Manokwari, TP – Pusat Riset Kependudukan, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), serta Badan Pusat Statistik (BPS) Papua Barat, melakukan riset tentang ekonomi hijau di beberapa daerah di Indonesia, termasuk di wilayah Papua dan Papua Barat.
Kepala Organisasi Riset Ilmu Pengetahuan Sosial Humariora (IPSH) BRIN, Ahmad Najib menerangkan, pihaknya telah melakukan riset di 34 provinsi di Indonesia, tentang praktek-praktek ekonomi hijau di tingkat komunitas, dan tingkat rumah tangga.
Dia menjelaskan, penelitian tentang ekonomi hijau ini merupakan penelitian kualitatif terbesar di Indonesia dengan bekerjasama antara Badan Riset Inovasi Nasional (BRIN) dan Badan Pusat Statistik.
Disebutkannya, untuk tanah Papua, penelitian dilakukan di Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat, dengan fokus wilayah di Provinsi Papua meliputi; Kabupaten Kerom, Kabupaten Nabire, dan Kabupaten Jayapura.
Sedangkan, wilayah Provinsi Papua Barat fokus di tiga daerah meliputi; Kabupaten Fakfak, Kabupaten Raja Ampat, dan Kabupaten Manokwari Selatan.
Lebih lanjut diungkapkan, secara nasional hasil riset ekonomi hijau ditemukan sebagai kegiatan ekonomi, kegiatan produksi yang memiliki tujuan untuk melanjutkan kelestarian lingkungan dan memperkuat keadilan sosial, memupuk semangat solidaritas, gotong royong, sosial, sehingga tidak ada satupun yang ditinggalkan dalam ekonomi.
“Kami merumuskan bahwa ekonomi hijau adalah kegiatan ekonomi yang bertujuan untuk melanjutkan kelestarian lingkungan dan juga didasari oleh nilai-nilai spiritualitas yaitu, seperangkat nilai kepercayaan yang dimiliki secara personal maupun kolektif yang menggerakan masyarakat untuk menjaga lingkungan,” bebernya kepada wartawan dalam Disemenasi Hasil Kajian Kualitatif Long Form Sensus Penduduk 2020, di Aston Niu Manokwari, belum lama ini.
Lebih lanjut, dibeberkannya, di Papua pihaknya menemukan satu dimensi bahwa ekonomi hijau memiliki aspek-aspek yaitu, aspek kebudayaan, kependudukan, dan aspek tradisonoal.
Menurutnya, aspek kependudukan sebagai pendukung ekonomi hijau, dimana banyak generasi muda yang menjadi lokal bioner atau kelompok muda yang menggerakan asktivitas eknomi hijau, memperkuat solidaritas sosial, inklusi sosial, dan menjaga keberlanjutan komunitasnya.
Aspek lain yang mendukung ekonomi hijau yakni, penggunaan teknologi tepat guna, seperti di bidang pertanian sudah menggunakan pupuk organik. Selain itu, peran perempuan di dalam menggerakan ekonomi hijau.
“Faktor kearifan tradisional bahwa ekonomi hijau di 34 provinsi, masih didukung kearifan lokal, artinya masih ada fungsi positif pengetahuan yang diwariskan dari generasi ke generasi yang berfungsi mengatur dan mengolah sumber daya alam, dan ini berbeda dengan negara lain di eropa,” jelasnya.
Kepala BRIDA Papua Barat, Charlie Heatubun menambahkan, sejalan dengan pembangunan berkelanjutan di Provinsi Papua Barat, ekonomi hijau merupakan upaya yang juga untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat adat.
Menurutnya, ekonomi hijau di wilayah Papua Barat, sangat efektif karena dengan mengembangkan komoditas hijau lokal unggulan daerah membawa perubahan.
“Misalnya kita bisa lihat pengembangan kakao di Ransiki, masyarakat sekarang sudah mengetahui bahwa dengan bertani, berkebun kakao merupakan investasi masyarakat, tabungan mereka, sehingga kita tinggal lihat bagaimana meningkatkan untuk nilai tambah,” jelas Heatubun.
Dirinya menilai, komoditas yang dihasilkan di Papua Barat, tataniganya masih menjadi masalah karena sangat jauh untuk mencapai pasar.
“Kalau bisa dijual mencapai pasar, tentunya harus membuat komoditas kita mempunyai nilai yang sangat tinggi, sehingga harga, transport, dan lainnya bisa mencapai pasar bisa tercapai dengan nilai yang tinggi,” ungkap Heatubun.
Dirinya menambahkan, upaya-upaya itu, yang sedang dilakukan untuk Kabupaten Fakfak, Raja Ampat, dan juga Kabupaten Manokwari Selatan, Teluk Wondama. [SDR-R4]