Manokwari, TP – Pemerintah Provinsi (Pemprov) Papua Barat melalui Dinas Perikanan dan Kelautan (DKP) diminta segara merealisasikan Pembangunan Stasiun Pengisian Bahan Bakar Nelayan (SPBN) guna menjawab persoalan antrean panjang dan keterbatasan akses BBM bagi nelayan.
Hal ini dikatakan, Ketua DPC Hiswana Migas Papua Barat, Ferry Auparay setelah serah terima jabatan dari Plt. Kepala DKP Papua Barat kepada pejabat definitif, Origenes Idjie.
Dijelaskan Auparay, antrean panjang di SPBU selama ini sekitar 70 persen disebabkan oleh konsumsi BBM dari nelayan, sementara 30 persen lainnya dialirkan ke pedagang eceran di pinggir jalan.
Menurutnya, kondisi ini membuat sejumlah nelayan terpaksa membeli BBM jenis Pertalite dari pengecer dengan harga lebih tinggi, mencapai Rp14.000–Rp15.000 per liter.
Situasi ini, sambung Auparay, terjadi karena masyarakat nelayan di ibu Kota Provinsi Papua Barat tidak memperoleh pelayanan dan akses yang memadai di SPBU.
“Masyarakat nelayan kita sudah susah, kemudian tidak dapat pelayanan, akhirnya bergantung pada mereka yang ‘ngetab’ di SPBU,” ungkap Auparay kepada wartawan di Arfai Perkantoran, belum lama ini.
Sebagai solusi, saran Auparay, Pemprov Papua Barat melalui instansi teknis dapat menghadirkan dua SPBU khusus nelayan di Manokwari di tahun 2025.
Langkah ini, terang Auparay, akan memberikan layanan akses BBM yang lebih terjangkau sekaligus mengurangi praktik pengetaban di SPBU umum.
Dirinya berharap, rencana ini dapat direalisasikan melalui dukungan penuh Gubernur Papua Barat, khususnya lewat instansi teknis DKP Papua Barat yang kini dipimpin langsung pejabat definitif, serta kolaborasi dengan Dinas ESDM, Komisi III DPR Papua Barat, dan Pertamina.
“Kalau market ini sudah kita jawab dengan satu atau dua SPBU nelayan, saya yakin orang tidak ngetab lagi di SPBU,” tandas Auparay. [FSM-R2]



















