
Manokwari, TP – Akademisi Universitas Papua (Unipa) Manokwari, Paulus Boli menegaskan, akan banyak faktor yang timbul apabila terumbu karang di suatu areal mengalami kerusakan cukup berat.
Hal ini dilontarkannya, menanggapi insiden kecelakaan laut, dimana KM Mitra Mulia diduga menabrak terumbu karang di Reef 2 Imuni, Teluk Doreri, Manokwari, Minggu (17/9).
“Ada banyak kerugian yang timbul akibat kerusakan terumbu karang. Secara fisik terumbu karang berfungsi menahan gelombang,” ungkap Boli kepada Tabura Pos di Fakultas Pascasarjana Unipa, Senin (25/9).
Secara biologis, lanjut dia, karang berfungsi sebagai tempat berlindung, berkembang biak, dan mencari makan, dimana fungsi itu akan hilang ketika terumbu karang mengalami kerusakan.
Di samping itu, ia menjelaskan, ada juga dampak sosial, dimana hasil tangkapan masyarakat setempat akan berkurang dibandingkan biasanya.
Menurut dia, terumbu karang menjadi salah satu pilihan destinasi wisata yang menarik bagi wisatawan. Kalau karangnya rusak, kata dia, tidak ada kunjungan turis, akhirnya berdampak pada income tour guide, jasa penginapan, transportasi laut maupun darat dan tidak ada pemasukkan lagi bagi daerah.
“Inilah kerugian jangka panjang yang kita lihat,” kata Boli yang juga Kepala Program Studi Sumber Daya Akuatik, Pasca Sarjana Unipa Manokwari ini.
Ditanya waktu yang dibutuhkan agar karang yang rusak kembali normal, Boli mengatakan, pertumbuhan karang bisa dilihat dari jenis, seperti karang branching membutuhkan waktu 10-20 tahun untuk tumbuh mencapai kondisi normal.
Sedangkan karang massif, lanjut dia, agak berat, karena membutuhkan waktu 30 tahun, bahkan lebih untuk tumbuh normal lagi, kecuali ada intervensi dengan penanaman karang.
“Kebetulan informasi yang saya dapat, jenis karang yang ditabrak adalah karang api dan ada juga jenis karang lain. Untuk mengetahui persis kerusakan karang, perlu kita lakukan perhitungan kembali,” kata Boli.
Diterangkannya, misalnya areal yang diperkirakan rusak sekitar 80 meter, tentu tidak semua areal tersebut ditumbuhi terumbu karang, maka akan dilihat lagi dari awal arealnya.
“Pastinya tidak seratus perse terumbu karang di areal yang diperkirakan itu rusak. Pastinya 50-60 persen kerusakan. Nah, dari tingkat kerusakan, akan dihitung kerugian yang timbul, karena tingkat kerugian akan dilihat dari fungsi ekologi, ekonomi, pariwisata, sosial, dan fungsi budaya,” pungkas Boli. [FSM-R1]