Manokwari, TABURAPOS.CO – Aktivis perempuan di Papua Barat dan praktisi hukum yang ada di Manokwari menyesalkan kejadian tersebut dan menganggap kasus pengeroyokan dan pembakaran menjadi salah satu perbuatan melawan hukum.
Kedua aktivis inipun meminta agar aparat Kepolisian segera mengusut tuntas kejadian tersebut. Sebab, soal isu penculikan anak yang belakangan ini beredar cukup meresahkan masyarakat.
Kapolresta Sorong Kota, Kombes Pol Happy Perdana Yudianto melalui Kabid Humas Polda Papua Barat, Kombes Pol Adam Erwindi pada siaran persnya di grup WahtsApp pada, Selasa (24/01) membenarkan perihal tersebut.
Kabid Humas mengungkapkan, peristiwa pengeroyokan dan pembakaran dilakukan oleh sekelompok warga dengan korban seorang perempuan yang belum diketahui identitasnya.
Menurutnya, pada saat kejadian korban sempat diamankan oleh anggota Bhabinkamtibmas, namun amukan massa tidak mampu dibendung karena jumlah massa yang terlalu banyak. Hingga akhirnya, nyawanya tidak mampu diselamatkan dan di nyatakan meninggal dunia.
Mengenai dugaan terhadap korban penculikan anak sampai saat ini masih di dalami. Polisi juga menegaskan akan memproses pelaku yang main hakim sendiri terhadap orang yang belum pasti statusnya sebagai pelaku penculikan.
Kabid Humas mengimbau kepada masyarakat Papua Barat untuk tidak termakan isu penculikan anak.
“Bila terjadi kejadian seperti ini akan ada konsekuensi hukum sendiri kepada massa yang membakar korban tersebut. Semoga kejadian seperti ini tidak terjadi lagi,” ungkapnya.
Kabid Humas mengaku korban meninggal di rumah sakit dan nama korban juga masih di dalami.
Aktivis Perempuan Papua Barat, Yuliana Numberi, mengatakan penganiayaan di Sorong yang berujung pada pembakaran terhadap seorang wanita bisa jadi karena akibat dari konstruksi patriarki oleh seorang laki-laki yang tidak bertanggungjawab.
Apabila memang terlibat dalam jaringan aksi penculikan anak yang dikaitkan penyebab kejadian pengeroyokan dan pembakaran seyogyanya dia hanyalah korban oleh kepentingan laki-laki karena ekonomi.
“Saya selaku aktifitas perempuan melihat kejadian sangat menyesalkan karena kenapa negara tidak melihat perempuan sebagai bagian penting yang harus dilindungi dari semua tindakan kejahatan kemanusiaan,” kata Yuliana saat dikonfirmasi Tabura Pos melalui telpon selulernya.
Menurutnya, perempuan menjadi orang paling gampang diprovokasi untuk dibawah dan diperbudak dengan perbuatan yang melanggar hukum.
Untuk itu negara juga harus bertanggungjawab dengan masalah yang menimpa perempuan tersebut yang memiliki hak untuk hidup.
“Bisa juga kejadian ini dampak akibat dari negara tidak pernah melihat rakyat punya kebutuhan dan masalah yang ada di masyarakat,” ujarnya.
Negara harus mengetahui, bahwa perempuan adalah pemberi kehidupan sehingga negara wajib memberikan perlindungan dari segala aspek kehidupan.
Langkah hukum yang harus dilakukan polisi yakni, melakukan penyelidikan, meminta keterangan lebih lanjut terkait asal muasal kejadian ini. Sehingga, aparat kepolisian harus melihat bahwa amukan massa itu terjadi karena ada rasa ketakutan yang dialami oleh warga itu sendiri sehingga akhirnya masyarakat mengambil tindakan tindakan ceroboh atau main hakim sendiri.
“Kedepan penting dilakukan sosialisasi pendidikan hukum. Jangan masalah ini terjadi kemudian menyalahkan masyarakat padahal kita rendah dalam memberikan sosialisasi pendidikan hukum kepada masyarakat,” terang Yuliana seraya meminta kejadian tersebut diusut tuntas penyebab sebenarnya.
