Manokwari, TABURAPOS.CO – Seorang oknum TNI dilaporkan atas dugaan tindak kekerasan terhadap korban berinisial AD. Korban adalah seorang perempuan yang telah mendampingi terlapor, tanpa suatu hubungan pernikahan resmi, kurang lebih sekitar 2 tahun terakhir ini.
Menurut orangtua korban AD, berinisial M (51 tahun) yang juga seorang pejabat di lingkungan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Papua Barat, ia melaporkan kasus ini karena tidak tahan lagi atas perbuatan terlapor.
Sebab, ungkap M, dirinya tidak tahan dengan ulah terlapor yang sering menyiksa anaknya, bahkan penyiksaan itu pernah dilakukan di depan matanya sendiri.
M mengakui, terlapor ini berstatus anggota TNI, memang belum menikah secara resmi, baik secara agama maupun adat, tetapi dia sudah menganggap terlapor sebagai anak mantu. Sebab, lanjut M, hubungan terlapor dan AD sudah dikaruniai 2 anak kembar yang berusia sekitar 2 bulan.

Diceritakan M, dia melaporkan kasus ini bermula setelah anaknya, AD, yang tinggal bersama terlapor datang ke rumahnya di daerah Irman Jaya, Amban, Manokwari.
Ironisnya, AD datang sembari membawa kedua anak kembarnya yang sedang sakit sambil menangis, tanpa alas kaki, hanya memakai pakaian di badan.
Diungkapkan M, dia pun terkejut dan mempertanyakan apa yang dialami anaknya, karena pasti ada sesuatu yang terjadi dengan kedua cucunya tersebut.
Lanjut dia, AD datang ke rumah untuk meminta tolong, karena mengaku tidak tahan terus-menerus dipukuli terlapor.
Setelah mendengar pengakuan AD, M pun merasa geram dan meminta anaknya melakukan visum, lalu kasus dugaan penganiayaan ini dilaporkan ke pihak kepolisian.
“Saya bilang lapor ke polisi karena sudah bosan dengan tindakan suaminya. Memang dia tidak nikah dan tidak ada ikatan adat. Dalam posisi ini, saya sebagai orangtua tidak menuntut, karena memang keinginan anak saya dengan oknum anggota tersebut,” aku M kepada para wartawan di Polres Manokwari, kemarin.
Namun, ia menilai, oknum anggota tersebut tidak tahu etika, tidak mempunyai sopan santun, tidak seperti anggota lain, bahkan sama sekali tidak menghargai orangtua.
Ditambahkan M, kasus kekerasan yang dialami anaknya, sudah dilaporkan ke pihak kepolisian didampingi petugas pekerja sosial (peksos) dari Dinas Sosial Provinsi Papua Barat, Ruth L. Warengga.
Namun, sambung M, dari pihak kepolisian meminta agar kasus ini dilaporkan ke Pomdam, karena terlapor merupakan anggota TNI, dimana dalam kasus ini mempunyai peradilan tersendiri.
Ia mengatakan, pihaknya sudah melaporkan kasus ini ke Pomdam dan mereka siap menindaklanjuti serta memproses laporan terhadap oknum TNI tersebut.
Selain masalah kekerasan, M membeberkan, ada juga masalah dugaan perampasan anak. Diungkapkan M, kejadian bermula ketika anaknya menjemput cucunya yang sedang sakit di rumah orangtua terlapor, di Ransiki, Kabupaten Manokwari Selatan.
“Dia ingin merawat anaknya di rumah suaminya itu. Suaminya mungkin pikir, saya mau ambil anak ini, padahal tidak. Saya in box orangtuanya bahwa anak ini sakit, jadi jangan dulu kembali ke Ransiki, nanti sehat baru kembali. Ternyata, ini jadi bahan keributan sampai anak saya babak belur,” sesal M.
Dirinya juga menyesalkan tidak ada tindakan dari kesatuan tempat terlapor berdinas, karena tindakan kekerasan tersebut sudah dilaporkan ke kesatuannya, tetapi tidak ditanggapi.
“Selama hidup dengan dia, sering terjadi kekerasan secara terus-menerus. Saya mau proses hukum sampai selesai. Saya harus ke Kodam untuk visum ulang. Saya mau selesaikan hubungan dengan dia,” tegas M.
Sementara korban berinisial AD mengaku, keduanya sudah menjalin hubungan tanpa pernikahan resmi kurang lebih 2 tahun. Sejak hidup bersama terlapor, korban mengaku sering mengalami tindakan kekerasan.
BACA JUGA: 6 Penambang Emas Kaki Abu yang Terkesan ‘Ditumbalkan’ Diberi Hukuman Diskon Jumbo
“Hubungan kami sudah mau jalan dua tahun dan memang sering dipukuli. Saya hanya mau tahan anak kecil, tetapi mereka mau mamanya yang ambil. Sekarang anak kecil itu di keluarganya. Kami minta pendampingan hukum dari peksos,” kata AD sembari menunjukkan luka di tangan, diduga akibat tindakan kekerasan.
Sedangkan petugas Peksos dari Dinas Sosial Provinsi Papua Barat, Ruth L. Warengga menjelaskan, pendampingan yang dilakukan ini tetap sesuai Undang-undang Perlindungan Anak.
Ditegaskan Ruth Warengga, pihaknya wajib melakukan pendampingan, karena anak di bawah umur dan hak asuh anak ada pada ibunya.
Ia menandaskan, dirinya akan mengawal kasus ini sampai eksekusinya selesai, dimana peksos tetap mendampingi korban sampai berkas naik ke Pomdam dan dilakukan pengecekan.
“Kami akan mengawal sampai ada kejelasan dan kasus ini selesai. Kita lapor ke polisi, tetapi dilimpahkan ke Pomdam, bukan dicabut, karena dia oknum TNI, ada institusi yang berwenang. Soal hak asuh anak, ada pada ibunya, meski belum terikat pernikahan,” tandas Ruth Warengga. [AND-R1]