Manokwari, TABURAPOS.CO –Situasi dan kondisi di Kabupaten Teluk Wondama, pascakenaikan harga bahan bakar minyak (BBM), masih cukup kondusif dan tidak ada hal-hal yang menonjol atau bergejolak.
Bupati Teluk Wondama, Hendrik S. Mambor mengatakan, secara nasional dapat dilihat bahwa dampak kenaikan harga BBM memang sangat dirasakan oleh masyarakat, baik di pusat hingga daerah, bahkan ada gejolak diberbagai daerah.
Namun, menurut Mambor, di Papua hal ini tampak seperti hal yang biasa bagi masyarakat, meskipun secara umum masyarakat hidup dalam kondisi terbatas, tetapi masyarakat dapat dengan biasa menerima itu. Meskipun begitu kewajiban pemerintah daerah perlu mengambil kebijakan-kebijakan untuk mengantisipasi gejolak yang bisa saja terjadi.
Bupati menerangkan, Pemkab Teluk Wondama, melaksanakan rapat dan pembentukan tim beberapa wkatu lalu untuk melakukan pengawasan dan mengantisipasi gejolak dampak dari kenaikan harga BBM tersebut agar masyarakat tidak mengalami kesulitan.
Bupati tidak dapat memungkiri bahwa sejak adanya penyesuaian harga BBM, kini juga mulai berdampak terhadap harga beberapa barang yang juga ikut naik. Namun jika dilihatatau dibandingkan dengan daerah lain itu masih dalam batas wajar.
BACA JUGA: Tunggakkan TPP Selama Lima Bulan Segera Dibayarkan
Akan tetapi, bukan berarti pemerintah membiarkan itu meskipun memang fakta di lapangan seperti itu. Pemerintah terus melakukan langkah-langkah diberbagai bidang agar terjadi keseimbangan dan berdampak pada pendapatan masyarakat.
“Sejauh ini belum ada yang melakukan protes dan sebagainya. Di Teluk Wondama masih cukup kondusif,” kata bupati kepada para wartawan di Manokwari City Mall (MCM) Jl Yos Sudarso Manokwari, Jumat (09/09).
Menurut Bupati, sebelum kenaikan harga BBM pemerintah sudah mengambil kebijakan atas dampak mewabahnya pandemi Covid-19. Pemerintah mencoba mengantisipasi dengan mengambil kebijakan diberbagai bidang seperti, mendorong pertumbuhan ekonomi di sektor pertanian, perikanan, dan sebagainya.
“Contoh untuk kemiskinan ekstren itukan pendapatan dalam nilai rupiah per Kepala Keluarga (KK) itu harus Rp 812.000. Itu yang kita kejar, kita berharap mereka memperoleh pendapatannya itu. Tapi sebenarnya kalau kita menghitung terhadap apa yang mereka makan bisa lebih dari itu, tetapikan pemerintah pusat melalui lembaga dunia memberikan standar penlaian bahwa pendapatan uang tunai itu Rp 812.000 untuk kemiskinan ekstrem,” pungkasnya. [AND-R4]