Manokwari, TP – PT Bintang Timur Timika selaku pemegang Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP) Distributor Minuman Beralkohol Nomor: 500.2/243 dan Surat Rekomendasi Persetujuan Bupati Manokwati Nomor: 500.2/692 tertanggal 15 Juli 2025 akan mulai memasok minuman beralkohol (minol) Golongan A, B, dan C secara resmi di Kabupaten Manokwari, Provinsi Papua Barat pada 6 November 2025.
Ini terungkap ketika pihak PT Bintang Timur Timika didampingi kuasa hukumnya, Yan C. Warinussy, SH dan Marinus Bonepay selaku Tenaga Ahli Bupati Manokwari bertemu para wartawan di restoran Mansinam Beach, Manokwari, Selasa (28/10/2025) malam.
Mewakili Pemkab Manokwari, Marinus Bonepai mengatakan, pengendalian peredaran minol secara baik agar bermanfaat terhadap kepentingan Kabupaten Manokwari dan Provinsi Papua Barat.
Apalagi, lanjutnya, efisiensi anggaran sekarang sangat berdampak terhadap seluruh daerah di Indonesia, termasuk di Kabupaten Manokwari.
Berangkat dari hal tersebut, ia mendorong Pemkab Manokwari untuk menggali potensi sumber pendapatan asli daerah (PAD), termasuk dengan pengaturan minol dengan menarik retribusi sebagai PAD Kabupaten Manokwari.
“Sudah ada Perda Miras, 19 tahun sudah miras beredar, tetapi tidak membawa manfaat bagi daerah. Bukan rahasia umum lagi, siapa saja yang menikmati selama ini,” kata Bonepai.
Sementara pihak PT Bintang Timur Timika, Bram Raweyai mengatakan, pihaknya tidak menutup diri atas kepercayaan yang diberikan sebagai distributor, untuk mengendalikan minol di wilayah Kabupaten Manokwari.
Untuk itu, dirinya mengajak seluruh stakeholder dan elemen masyarakat berdiskusi terkait pengendalian minol di Manokwari. dikatakan Raweyai, komunikasi dua arah sangat penting, karena pihaknya memasok miras tidak melalui ‘pintu belakang’ melainkan resmi mendapatkan izin dari kementerian dan pemerintah daerah.
Selanjutnya, kata dia, ditindaklanjuti dengan kelengkapan izin pengecer di restoran, hotel, dan tempat hiburan malam (THM).
“Saya harus membuka diri dengan semua kalangan karena barang yang saya pasok resmi. Tapi bagaimana pun akan dampak sosial yang perlu kita diskusikan, tidak mungkin saya bersembunyi di balik izin yang kami dapat. Langkah apa yang tepat atau pola peredarannya, mulai jam buka-tutup hingga tempat penjualan minol ini,” urainya.
Setelah mengantongi izin, kata Raweyai, para pengecer akan diundang untuk melakukan sosialisasi pola peredaran minol di Manokwari, termasuk akan mengundang Disperindag, Bea Cukai, Badan Pendapatan Daerah, TNI, dan Polri.
“Semua pengawasnya harus jelas. Itu baru namanya barang dikendalikan dan berapa pajaknya juga bisa diawasi,” ungkapnya.
Ia menegaskan, tidak ada monopoli dalam penunjukkan distribusi minol ke Manokwari. diungkapkannya, ada 2 perusahaan, 1 direkomendasikan Bupati Manokwari, Hermus Indou dan 1 direkomendasikan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Papua Barat sampai mendapat izin dari kementerian terkait.
Pada kesempatan itu, Raweyai juga menampik bahwa dirinya mendapatkan rekomendasi penunjukkan distributor sebagai budi ‘utang politik’ saat pemilihan kepala daerah, tetapi keputusan itu sepenuhnya atas dasar dan berbagai pertimbangan Pemkab Manokwari terhadap pihaknya.
“Pengusaha itu penciumannya tajam. Begitu kami mengetahui ada proses pembahasan Perda tentang Pengendalian Minol, lalu kami ajukan sebagai pendistributor. Tapi, silakan orang di luar sana terjemahkan macam-macam, biasa itu prasangka. Kita urus sesuai prosedur dengan adanya Perda,” tukas Raweyai.
Disinggung soal tanggung jawab sosial, kata Raweyai, pihaknya sudah berdiskusi dengan sejumlah stakeholder untuk membentuk Satuan Tugas (Satgas) bersama pemda. “Semua masih berproses. Kalau besaran retribusi daerah sebesar 10 persen yang ditagih dari pajak makan dan minum hotel, resto dan kafe, sementara distributor 11 persen disetor ke KPPN,” ungkapnya.
Ia menambahkan, kuota minol yang dipasok tidak mengikat pihaknya, tetapi mengikuti permintaan pasar sepanjang pembayaran retribusi dan pajak terpenuhi sesuai minol yang dipasok dari pabrik ke distributor (CK5), lalu dari distributor kepada pengecer (CK6).
“Kan nggak mungkin stok barang habis, lalu tidak didatangkan. Padahal ada permintaan dari hotel atau resto. Di sinilah tugas Dinas Pendapatan Daerah untuk menghitungnya,” kata Raweyai seraya mengaku sudah membangun komunikasi dengan pemasok maupun pengecer minol yang ada. [K&K-R1]
 
	    	 
		    

















