Manokwari, TABURAPOS.CO – Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejati Papua Barat telah membacakan tuntutan terhadap 3 terdakwa, HS alias Mama Ana, SA alias Celsi, dan NH alias Bunda Rere di Pengadilan Negeri (PN) Manokwari, pekan lalu.
Ketiga terdakwa ini tersangkut kasus dugaan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) atau Tindak Pidana Perlindungan Anak (TPPA), dengan korban berinisial GAA (15 tahun) dan DNW (15 tahun) yang akan dipekerjakan di Lokalisasi 55 Maruni, Manokwari.
Humas PN Manokwari, Markham Faried, SH, MH mengatakan, terdakwa NH dituntut pidana penjara selama 4 tahun dan denda Rp. 120 juta subsider 1 bulan penjara.
“Ada juga kewajiban membayar biaya restitusi sejumlah Rp. 17.265.000. Tuntutan itu terhadap terdakwa NH alias Bunda Rere,” sebut Markham Faried yang dikonfirmasi Tabura Pos di ruang tunggu PN Manokwari, pekan lalu.
Dikatakannya, menurut JPU, terdakwa ini terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana ‘melakukan perekrutan, pengangkutan, penampungan, pengiriman, pemindahan atau penerimaan seseorang dengan ancaman kekerasan, penggunaan kekerasan, penculikan, penyekapan, pemalsuan, penipuan, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan, penjeratan hutang atau memberi bayaran atau manfaat walaupun memperoleh persetujuan dari orang yang memegang kendali atas orang lain, untuk tujuan mengeksploitasi orang tersebut di wilayah Negara Republik Indonesia’ sebagaimana dimaksud dalam dakwaan ke-1 penuntut umum.
“Pasal 2 Ayat 1 junto Pasal 17 junto Pasal 48 Ayat 1 UU No. 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang junto Pasal 55 Ayat 1 Ke-1 KUHAP,” rincinya.
Sedangkan untuk terdakwa HS alias Mama Ana dan SA alias Celsi, jelas Markham Faried, juga dijerat dengan pasal dan undang-undang yang sama.
“Untuk terdakwa HS dan SA dipidana penjara tiga tahun, dikurangi masa tahanan, kemudian denda Rp. 120 juta subsider 1 bulan penjara,” kata dia.
Di samping itu, sambung Humas PN, kedua terdakwa ini juga mempunyai kewajiban membayar biaya restitusi masing-masing Rp. 17.265.000. “Kedua terdakwa ini disebutkan terbukti dakwaan Ke-1 menurut penuntut umum berdasarkan penuntutan,” tambah Humas PN.
Setelah JPU membacakan tuntutan, maka nanti majelis hakim mempunyai pertimbangan sendiri dalam putusannya, dengan memperhatikan fakta-fakta hukum di persidangan.
Ditanya tentang hal-hal yang memberatkan terhadap ketiga terdakwa menurut JPU, kata Markham Faried, dalam tuntutan JPU, terdakwa HS dan SA tidak ada hal yang memberatkan.
“Itu yang disampaikan penuntut umum dalam tuntutannya. Hal yang meringankan, para terdakwa belum pernah dihukum pidana, mengakui perbuatannya, menyesali perbuatannya, dan berjanji tidak akan mengulangi perbuatannya lagi,” rinci Markham Faried.
Di samping itu, sambung dia, kedua terdakwa bersedia membayar restitusi, memiliki anak-anak yang masih kecil, sementara anak-anak korban belum dipekerjakan dan terdakwa HS berniat memulangkan para anak korban.
“Sementara terdakwa SA saat ini dalam keadaan hamil. Itu hal-hal yang meringankan,” terang Humas PN.
Sementara untuk terdakwa NH, hal yang memberatkan, yakni sebagai orang yang merekrut para anak korban.
Ditambahkannya, untuk hal yang meringankan, terdakwa belum pernah dihukum, mengakui perbuatannya, menyesali perbuatan dan berjanji tidak akan mengulangi perbuatannya, dan terdakwa merupakan tulang punggung keluarga dan memiliki anak yang masih kecil.
Dicecar tentang adanya 1 terdakwa yang pernah disidangkan di PN Manokwari terkait kasus minuman keras (keras) dan dijerat Undang-undang Pangan, seperti yang diungkapkan salah satu hakim dalam sidang beragenda pemeriksaan terdakwa?
“Sebenarnya bisa dicek dalam SIPP ya, apakah ada. Kalau memang ada, maka benar demikian, tetapi kita harus pastikan dulu apakah benar, HS ini pernah tersangkut kasus pidana dalam perkara lain,” ungkap Markham Faried.
Untuk mengkroscek kebenaran isi tuntutan JPU, apakah benar tidak pernah dipidana, akhirnya Humas PN melakukan penelusuran di SIPP.
Setelah ditelusuri, ternyata Markham Faried mengakui, data atas nama salah satu terdakwa pernah menjalani pidana dalam perkara Nomor: 22/Pid.B/2016/PN Mnk terkait Pasal 135 UU No. 18 Tahun 2012 tentang Pangan.
“Dituntut jaksa penuntut umum selama 8 bulan pidana, kemudian dijatuhkan oleh majelis hakim dalam perkara itu, dengan pidana penjara selama 4 bulan. Memang pernah melakukan tindak pidana minuman keras,” rinci Markham Faried.
Disinggung bahwa hal ini tidak sesuai dengan apa yang menjadi pertimbangan JPU, ia beralasan, nantinya itu menjadi dasar pertimbangan majelis hakim.
“Apakah benar bahwa yang bersangkutan itu belum pernah melakukan tindak pidana atau tidak. Tapi benar, pernah dipidana dalam perkara tindak pidana pangan peredaran pangan yang tidak memenuhi persyaratan sanitasi pangan,” ungkapnya.
Setelah JPU membacakan tuntutan, kata dia, maka sidang ditunda dengan agenda pembelaan terdakwa. “Untuk memberikan kesempatan kepada terdakwa dan penasehat hukum para terdakwa melakukan pembelaan,” katanya.
BACA JUGA: Oknum TNI Dilaporkan Aniaya Istri yang Belum Resmi
Dicecar tentang status penahanan terhadap HS dan SA, Markham Faried mengakui, kedua terdakwa ini masih berstatus tahanan rumah, sedangkan terdakwa NH tetap menjalani tahanan rutan.
Berdasarkan catatan Tabura Pos, kedua terdakwa diberikan tahanan rumah oleh majelis hakim yang diketuai, Cahyono R. Adrianto, SH, MH, dengan alasan sakit serta mempunyai riwayat penyakit.
Kasus ini terbongkar setelah pihak keluarga korban membuat laporan polisi ke Polres Pati. Menindaklanjuti laporan itu, Polda Papua Barat mendatangi Lokalisasi 55 Maruni, dan menemukan kedua korban.
Kedua korban anak perempuan ini diduga sempat diperdagangkan atau dipekerjakan di Lokalisasi 55 Maruni, Agustus 2021 silam.
Ancaman hukuman untuk para terdakwa cukup besar, dimana menurut salah satu majelis hakim, Ahmad, SH, dalam pemeriksaan terdakwa, untuk TPPO terancam 13 tahun pidana penjara, sedangkan kasus TPPA terancam 20 tahun pidana penjara. [TIM-R1]