Manokwari, TP – Kehadiran Komite Eksekutif Percepatan Pembangunan Otonomi Khusus Papua (KEP-Otsus Papua) berdasarkan Keputusan Presiden Nomor: 110/P Tahun 2025, dinilai sangat over power.
Sekretaris Jenderal (Sekjen) MPR For Papua, Filep Wamafma mengatakan, Undang-undang Otsus, PP 106, dan Perpres Nomor 121 Tahun 2022 tengah mengamanahkan pimpinan Badan Pengarah Percepatan Pembangunan Otonomi Khusus Papua (BP3OKP) adalah Wakil Presiden (Wapres).
“Siapa pun wapres dia adalah Kepala BP3OKP. Nah, kalau sekarang KEP-Otsus Papua merujuk ke mana? Sampai saat ini, belum ada petunjuk teknis KEP-Otsus Papua ini berada di bawah BP3OKP atau ada langsung dengan presiden ataukah wapres berurusan dengan BP3OKP dan presiden berurusan dengan KEP-Otsus Papua. Ini belum jelas,” kata Wamafma kepada para wartawan di Manokwari, Minggu (9/11/2025) malam.
Menurut Wamafma, kalau dilihat dari ruang lingkup, maka kehadiran KEP-Otsus Papua ini terlalu over kewenangan. Anggaran Otsus ini nilainya berapa? Untuk apa ada DPRP, DPRK jalur Otsus, Biro Administrasi Otsus, MRPB maupun untuk apa ada BP3OKP?
Ia menjelaskan, instrument kelembagaan dari Otsus sudah sangat lengkap, dimana BP3OKP berurusan tentang hak-hak dasar, seperti pendidikan, kesehatan, ekonomi kreatif, dan infrastruktur.
“Nah lahirlah KEP-Otsus Papua, maka memunculkan dua matahari yang terbit di Jakarta. BP3OKP dan satunya lagi KEP Otsus Papua, KEP-Otsus Papua menilai bahwa dia adalah lex spesialis dan memiliki power full untuk bicara Otsus, sehingga protokolernya mirip-mirip seperti menteri,” ujar Wamafma.
Kehadiran KEP-Otsus Papua hanya menambah jabatan, yang tepat adalah pembentukan Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR), karena inilah yang dibutuhkan rakyat Papua, bukan lembaga KEP-Otsus Papua.
Ketua Komite III DPD-RI ini menegaskan, ketika ada momen pertemuan antara MPR For Papua dengan Presiden, pihaknya akan mengusulkan ke Presiden agar bisa mengubah KEP-Otsus Papua menjadi KKR, sehingga persoalan seperti di Provinsi Papua Pegunungan, Papua Tengah, seperti di Nduga, lalu persoalan pelanggaran HAM, persoalan pengungsian bisa diselesaikan melalui KKR.
“Kalau persoalan implementasi Otsus, ada gubernur, bupati, DPRP, DPRK, MRP, Biro Otsus, ada DPD, tetapi juga ada BP3OKP. Lembaga-lembaga ini diberikan kewenangan untuk pengawasan Otsus. Kalau KEP-Otsus juga melakukan pengawasan, maka terlalu gemuk lembaganya,” kata Wamafma.
Menurut Wamafma, ada dua jenderal yang berasal dari Papua dalam lembaga KEP-Otsus Papua, maka lebih tepat KEP-Otsus ini dapat diubah menjadi KKR. “Dua jenderal ini dapat diberikan mandat dari Presiden Prabowo untuk menuntaskan HAM dan pengungsi di Papua. Ini lebih konkrit dan sesuai bidang tugasnya, tapi kalau urus Otsus, itu kecil, cukup kepala distrik dan lurah saja,” kata Wamafma. [FSM-R1]



















