Manokwari, TP – Dinas Pendidikan di Provinsi Papua Barat dan Papua Barat Daya (PBD) dan di tingkat kabupaten dan kota segera melakukan sosialisasi tentang Sistem Penerimaan Murid Baru (SPMB) berbasis domisili dengan masif.
Kepala Perwakilan Ombudsman Perwakilan Papua Barat, Amus Atkana mengatakan, ada perubahan dalam proses penerimaan murid baru, sebelumnya memakai metode Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) berbasis zonasi dan sekarang pada 2025 diubah menjadi SPMB berbasis domisili.
“Ini penting, sehingga pihak sekolah dari jenjang dasar hingga atas memahami implementasi dari SPMB berbasis domisili, sehingga saat implementasi tidak lagi menimbulkan persoalan,” kata Atkana kepada Tabura Pos di ruang kerjanya, Selasa (10/6/2025).
Berdasarkan pengalaman, terkadang penerapan tidak sesuai aturan, apalagi sekarang motede penerimaan murid baru telah diubah dari PPDB berbasis zonasi menjadi SPMB berbasis domisili.
Ia menerangkan, SPMB berbasis domisili, ruang lingkup lebih kecil dibandingkan PPBD berbasis zonasi. Dicontohkan, jika zonasi bisa mencakup 3-4 kelurahan, tetapi berbasis domisili berarti berbasis KTP dan KK dari orangtua murid, sehingga bisa menekan sekolah tertentu yang menjadi incaran orangtua murid.
Atkana menambahkan, dengan sistem ini, maka pemerintah harus bertanggung jawab meratakan pembangunan sarana dan prasarana, SDM, dan tenaga pengajar pada semua jenjang pendidikan.
Untuk itu, Ombudsman menyarankan pemda melalui Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil agar tidak menerima penitipan atau perubahan KTP atau KK ketika menjelang penerimaan murid baru.
“Ini catatan penting yang kami sampaikan saat menjadi pemateri sosialisasi SPMB di Sorong yang digelar BPMP Papua Barat,” ungkap Atkana.
Ia menegaskan, biarlah semua pihak mendukung program pemerintah dengan menempatkan orang dan sekolah berbasis identitas atau domisili, sehingga spirit pendidikan dalam Pasal 31 UUD 1945 bahwa Negara bertanggung jawab memberikan pendidikan kepada masyarakat melalui sarana, prasarana, guru, tenaga pengajar, dan lainnya melalui kebijakan-kebijakan yang ada.
Menurutnya, penerapan SPMB berbasis domisili dalam rangka menghindari adanya sekolah favorit atau sekolah unggulan agar ada pemerataan pendidikan.
Ditanya antisipasi ketika penerapan SPMB, jelas Atkana, pihaknya akan melakukan monitoring dan koordinasi dengan Dinas Kependudukan dan Dinas Pendidikan supaya penerapan sesuai regulasi.
Ditanya kuota yang dipakai dalam SPMB berbasis domisili, kata dia, kuota penerimaan murid baru berbasis domisili perlu diatur dalam peraturan bupati atau wali kota sebagai turunan dari Peraturan Menteri Pendidikan dan Menengah Nomor 3 Tahun 2025 tentang Sistem Penerimaan Murid Baru.
Dirinya menambahkan, dalam SPMB berbasis domisili sudah termuat jumlah kuota dan jalur penerimaan, dimana jalur domisili untuk SD sebesar 70 persen, SMP sebesar 40 persen, dan SMA sebesar 30 persen.
Selanjutnya, jalur afirmasi dengan kuota 30 persen untuk SMA, jalur prestasi dari murid berprestasi akademik maupun non akademik dan terakhir jalur mutasi yang diperuntukkan bagi calon murid yang berpindah domisili karena tugas orangtua.
“Sekarang sudah menjelang penerimaan murid baru, maka Dinas Pendidikan, baik provinsi dan kabupaten maupun kota bisa melakukan sosialisasi secara masif dengan mengundang para pihak,” pungkas Atkana. [FSM-R1]