Manokwari, TABURAPOS.CO – Salah satu praktisi hukum di Manokwari, Provinsi Papua Barat, Metuzalak Awom, SH mempertanyakan kelanjutan sejumlah kasus dugaan penyalahgunaan bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi jenis Solar yang ditangani penyidik Polda Papua Barat.
Pasalnya, penyidik telah menetapkan nama-nama para tersangka dan mereka sempat menjalani penahanan, tetapi sampai sekarang, kasus yang melibatkan sekitar 7 sampai 8 tersangka tak kunjung dinaikkan ke Pengadilan Negeri (PN) Manokwari untuk disidangkan.
“Ibaratnya seperti ikan paus, jauh atau lama baru muncul lagi. Itulah model penegakkan hukum di Papua Barat,” sesal Awom kepada Tabura Pos via ponselnya, Kamis (10/11).
Dikatakannya, apabila memang baru 1 kasus saja yang dilimpahkan ke PN Manokwari sepanjang 2022 dari 8 sampai 9 tersangka berdasarkan pengungkapan pihak kepolisian, tentu akan memunculkan pertanyaan, kesulitannya di mana?
“Sehingga belum menaikkan kasus-kasus dugaan penyalahgunaan BBM bersubsidi itu ke pengadilan. Pasti alasannya kurang bukti dan kalau kurang bukti, ya harus hati-hati. Kalau melakukan penahanan lebih dari masa waktu yang diatur KUHAP, pasti akan menimbulkan masalah baru,” jelas mantan anggota DPRD Kabupaten Manokwari ini.
Apabila kondisi itu yang terjadi, lanjut Awom, tentu akan menimbulkan kesan seakan-akan para oknum penegak hukum menganggap kasus-kasus itu seperti hal biasa saja. Padahal, mereka sudah diberi amanat besar oleh negara, juga harus takut akan Tuhan yang memberikan amanat tersebut.
“Mau ikut tes mereka berdoa agar Tuhan menjadikan manusia yang baik untuk penegakkan hukum, tetapi setelah jadi, kompromi-kompromi yang terjadi,” ujarnya.
Sedangkan terkait permintaan Penjabat Gubernur Papua Barat, Paulus Waterpauw agar Kapolda Papua Barat, Irjen Pol. Daniel T.M. Silitonga menertibkan antrean panjang di SPBU, Awom menilai, sebenarnya itu sangat simpel.
Dikatakannya, pengawasan terhadap BBM subsidi di SPBU, jangankan aparat kepolisian dan pihak berwajib lainnya, masyarakat awam pun bisa melihat dan mengetahuinya secara langsung.
Dirinya tidak menampik juga bahwa keberadaan kendaraan bermotor berplat nomor luar Papua Barat, tentu saja akan mengurangi jatah BBM subsidi untuk masyarakat Papua Barat yang berhak menerima akibat diambil kendaraan bermotor berplat luar daerah.
“Maka, hari ini masyarakat dengan cara sendiri mengambil BBM secara brutal, karena kendaraan di sini yang semestinya mendapat jatah Pertalite, terpaksa harus mengisi Pertamax,” ungkapnya.
Ia memaparkan, perhitungan kuota BBM bersubsidi tentu saja berdasarkan jumlah penduduk dan kepemilikan kendaraan bermotor di daerah ini.
Oleh sebab itu, Awom berharap aparat penegak hukum tidak berpura-pura atau masa bodoh lagi, karena ketika kendaraan bermotor turun dari kapal pasti dilakukan pengecekan surat-surat kendaraan.
“Pertanyaannya, kenapa banyak kendaraan bermotor dari luar daerah di sini,” katanya dengan nada tanya.
Menurut Awom, dengan kondisi itulah, bukan hanya satu aspek saja yang kekurangan, yakni BBM bersubsidi saja, juga terjadi kepadatan lalu lintas dan membuat kecelakaan di mana-mana.
“Baru bikin diri kaget seakan-akan itu masalah laka lantas atau kehendak Tuhan. Sebenarnya hal-hal seperti itu diambil langkah-lah atau anggota kita masih kurang? Bagian ini yang harus dijelaskan,” pinta Awom.
BACA JUGA: Manokwari Selatan, Salah Satu Daerah di Papua Barat Menjadi Fokus Riset Ekonomi Hijau
Dirinya menegaskan, penertiban kendaraan bermotor berplat nomor luar daerah, seharusnya tidak hanya dilakukan di SPBU, tetapi juga di pintu-pintu masuk Papua Barat, terutama di pelabuhan laut.
Diutarakannya, sesungguhnya pelanggaran itu tidak hanya pada kendaraan yang tidak mempunyai surat yang lengkap, tidak memasang kaca spion, dan sebagainya, tetapi ada juga kejahatan yang terjadi memakai kendaraan berplat nomor luar daerah yang tidak terdaftar, sehingga sulit dilacak.
“Kalau ada kendaraan bermotor dengan nomor polisi dari luar daerah yang masuk ke Papua Barat harus dikembalikan atau diamankan. Suratnya diproses supaya kendaraannya bisa terdaftar di daerah ini,” pungkas Awom. [FSM-R1]