
Manokwari, TP – Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) pada ternak sapi kini mulai merebak di sejumlah daerah di Indonesia. Kasus PMK paling banyak ditemukan di Aceh dan Jawa Timur.
Untuk mengantisipasi masuknya PMK ke daerah lain, Menteri Pertanian, Syahrul Yasin Limpo sudah menganjurkan daerah yang terjangkit PMK agar tidak mengirimkan sapi keluar dan menerapkan karantina wilayah.
Menanggapi penyebaran virus PMK ini, Kepala Bidang (Kabid) Peternakan dan Kesehatan Hewan, Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan (PKP) Kabupaten Manokwari, Nixon Karubaba mengatakan, untuk PMK, belum ditemukan di Manokwari.
“Sejauh ini belum ada laporan. Kita juga tahu kan kalau di Manokwari sapi dipelihara di daerah kelapa sawit,” ungkap Karubaba yang dikonfirmasi Tabura Pos di kantornya, Kamis (12/5).
Dijelaskan Karubaba, Manokwari aman dari virus PMK, karena ada kebijakan tidak mendatangkan sapi dari luar daerah, termasuk kebijakan tidak menjual sapi keluar daerah. “Bisa kita datangkan dari luar, tetapi dengan syarat melalui pemeriksaan yang cukup ketat,” katanya.
Namun, Karubaba mengatakan, dengan merebaknya PMK ini, maka pihaknya akan mengetatkan pengawasan lalu lintas hewan ternak, baik sapi, kerbau, kambing atau babi, karena selalu kecolongan pada jalur darat.
Dia menambahkan, Presiden, Joko Widodo juga sudah menyampaikan setiap daerah melakukan karantina wilayah untuk menjaga lalu lintas hewan ternak dari kabupaten ke kabupaten atau ke provinsi lain.
“Tapi, kita bersyukur karena kita di Manokwari, Papua Barat adalah daerah kepulauan, sehingga memudahkan kita melakukan pengawasan lalu lintas hewan,” klaim Karubaba.
Ditambahkannya, selain mengetatkan pengawasan, langkah yang cepat adalah pencegahan masuknya PMK ke Manokwari.
“Mungkin kita harus ambil langkah cepat, baik provinsi maupun kabupaten dan kota di Papua Barat, duduk bersama mengantisipasi PMK ini, bagaimana cara pencegahannya,” jelas Karubaba.
Karubaba menjelaskan, virus ini kalau sudah terkena hewan ternak, tidak ada obatnya, terkecuali vaksin, sehingga langkah yang tepat adalah pencegahan supaya jangan ada ternak hewan dari luar atau bahan asal hewan, seperti daging olahan masuk ke Manokwari.
Dia mengutarakan, dalam waktu dekat, pihaknya akan membahas persoalan ini bersama pihak Karantina Hewan dan OPD teknis di Pemprov Papua Barat. Sebab, tegas dia, virus ini tidak main-main, dan sangat berdampak merugikan perekonomian.
“Kalau sudah terjangkit, sapi pasti mati dan merugikan peternak. Pencegahan sangat diperlukan untuk menjaga kebutuhan daging dalam daerah daripada mengobati, karena kalau sudah terjangkit virus, maka biaya uji sampelnya lumayan mahal,” papar Karubaba.
Dicontohkan Karubaba, ketika virus yang menyerang ternak babi di Manokwari merebak, beberapa waktu lalu, pihaknya harus mengirim sampel ke laboratorium di Maros, Makassar dengan biaya pengiriman satu sampel sebesar Rp. 500.000.
“Dulu waktu virus babi, satu sampel biayanya Rp. 500.000 dan minimal 30 persen sampel dari jumlah populasi yang diambil. Sedangkan kita di Bidang, tidak tersedia anggarannya. Saya pikir, langkah yang tepat adalah pencegahan dan kita harus respon ini dengan cepat sebelum hari raya Idul Adha,” tandas Karubaba.
Sementara dokter hewan, drh. Esti V. Damayanti menambahkan, PMK sudah merebak di Aceh dan Jawa Timur, bahkan di Jawa Timur, terdapat 1.200 ekor sapi yang terjangkit virus PMK.
Menurutnya, secara medis, PMK adalah penyakit mulut dan kuku pada sapi yang disebabkan virus Foot Mouth Disease (FMDV).

Damayanti menjelaskan, virus PMK menyerang sapi di bagian mulut, lidah, hidung, kaki (teracak) dengan luka seperti melepuh. Gejalanya diantaranya panas tinggi, pembengkakan di bagian leher, air liur yang berlebihan dan beberapa gejala lain.
Dikatakannya, daya tahan virus PMK sangat kuat dan bisa bertahan selama 50 hari di air, 74 hari di rumput, dan 200 hari di tanah.
“Hewan berkaki belah, sapi, domba, kambing, kerbau dan babi. Tanda-tandanya mulut, hidung, dan lidah sapi terlihat seperti melepuh. Mungkin ini yang perlu diwaspadai peternak sapi kalau melihat ada gejala-gejala seperti itu,” imbau Damayanti.
Pada umumnya, sambung dia, daging sapi yang terjangkit virus PMK, masih aman dikonsumsi, tetapi dari sisi ekonomi bisa menimbulkan dampak cukup besar, khususnya para peternak sapi.
“Masyarakat bisa kesulitan mencari daging dan masyarakat yang punya satu atau dua sapi yang merupakan harta, kalau terjangkit PMK, mati adalah kerugian,” jelas Damayanti.
Untuk pencegahannya, kata Damayanti, paling hanya melakukan pemberian vaksin, tetapi vaksinya di Indonesia belum terlalu banyak, sehingga harus didatangkan dari luar negeri.
Pada kesempatan itu, ia mengimbau para peternak sapi atau masyarakat yang memelihara sapi supaya mengenali tanda-tanda virus PMK dan segera melapor ke dinas terkait apabila menemukan tanda-tanda tersebut. [SDR-R1]