Manokwari, TP – Seratusan guru di Kabupaten Manokwari mengadu ke DPR Kabupaten (DPRK) Manokwari perihal pembelian tanah secara cicil dan sudah lunas, tetapi tidak bisa dilakukan pembangunan.
Kedatangan sekitar 154 guru ke Kantor DPRK Manokwari, Kamis, 4 September 2025, diterima Wakil Ketua DPRK Manokwari, Suriyati, Johani B. Makatita, dan Daniel Mandacan didampingi sejumlah wakil rakyat lainnya.
Koordinator para guru, Soleman Maryem menceritakan duduk persoalan yang dihadapinya bersama rekan-rekan guru. Diungkapkan Soleman, sebanyak 154 guru tidak bisa membangun di atas tanahnya sendiri, di Arfai, Manokwari, yang dibeli secara cicil dan sudah lunas.
“Sekarang guru-guru ada 154 orang, tidak inginkan tanah lagi. Mereka mau uang cicilan yang dipotong dari gaji dikembalikan,” kata Soleman.
Ia membeberkan, pada 1993, pihak dari Dinas Pendidikan Kabupaten Manokwari menjalin kerja sama dengan Bank Pembangunan Daerah (BPD), menawarkan ke para guru yang ingin mempunyai tanah, bisa membeli dengan cara dicicil dengan pemotongan gaji.
Dijelaskan Soleman, tanah yang dijual BPD adalah tanah yang dijual BPD adalah tanah dari nasabah yang tidak mampu melunasi utang ke bank, sehingga tanah diambil bank.
“Waktu itu satu kapling Rp. 5 juta. Kita guru-guru potong gaji Rp. 1.750.000 setiap bulan selama 5 tahun dari 1993 sampai 1997,” rincinya.
Setelah lunas, kata dia, pihak bank bekerja sama dengan Kantor Pertanahan mengeluarkan sertifikat tanah, tetapi ketika ingin membangun rumah, pemilik ulayat melarang.
“Dua puluh delapan tahun kita menunggu agar punya rumah. Ada guru-guru yang sudah pensiun dan ada yang sudah meninggal. Harapannya, saat pensiun bisa punya rumah,” kenang Soleman.
Ia menambahkan, masalah muncul ketika ada salah satu pengusaha besar dari PT. PB ingin mengambil tanah dari 154 guru melalui oknum anggota DPRK Manokwari, dengan cara menyerahkan uang sebesar Rp. 200 juta.
Oknum anggota DPRK Manokwari kemudian membujuk para guru untuk menyerahkan sertifikat tanah kepadanya, dibeli dengan harga Rp. 5 juta.
“Ada sekitar tujuh guru yang sudah jadi korban. Namun PT itu kasih kembali lagi ke tujuh guru dan tidak jadi beli,” sesalnya.
Tidak sampai di situ, lanjut Soleman, informasi yang beredar bahwa lokasi tanah milik 154 guru tersebut akan dihibahkan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Papua Barat ke Kodam XVIII Kasuari.
Soleman menambahkan, pihaknya sudah membawa persoalan ini ke Dewan Adat Papua (DAP), Polda Papua Barat, dan Kodam Kasuari, tetapi belum ada solusi yang berpihak terhadap mereka sebagai pemegang sertifikat tanah sampai hari ini.
Menurutnya, para guru ini merasa diputar ke sana ke mari atas haknya sampai hari ini, maka dirinya dan ratusan guru lain tidak ingin lagi memiliki tanah tersebut.
Untuk itulah, ratusan guru ini menginginkan uang hasil pemotongan gaji untuk membayar tanah tersebut, dikembalikan dan mereka siap mengembalikan sertifikat tersebut.
“Intinya kami ingin ganti rugi pengembalian uang potong gaji, tidak lagi tanah. Kami berharap bapak dan ibu dewan bisa bantu, karena kami tidak tahu ke mana lagi,” ujar Soleman.
Menanggapi pengaduan tersebut, pihak DPRK Manokwari bersedia membantu para guru untuk mendapatkan haknya. Oleh sebab itu, pihak DPRK meminta para guru melengkapi dan memastikan memegang dokumen atau sertifikat tanah, dimana DPRK akan membantu membawa persoalan ini ke DAP.
“Dewan bersedia bantu, apalagi orang punya hak, tapi kumpulkan data lengkap. Kita akan dorong melalui DAP,” kata Wakil Ketua DPRK Manokwari, Daniel Mandacan yang memimpin pertemuan bersama seratusan guru tersebut. [SDR-R1]