Bintuni, TP – Pertemuan finalisasi kajian akademik percepatan calon daerah otonomi baru (DOB) Provinsi Papua Barat Tengah, berlangsung selama 2 hari di Fakfak, 28 Februari – 01 Maret 2023.
Pertemuan dipusatkan di Gedung Wintder Tuare Fakfak ini, berlangsung alot saat penentuan ibukota sementara calon DOB Provinsi Papua Barat Tengah.
Hal itu disebabkan aspirasi dari masyarakat adat 7 suku Teluk Bintuni yang menghendaki ibukota calon DOB PBT agar ditempatkan di Bintuni kurang mendapatkan dukungan. Sehingga peserta dari Bintuni memilih walk out dari ruang pertemuan.
Pertemuan itu diikuti langsung 4 Bupati yaitu, Bupati Teluk Bintuni, Teluk Wondama, Kaimana dan Fakfak.
Juga diikuti anggota DPR Provinsi Papua Barat Fraksi Otsus, pimpinan dan anggota DPRD keterwakilan dari 4 kabupaten, para ketua LMA, tokoh pemuda, para raja, tokoh agama serta tokoh perempuan.
Dalam pertemuan itu diisi dengan sejumlah agenda, salah satu presentasi kawasan pembangunan ibukota DOB, penyerahan rekomendasi tentang pertimbangan penetapan ibukota provinsi Papua Barat Tengah, dengar pendapat dari para ketua LMA, para kepala suku, tokoh adat, tokoh perempuan serta tokoh agama.
Berdasarkan rekomendasi yang diserahkan oleh lembaga masyarakat adat 7 suku Teluk Bintuni tentang penetapan ibukota Bomberay Raya atau calon DOB Provinsi Papua Barat Tengah itu harus berada di wilayah kabupaten Teluk Bintuni.
Dalam rapat tersebut, pemerintah daerah kabupaten Teluk bintuni, DPRD dan Lembaga Masyarakat Adat 7 Suku Teluk Bintuni dan peserta dari Bintuni yang hadir dalam pertemuan tersebut sempat melakukan Walk Out atau meninggalkan ruang pertemuan.
Bupati Teluk Bintuni, Dr. Ir Petrus Kasihiw, MT, saat dikonfirmasi wartawan Rabu (01/03/2023) menjelaskan bahwa delegasi Bintuni yang hadir dalam pertemuan tersebut sangat menghargai pendapat semua pihak.
“Yaitu tidak hanya pendapat pemerintah tetapi juga pendapat masyarakat adat. Dimana sejak kami merencanakan keluar dari Bintuni menuju Fakfak. Itu sudah ada pertemuan antara pemerintah yang langsung diwakili Bupati, DPRD dan juga Lembaga masyarakat adat 7 Suku Bintuni.
Rekomendasi yang dihasilkan dalam pertemuan itu kami akan menjadikan acuan yang dilakukan di Fakfak. Sehingga kami semua tidak keluar dari kesepakatan yang sudah final melalui pemerintah daerah dan Lembaga Masyarakat Adat 7 Suku,” terangnya.
Bupati Bintuni 2 periode itu juga mengatakan bahwa hingga hari ini belum ada perkembangan lebih lanjut, sebagai daerah yang ikut bersepakat kita tentunya punya tawaran-tawaran.
“Dan tawaran tersebut sudah disampaikan oleh ketua LMA tujuh suku saat kegiatan berlangsung bahwa Bintuni harus menjadi ibu kota DOB Provinsi Papua Barat Tengah itu.
Pemerintah Daerah akan kembali melakukan musyawarah bersama masyakat kabupaten Teluk Bintuni. Sehingga dengan dasar tuntutan itu pemerintah daerah tetap menghargai hak-hak masyakat adat termasuk mendengar apa yang menjadi harapan masyakat di Bintuni,” papar Bupati Kasihiw.
Sementara itu hal yang sama juga disampaikan oleh Wakil Ketua II DPRD Kabupaten Teluk Bintuni Abraham Pongtuluran. S.Sos bahwa sesuai dengan pokok pikiran masyarakat 7 Suku Kabupaten Teluk Bintuni mengenai Daerah Otonomi Baru Provinsi Papua Barat Tengah itu agar penempatan ibu kota sementara Calon DOB Papua Barat Tengah itu di Bintuni.
“Maka kami dari DPRD Teluk Bintuni sangat mendukung itu,” ujar Wakil Ketua II DPRD Bintuni itu.
Selain itu Ketua LMA 7 Suku Teluk Bintuni Marten Wersin juga menegaskan bahwa komitmen hasil rekomendasi yang sudah pihaknya sampaikan.
“Maupun aspirasi yang sudah kami bacakan itu adalah aspirasi dari masyakat adat 7 Suku di Teluk Bintuni.
“Kami mendukung pemekaran DOB Provinsi Papua Barat Tengah itu namun perlu menghargai pendapat masyarakat adat, sehingga kami memilih Walk Out untuk kembali mengadakan pertemuan dengan masyakarat adat 7 Suku,” pungkasnya.
Informasi yang diterima media ini, meski peserta dari Teluk Bintuni sempat walk out namu pertemuan itu berhasil dengan menghasilkan 8 poin kesepakatan. [ABI-R4]