Wamafma: Kalau kunjungan kerja berbicara tentang energi atau sumber daya alam, responsnya luar biasa
Manokwari, TP – Komite III DPD-RI melakukan kegiatan inventarisasi materi pengawasan implementasi Undang-undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan di Provinsi Papua Barat.
Fokus utamanya adalah evaluasi pelaksanaan program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang menjadi program strategis nasional pemerintah.
Staf ahli Gubernur Papua Barat, Marthen Kocu mengapresiasi Komite III DPD-RI yang mau melakukan kunjungan kerja (kunker) ke Papua Barat.
“Ini wujud kepedulian dan komitmen DPD-RI dalam melaksanakan fungsi pengawasan terhadap implementasi undang-undang di daerah,” kata Kocu, kemarin.
Dikatakan Kocu, program MBG sangat penting untuk meningkatkan kualitas kesehatan dan gizi masyarakat, terutama anak-anak dan kelompok rentan.
Di Papua Barat, kata dia, program ini mempunyai arti strategis, mengingat kondisi geografis dan tantangan pemenuhan gizi masyarakat yang masih membutuhkan perhatian khusus.
“Kami sangat apresiasi kegiatan inventarisasi ini sebagai bentuk pengawasan konstruktif yang akan memberikan masukan berharga bagi perbaikan implementasi program di lapangan,” kata Kocu.
Sementara Ketua Komite III DPD-RI, Filep Wamafma mengatakan, hasil dari pemantauan lapangan, ada sejumlah kendala, mulai rendahnya kualitas makanan bergizi, minimnya nilai anggaran, sampai tidak adanya penggunaan pangan lokal dalam penyediaan menu MBG.
“Kita dapat catatan terkait Makan Bergizi Gratis di Kota Sorong dan Manokwari. Masalah utama adalah kualitas makanan bergizi dan nilai uangnya yang sangat kecil untuk belanja pangan. Ini tidak maksimal menjawab kebutuhan yang sesungguhnya,” ungkap Wamafma dalam pertemuan di lantai 3 Kantor Gubernur Papua Barat, Kamis (13/11/2025).
Ia menegaskan, kebijakan nasional tentang MBG perlu memperhatikan kondisi geografis dan ekonomi Papua yang berbeda dengan wilayah lain di Indonesia. Untuk itu, Wamafma menyarankan ada penyesuaian nilai MBG untuk Papua dan kebijakan yang berpihak terhadap pemanfaatan pangan lokal.
“Kita dorong agar nilai MBG di Papua berbeda dengan wilayah lain. Jangan semua disamaratakan. Selain itu, pangan lokal harus menjadi bahan utama agar program ini berdampak bagi ekonomi daerah,” ujar Wamafma.
Ia mengakui, pihaknya sudah menyiapkan langkah untuk membahas program MBG bersama Kementerian Kesehatan dan Badan Gizi Nasional (BGN), termasuk mendorong peningkatan fasilitas laboratorium dan tenaga ahli gizi di daerah.
“Kita harus punya laboratorium dan ahli gizi di setiap kabupaten dan kota. Makanan bergizi tidak boleh hanya dilihat dari menu, tetapi mutu gizinya juga harus terjamin,” tandas Wamafma.
Diutarakannya, perhatian terhadap gizi anak di Papua sangat penting, karena terkait langsung dengan peningkatan kualitas sumber daya manusia.
“Rapat kali ini kurang maksimal. Padahal, surat undangan sudah kami sampaikan sejak minggu lalu lalu dan dikoordinasikan dengan pimpinan daerah. Kehadiran beberapa kepala bidang dan dua kepala dinas yang hadir kami nilai belum cukup,” katanya.
Dikatakan Wamafma, pihaknya berencana memanggil Gubernur Papua Barat dan dinas terkait ke Jakarta untuk mendapat masukkan yang lebih komprehensif tentang pelaksanaan program kesehatan.
“Kami berharap kepala daerah dan instansi teknis memahami bahwa ketika lembaga DPD-RI hadir di daerah, itu berarti ada sesuatu yang penting. Kehadiran lembaga negara setingkat DPD harus dihargai dan dihormati,” tegas Wamafma.
Ia mengungkapkan, rendahnya perhatian terhadap isu kesehatan dan pendidikan di daerah, sedangkan perhatian publik lebih besar ketika pembahasan menyangkut sektor energi atau sumber daya alam.
“Kalau kunjungan kerja berbicara tentang energi atau sumber daya alam, responsnya luar biasa. Tapi kalau tentang pendidikan dan kesehatan, termasuk makanan bergizi, seolah kurang menarik. Padahal kebijakan kesehatan dan pendidikan adalah pondasi penting yang perlu kita ubah cara pandangnya,” pungkas Wamafma. [FSM-R1]



