“Jangam sampai isu penculikan anak ini hanya pengalihan isu untuk kasus lainnya di tanah papua. Polisi diharapkan tetap mengusut kejadian tersebut termasuk mengusut kasus-kasus yang ada di tanah Papua,” tandasnya.
salah Aktivis perempuan di Papua Barat, Agnes Tuto saat dikonfirmasi Tabura Pos melalui telpon selulernya juga mengatakan hal serupa.
Selaku aktifis perempuan, Ia turut berduka cita atas kejadian tersebut dan sangat menyayangkan aksi main hakim sendiri yang dilakukan masyarakat.
Agnes menjelaskan Isu penculikan anak sudah beredar luas di masyarakat dan seharusnya pihak yang berwajib sudah bisa mewanti-wanti dan memberikan pemahaman kepada masyarakat umum, mengedukasi masyarakat agar jangan sampai mendengar isu dan secara spontanitas menghakimi orang tanpa mencari tahu kebenaran isu tersebut.
“Jujur saya melihat videonya ditelanjangi lalu dibakar, saya merasa sangat sedih. Sebegitukah masyarakat kita sadar hukum, ini kesalahan siapa sebenarnya,” tanya Agnes.
Sebelum kejadian ini, pinta Agnes seharusnya aparat wajib mengantisipasi isu yang berkembang sebagaimana tugasnya untuk menegakkan keamanan dan ketentraman bagi masyarakat.
Menurut Agnes, aparat Kepolisian memiliki peran penting untuk mengedukasi dan memberikan pemahaman tentang hukum dampak dari tindakan atau perbuatan masyarakat.
Jika dilihat kejadian di Sorong, ada sejumlah massa melakukan pengeroyokan artinya ada pergerakan dan aparat Kepolisian harus mencari tahu siapa aktor atau dalang yang memprovokasi sehingga terjadi peristiwa tersebut.
“Saya sedih ini sangat miris. Perempuan sebagai seorang ibu ditelanjangi lalu dibakar saya sangat sedih. Sebagai aktivis perempuan saya mengutuk keras aksi main hakim sendiri ini,” tegasnya.
Agnes meminta, polisi harus segera mengidentifikasi korban dan mencari tahu sumber persoalan, dan siapa dalang dari aksi pembakaran korban.
“Kita harus cari tahu korban ini keluarganya siapa. Ini tidak bisa dibiarkan kalau dibiarkan bisa saja kembali terjadi kejadian serupa. Kepada masyarakat saya berharap agar masyarakat dapat mengecek kebenaran informasi yang beredar dan sumbernya dari mana. Jangan melihat berita lalu hanya meneruskan itu juga berpotensi menimbulkan masalah. Saya mengutuk keras kejadian ini,” pungkasnya.
Praktisi Hukum juga selaku Direktur Eksekutif Lembaga Penelitian, Pengkajian dan Pengembangan Bantuan Hukum (LP3BH) Manokwari dan juga selaku Advokat Pembela Hak Asasi Manusia (HAM) di Tanah Papua, Yan C Warinussy juga mengaku menyesalkan aksi main hakim tersebut.
BACA JUGA:
Menurut Warinussy tindakan tersebut adalah perbuatan melawan hukum (Onrechtmatige daad). Sehingga sesuai amanat Pasal 5 ayat (1) Undang Undang Nomor 18 Tentang Advokat selaku Penegak hukum, Kapolresta Sorong agar segera menyelidiki dan menangkap para pelaku kejahatan tersebut dan menyidiknya hingga dibawa ke pengadilan untuk mempertanggungjawabkan perbuatan mereka secara hukum.
Warinussy juga mengingatkan semua warga masyarakat di Kota Sorong dan Provinsi Papua Barat maupun di seluruh tanah Papua bijak dalam bermedia sosial.
Apabila ada orang yang dicurigai sebagai pelaku perbuatan penculikan anak, tindakan yang benar adalah segera melaporkan kepada pihak berwajib (Polri) untuk menindaklanjuti.
“Saya mendesak Kapolda Papua Barat untuk memerintahkan jajarannya di Provinsi Papua Barat dan Papua Barat Daya untuk melakukan patroli dan pengamanan terkait informasi berkembangnya perbuatan penculikan anak tersebut demi teciptanya situasi Kamtibmas di tengah masyarakat,” harapnya. [AND-R3]