Manokwari, TABURAPOS.CO – Aktivis perempuan di Manokwari, Papua Barat, Yuliana Numberi meminta aparat penegak hukum untuk memberikan hukuman seberat-beratnya terhadap pelaku tindak pidana perdagangan orang (TPPO).
Menurut dia, kasus perdagangan orang merupakan kejahatan luar biasa yang mencoreng kehidupan manusia dan bisa dikategorikan pelanggaran hak asasi manusia (HAM).
Diakuinya, berbicara tentang perdagangan orang, maka perempuan dan anak seringkali menjadi korban. Dalam perdagangan orang, jelas Yuliana Numberi, yang terjadi biasanya pemindahan orang dari satu wilayah ke wilayah lain untuk dijadikan budak atau pekerja seks untuk memuaskan nafsu birahi para lelaki hidung belang.
Untuk itu, Yuliana Numberi berharap aparat penegak hukum, terutama majelis hakim di pengadilan harus berani mengambil keputusan yang memberatkan pelaku atas perampasan kehormatan dan harag diri korban oleh para pelaku, sehingga kejadian serupa tidak terulang lagi.
“Pelaku melakukan kejahatan dengan berbagai modus, seperti mempekerjakan korban sebagai pelayan di suatu kafe dan sebagainya. Di samping melayani tamu, para korban dituntut bisa mendampingi mangsanya sampai terjadi transaksi seksual,” jelas Yuliana Numberi kepada Tabura Pos di Jl. Reremi Palapa, Manokwari, Sabtu (1/10).
Diutarakannya, salah satu hal yang menjadi resiko terhadap korban ketika terjadi transaksi seksual, bisa berdampak terhadap kesehatan. Bisa saja, lanjut Yuliana Numberi, korban mengidap penyakit yang tidak diinginkan, seperti HIV-AIDS, dan resiko lain.
BACA JUGA: Hati-hati, Gunakan Ponsel Saat Berkendara dan Berboncengan Lebih Dari 1 Orang Bisa Ditilang
Ia menerangkan, apabila korban sudah menderita suatu penyakit, tentu korban akan mengalami banyak hal dalam kehidupan, seperti stigma buruk dari masyarakat, tidak berdaya, ada diskriminasi, dan sebagainya.
“Ketika terjadi hal itu, siapa yang bertanggung jawab dan akan menjamin kehidupannya,” tanya Yuliana Numberi.
Oleh sebab itu, harap dia, aspek dan pertimbangan ini bisa menjadi penilaian di pengadilan. “Kasus TPPO itu pelanggaran HAM. Kalau korban dijadikan pekerja seks, itu bukan pekerjaan yang layak untuk seorang perempuan. Itu sama saja merampas secara paksa kehormatan perempuan,” tandas Yuliana Numberi. [AND-R1]


















