Manokwari, TP – Kementerian Keuangan dan Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia memberikan waktu selama 13 hari kepada Pemerintah Provinsi (Pemprov) Papua Barat untuk memperbaiki dan melengkapi catatan evaluasi APBD Papua Barat TA 2023.
Memanfaatkan waktu tersebut, Pj. Gubernur Papua Barat, Paulus Waterpauw bersama Tim Inflasi Pemerintah Daerah (TIPD) Papua Barat, Kamis (12/1/2023) melakukan inspeksi mendadak (sidak) sekaligus mendata persoalan dari beberapa lokasi tentang potensi pengembangan hasil perikanan laut. Diantaranya di Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI), Pasar Ikan Sanggeng, Manokwari dan Pasar Ikan Wosi.
Waterpauw bersama TIPD didampingi oleh Ketua Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Wilayah Papua Barat, Ferry Aupari dan pengurus meninjau pabrik pembuatan es batu yang berada di lingkungan PPI Pasar Ikan Sanggeng dan col storage. Selanjutnya, meninjau aula pertemuan dan Kantor PPI Pasar Ikan Sanggeng, ke Pasar Wosi dan Balai Latihan Komperasi UMKM Provinsi Papua Barat.
Waterpauw mengatakan, pengembangan pengelolaan potensi laut menjadi perhatian besar dalam kepemimpinannya tahun ini. Oleh karenanya, perlu melihat langsung sejumlah infrastruktur maupun sarana dan prasarana pendukungnya karena akan menjadi bahan evaluasi pada rapat berikutnya.
Apalagi, sebutnya ada sebagian yang menjadi aset kabupaten, dan ada pula yang diintervensi oleh provinsi. “Ternyata banyak persoalan yang terjadi di PPI Pasar Sanggeng, baik pasar ikan, pabrik pembuatan es batu, termasuk kuota BBM bagi masyarakat nelayan. Ini baru Manokwari, belum lagi kita bicara terkait masyarakat nelayan di Kaimana, Fakfak Teluk Wondama, Teluk Bintuni dan lainnya,” ujar Waterpauw.

Sejumlah persoalan yang ditemukan dalam sidak akan menjadi isu penting dalam rapat evaluasi dan menjadi modal dalam mengambil kebijakan pada penyusunan anggaran.
“Kebijakan itu kita susun secepatnya untuk anggaran tahun 2023. Jadi ada ruas-ruas kehidupan yang bisa didapati dari pedagang, para nelayan dan juga pihak terkait,” imbuhnya.
Ketua HNSI Wilayah Papua Barat, Ferry Aupari menyampaikan apresiasinya. Baru kali ini Gubernur mengunjungi pasar ikan dan melihat langsung kondisi yang dialami masyarakat nelayan maupun pedagang ikan.
Menurutnya, ada dua hal yang sangat krusial dalam dunia nelayan. Pertama menyangkut BBM dan kedua rantai dingin yang meliputi, pabrik es, ABF dan cold storage.
Selama ini, klaim dia, ikan hasil tangkapan para nelayan dapat terjual dan mempunyai mutu harga yang tinggi apabila sistem pengawetan dan mutu ikan dapat terjaga dengan baik. “Kondisi PPI hari ini seperti yang sudah dilaporkan ke gubernur. Semua dalam kondisi rusak total dan tidak dapat beroperasi,” jelas Auparay.
Selaku Ketua HNSI Papua Barat, Auparay mengatakan telah menyurati Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Papua Barat. hasilnya, DKP Papua Barat menyetujui dan membuat kerja sama operasional (KSO) dan akan ada pihak ketiga yang mengelolanya.
BACA JUGA : https://taburapos.co/2023/01/13/penggunaan-produk-dalam-negeri-papua-barat-melebihi-target/
“Semua sudah berjalan 3 sampai 4 bulan dan semua alat-alat yang rusak sudah didatangkan dari Jakarta. Kita rencana awal tahun ini pabrik es batu sudah operasi. Tapi kendala kita ada dua, pertama terkait suplay listrik, utang listrik pada perikanan yang hampir mencapai 40 juta rupiah. Kita sudah koordinasi ke PLN tapi yang berwenang adalah Pemprov Papua Barat,” ungkap Auparay.
Persoalan lainnya, ungkap Auparay, adanya pemalangan dari pemilik hak ulayat karena masih ada proses kepemilikan tanah di pemerintahan sebelumnya. “Kami sebagai pengelola tidak paham, biarlah pemerintah daerah yang berkoordinasi dengan pemilik hak ulayat agar persoalannya dapat diselesaikan. Kalau dua hal ini diselesaikan, maka saya pikir kita sudah bisa berjalan,”pungkasnya. [FSM-R3]