti tertulis dan sebagainya, dengan meminta keterangan dari anak korban.
“Cuma persoalannya adalah anaknya itu tidak mau hadir di sini. Mendengar kata Sorong saja sudah stres, apalagi bertemu dengan ibunya. Ibunya itu juga sudah menjadi tersangka,” ungkap Sirait.
Saat ini, tegas Ketua Komnas PA, bagaimana keterangan saksi menjadi alat bukti, dimana Komnas PA akan mencoba membantu jika penyidik kesulitan untuk menghadirkan saksi anak tersebut.
“Kita akan cari solusi, para psikolog bisa membantu itu sebagai bukti tertulis. Kalau dibutuhkan penyidik dari sini, kita akan datangkan ke Jakarta, coba di Jakarta lah dilakukan BAP dan sebagainya,” harapnya.
Terkait kasus ini, dirinya selaku Ketua Komnas PA mengapresiasi Kapolda Papua Barat, Irjen Pol. Tornagogo Sihombing yang sangat mendukung pengungkapan kasus pembunuhan almarhum Brigpol Yohanes Siahaan.
“Orang meninggal harus dicari tahu, apa dan siapa pelakunya. Ada suatu respon yang baik dari Kapolda dan kami apresiasi, karena beliau sangat konsen terhadap pengungkapan kasus ini,” ujar Sirait.
Dirinya juga berharap, mudah-mudahan ada kerja sama yang baik di antara penyidik, dimana Polda juga mempunyai kewenangan untuk mengungkap tabir gelap kematian anggotanya. “Apalagi almarhum ini anggota yang sangat luar bisa dan punya prestasi di Papua, seperti di Wamena dalam beberapa kali operasi. Pak Kapolda memberikan atensi. Jadi, sekali lagi saya ucapkan terima kasih,” tandas Ketua Komnas PA.
Selanjutnya, kata Sirait, dirinya dan keluarga korban tinggal menunggu janji Kasat Reskrim Polres Sorong Kota.
Dicecar apakah sulit untuk memperoleh bukti-bukti yang diperlukan penyidik, ia menegaskan, sebenarnya tidak sulit memenuhi permintaan dari jaksa.
“Mereka memberikan catatan kepada polisi, P.19 itu untuk bersesuaian saksi, anak itu sebagai saksi pada malam itu dan sebagainya. Nah, tetapi ada kendala pemeriksaan dan sebagainya, apalagi anak itu sudah trauma. Kita juga akan melakukan tes psikologi lagi, sehingga betul-betul itu bisa menjadi bukti petunjuk. Itu saran dari jaksa. Jadi nanti dari hasil tes psikologi bisa menjadi bukti untuk menguatkan supaya status hukumnya menjadi P.21, kemudian dilimpahkan ke pengadilan,” tutup Sirait.
Informasi yang dihimpun Tabura Pos, kematian anggota Brimob Den B Pelopor Sorong mencuat pada 23 November 2018 atau setelah tim forensik dan pihak kepolisian membongkar makam Brigpol Yohanes Siahaan di TPU Km. 10, Kota Sorong.
Pembongkaran makam dilakukan atas permintaan pihak keluarga almarhum Brigpol Yohanes Siahaan yang menilai korban bukan tewas gantung diri di rumahnya, Jalan Sorong-Makbon, Kota Sorong, 29 Agustus 2018 silam. [FSM/HEN-R1]