Manokwari, TP – Kasus dugaan korupsi Alat Tulis Kantor (ATK) dan Barang Cetakan pada Badan Pengelolaan[ BPKAD] Pemerintah Kota Sorong, Papua Barat Daya, kembali dipertanyakan Direktur Eksekutif Lembaga Penelitian, Pengkajian dan Pengembangan Bantuan Hukum (LP3BH) Manokwari, Yan C. Warinussy.
Kegiatan pengadaan ATK yang bersumber dari APBD Pemerintah Kota Sorong tahun anggaran 2017 ini diperkirakan menimbulkan kerugian negara sekitar Rp. 8 Miliar. Namun, Warinussy menilai proses hukumnya berjalan sangat lambat.
Warinussy mengingatkan, pada Juni 2025 lalu, mantan Kajati Papua Barat, Muhammad Syarifuddin, SH, MH, telah mengumumkan kepada publik bahwa penanganan perkara tersebut sudah diambil alih oleh Kejaksaan Tinggi (Kejati) Papua Barat.
“Sayang sekali karena dengan berbagai alasan proses perkara ini berjalan sangat lambat, sudah lebih dari 7 tahun,” ungkap Warinussy, Jumat (03/10).
Dia menjelaskan kronologi penanganan kasus ini. Awalnya, proses penyelidikan dilakukan oleh Kajari Sorong, Erwin Priyadi Hamonangan Saragih. Namun, setelah Kajari Sorong dijabat oleh Makrun, SH, MH, penanganan perkara justru dialihkan kepada Kejati Papua Barat.
” Hingga saat ini, sudah genap tiga bulan pasca perkara tersebut diambil alih oleh Kejati Papua Barat, belum ada peningkatan tahapan dari penyelidikan ke penyidikan. Padahal, hal ini merupakan amanat Undang-Undang RI No. 8 Tahun 1981 tentang KUHAP.
“Pertanyaan saya sebagai sesama penegak hukum, apa yang menjadi hambatan atau kendala, kenapa setiap perkara yang cenderung merugikan keuangan negara atau daerah selalu prosesnya lambat dan terkesan seperti diatur ritme penanganannya,” ucap Warinussy.
Sebagai penegak hukum berdasarkan amanat Pasal 5 Ayat (1) UU RI No. 18 Tahun 2003 tentang Advokat, Warinussy menegaskan komitmennya untuk terus mengawal dan mempertanyakan proses penanganan kasus ini.
“Negara Republik Indonesia adalah negara hukum, karena itu idealnya hukum harus menjadi panglima, bukan sebagai alat legitimasi kekuasaan atau pemustahilan pidana bagi terduga korupsi di Indonesia dan Tanah Papua,” tegasnya. [AND-R2]