Manokwari, TP – Forum konsultasi rancangan awal penyusunan Rancangan Penanggulangan Kemiskinan Daerah (RPKD) merupakan arena strategis dalam merusmuskan arah kebijakan penanggulangan kemiskinan lima tahun kedepan.
Hal ini dikatakan Wakil Gubernur Papua Barat, Mohamad Lakotani saat membuka Rapat Koordinasi Teknis (Rakornis) Penyusunan Dokumen RPKD Provinsi Papua Barat Tahun 2025-2029 , Kamis (27/11/2025).
Menurut Lakotani, RPKD tidak sebagai dokumen perencanaan tetapi komitmen kolektif, untuk memastikan masyarakat Papua Barat terutama Orang Asli Papua (OAP) dapat hidup layak, sejahtera, dan bermartabat.
Ada lima tantangan utama yang harus direspons dalam penyusunan RPKD. Pertama, sebut Lakotani, tingginya kemiskinan multidimensi yang tidak hanya terkait pendapatan, tetapi juga akses pendidikan, kesehatan, air bersih, sanitasi, perumahan layak, dan perlindungan sosial.
Kedua, lanjut dia, ketimpangan wilayah di mana distrik-distrik terpencil dan pedalaman masih tertinggal dalam layanan dasar. Tantangan ketiga, meningkatnya kerentanan sosial, dimana kelompok miskin hidup sangat dekat dengan garis kemiskinan dan mudah terdampak guncangan ekonomi, kesehatan, bencana, hingga konflik sosial.
Keempat, kualitas sumber daya manusia di Papua Barat yang masih perlu ditingkatkan, terutama pada dimensi pendidikan dan kesehatan ibu-anak. Kelima, adalah data spasial kemiskinan yang masih terbatas sehingga memerlukan penguatan penggunaan Data Tunggal Sosial dan Ekonomi Nasional (DTSEN) melalui dukungan Badan Pusat Statistik (BPS).
Dari lima arah kebijakan yang wajib menjadi fondasi RPKD 2025–2029 tersebut, Lakotani mengingatkan, penanggulangan kemiskinan harus berbasis data terpadu dan faktual. Kedua, pendekatan multi-sektor dan integratif harus diterapkan karena kemiskinan tidak dapat diselesaikan oleh satu instansi.
Ketiga, tambah dia, fokus pada percepatan penurunan kemiskinan ekstrem melalui pendampingan keluarga, intervensi layanan dasar, pemberdayaan ekonomi kampung, penguatan perempuan dan pemuda, hingga pembangunan rumah layak huni.
Keempat, intervensi penanganan harus berbasis wilayah sesuai karakteristik geografis, seperti pesisir, pulau kecil, pedalaman, dan daerah rawan bencana. Kelima, kolaborasi dengan mitra pembangunan seperti BI, BPS, perguruan tinggi, dan NGO lokal perlu diperluas.
Menurutnya, dokumen RPKD harus menghasilkan lima keluaran strategis seperti Arah kebijakan yang jelas dan terukur, termasuk target penurunan kemiskinan tiap tahun. Peta jalan (roadmap) penanggulangan kemiskinan lima tahun.
Integrasi program antar perangkat daerah yang memiliki kontribusi jelas. Rencana pendanaan yang mengoptimalkan APBD Provinsi serta sumber pendanaan lainnya seperti APBN, dana desa, CSR, dan dukungan pembangunan.
“Kemiskinan bukan hanya angka, tetapi realitas kehidupan saudara-saudara kita yang menanti perubahan. Tanggung jawab itu berada di pundak kita semua,” tandas Lakotani. [FSM-R2]



















