Sorong, TP – Anggota Komite I DPD RI Dapil Papua Barat Daya, Paul Finsen Mayor menggelar coffee morning sekaligus diakusi panel bersama mitra kerjanya, bertempat di Kantor Dewan Adat Papua Wilayah III Doberay, Kamis (20/11/2025).
Dikatakan Paul, diskusi tersebut merupakan bentuk tanggung jawabnya sebagai senator yang bertanggung jawab untuk urusan Politik, Pemerintahan, Hukum, HAM, Pertahanan dan Keamanan dalam memyikapi kondisi anjloknya APBD Provinsi Papua Barat Daya yang belum lama disahkan di angka hanya Rp 1,08 triliun.
“Untuk lebutuhan belanja pegawai saja mungking sudah mencapaia Rp 500 jutaan. Artinya mungkin hanya sekitar 50 persen yang bisa digunakan untuk membangun daerah. Olehnya itu kita minta agar ke depan pemerintah bisa lebih fokus pada masalah pendidikan, kesehatan dan lapangan pekerjaan,” ujar Paul.
Dikatakan Paul, dengan APBD yang sangat minim itu, solusi terbaik untuk melancarkan program pembangunan di Provinsi Papua Barat adalah dengan cara melobi investor baru untuk berinvestasi. Sementara untu kegiatan investasi yang sudah ada, agar dapat dievaluasi dan diawasi terus sistemnya.
“Kalau bisa kita awasi ketat agar jangan sampai investor serap tenaga kasar dari luar untuk dipekerjakan. Kita harus jeli membaca peluang supaya anak-anak kita, tiga klaster orang Papua (OAP, peranakan Papua, lahir dan besar Papua) bisa dipekerjakan di sana,” ungkapnya.
Hal ini menjadi solusi tepat untuk menyerap angka pengangguran di Papua Barat Daya yang sudah mencapai 6,85 persen. Menurutnya, dengan postur APBD yang semungil itu sangat mustahil angkatan kerja bosa terserap jika pemerintah daerah tidak berupaya memaksimalkan potensi kegiatan investasi yang sudah ada.
“Dengan angka pengangguran yang tinggi dan APBD mungil ini membuat kita tidak berdaya. Sehingga perusahaan yang sudah ada di daerah harus kita evaluasi, supaya perusahaan yang ada bisa lebih maksimal menyerap pekerja lokal. Kalau ada perusahaan yang izinya bermasalah mari kita bantu, supaya kereka bisa jalankan industrinya dan membuka lapangan kerja,” kata Paul.
Paul membeberkan, terjunnya APBD Papua Barat Daya disebabkan oleh beberapa faktor. Diantaranya yakni, karena efisiensi anggaran dan rendahnya daya serap APBD di daerah pada tahun-tahun sebelumnya.
“Selain pengaruh efisiensi, serapan APBD di daerah kita sangat tidak maksimal di bawah 50 persen. Olehnya itu pemangkasan dilakukan oleh pemerintah pusat. Awal provinsi ini berdiri tahun 2022, APBD kita di angka 1,9 triliun, kemudian terus menurun sampai hari ini kita hanya di angka 1,08 triliun,” bebernya.
Kepala Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi, Energi Sumber Daya Mineral (Disnakertrans ESDM) Provinsi Papua Barat Daya, Suroso, menambahkan, 6,85 persen angka pengangguran di Papua Barat Daya per Agustus 2025 cukup menjadi warning. Pasalnya angka ini melebihi standar pengangguran nasional yang hanya di angka 4,85 persen.
Dikatakan Suroso, secara umum pertumbuhan ekonomi di Papua Barat Daya mencapai 4 persen. Namun pertumbuhan ini tidak merata dan tidak sepenuhnya dinikmati oleh OAP.
“Di Papua Barat Daya pertumbuhan rkonomi kita didorong sektor konstruksi dan ekspor barang jasa. Tetapi kita tahu bahwa masyarakat OAP sangat kecil persentasenya yang bekerja di budang itu. Saya menduga pada sektor konstruksi dan ekspor barang jasa ini pemainnya bukan orang asli Papua, sehingga yang menukmati pertumbuhan ekonomi sudah pasti bukan mereka,” kata Suroso.
Terkait tingginya angka pengangguran, sambung Suroso, disebabkan oleh ketidakseimbangan jumlah lulusan pendidikan dan lapangan kerja yang tersedia, sementara pertumbuhan lapangan kerja stagnan. Olehnya itu, hal ini perlu diperbaiki dengan cara penyesuaian kurikulum pendidikan sesuai kebutuhan industri dan minat masyarakat Papua.
“Kita harus bisa memyesuaikan kurikulum pendidikan kita sesuai dengan kondisi di daerah, caranya hisa melalui pendisikan vokasi dan membuka jurusan yang linier dengan kebutuhan tenaga di lapangan. Misalnya kalau kita butuh nelayan profesional maka jurusan yang dibuka adalah tetkait perikanan. Atau jika butuh pekerja profesional dalam industri pertambangan, maka jurusan yang dihadirkan adalah teknik pertambangan dan semacamnya,” jelas Suroso.
Ditambahkan Suroso dalam closing statemennya, untuk peluang kegiatan investasi yang masuk ke wilayah Papua Barat Daya, seharusnya bersifat padat karya guna terserapnya tenaga kerja lokal.
“Jangan dibalik, investasi yang kita butuhkan adalah padat karya. Bukan padat modal atau teknologi,” tandasnya.[CR24-R3]




















