Ransiki, TP – Warga Abreso, Distrik Ransiki, Kabupaten Manokwari Selatan (Mansel) melakukan pemalangan jalan di seputaran bundaran Abreso, Selasa (5/12) sekitar pukul 08.00 WIT.
Pemalangan dipicu kemarahan warga Abreso atas dugaan tindakan penganiayaan yang dilakukan 3 oknum anggota TNI-AD terhadap korban, Yunus Bondopi Kawey, sekitar sejam sebelum dilakukan pemalangan jalan.
Max Kawey, paman dari Yunus Bondopi Kawey meminta, pihak keamanan menyelesaikan persoalan penganiayaan yang diduga dilakukan 3 oknum anggota TNI-AD ini, secara adat dan juga secara hukum positif.
Awal kejadiannya, dijelaskan Kawey, korban Yunus yang juga merupakan keponakannya baru saja mengantar anak sekolah dengan mengendarai sepeda motor.

Namun saat dijalan korban diduga mengantuk akibat begadang, dan terjatuh dengan sepeda motor yang dikendarai tepat di depan Masjid Kampung Ambon.
Saat bersamaan, muncul 3 oknum anggota TNI-AD yang juga mengendarai sepeda motor. Namun, bukannya menolong korban, 3 oknum anggota TNI-AD tersebut justru menganiaya korban.
Menurut Kawey, korban dianiaya dengan cara disepak dibagian kepala dan ditendang dibagian rusuk, terduga pelaku juga sempat mengejar korban hingga ke rumah warga sekitar dan menggunakan sangkur untuk mengancam pemilik rumah yang hendak melerai.
Akibat tindakan penganiayaan itu, korban Yunus harus dilarikan ke RSUD Elia Waran untuk mendapatkan penanganan medis, bahkan dikabarkan korban belum sadarkan diri.
Sementara itu, Kepala Suku Hatam, Bernard Mandacan, saat mendatangi lokasi pemalangan, meminta warga Abreso untuk tetap tenang dan menghargai unsur pimpinan daerah yang berkoordinasi untuk menyelesaikan masalah tersebut.
Meski begitu, Mandacan menegaskan, siapapun dia (orang) yang melakukan tindakan penganiayaan yang berdampak pada pemalangan, maka harus diadili.
“Secara adat nanti dibayar, secara hukum positif pelaku yang ketahuan bersalah harus dijatuhi sanksi, kalau itu anak Papua tentu sangat mengecewakan. Jantung sudah kami berikan, Tanah kami sudah berikan supaya anak-anak kami bisa jadi anggota TNI dan POLRI, jadi anak-anak Papua yang sudah punya pangkat jangan sombong dengan pangkat yang dimiliki,” ucap dia.

Mandacan menilai, tindakan seperti ini biasanya terjadi dipengaruhi oleh miras.
Dirinya pun dengan tegas meminta agar seleksi TNI dan Polri jalur Otsus dikemudian hari harus melibatkan Dewan Adat, supaya bisa memberikan pandangan dan pertimbangan terhadap anak-anak Papua yang mengikuti seleksi, supaya mereka yang lolos nantinya bisa benar-benar mengabdi kepada masyarakat.
“Kapolres dan Dandim, kita harus galang masyarakat dan kepala kampung untuk membasmi miras,” tukas Mandacan.
Dandim 1808 Mansel, Letkol Arm. Adin Suroyo yang mendatangi lokasi pemalangan, menyampaikan permohonan maaf kepada pihak keluarga korban dan warga Abreso atas tindakan tidak terpuji yang diduga dilakukan 3 oknum anggota TNI-AD.

Menurut dia, 2 terduga pelaku penganiayaan yakni anggota TNI-AD sudah diamankan pihaknya di Markas Komando, sedangkan 1 terduga pelaku masih berada di Manokwari, tetapi dia sudah berkoordinasi dengan POM-AD di Manokwari untuk menahan terduga pelaku.
Sebagai Komandan Komando Distrik Militer, dia mengaku, akan menindaklanjuti kejadian itu dan amankan 3 oknum TNI-AD untuk diproses secara hukum.
Dirinya pun menyatakan, soal anggota TNI-AD yang masuk melalui jalur otsus terkadang berada pada posisi dilema, karena sudah diberikan kesempatan untuk mengabdi sebagai anggota TNI-AD tetapi justru tidak dapat mengendalikan diri, malahan melakukan tindakan-tindakan yang mengecewakan masyarakat.
Pantauan Tabura Pos, palang di bundaran Abreso akhrinya dibuka sekitar pukul 11.18 WIT. setelah Dandim 1808 Mansel, Letkol Arm. Adin Suroyo, Kapolres Mansel, AKBP Eliantoro Jalmaf, Kepala Suku Hatam, Bernard Mandacan, bernegosiasi dengan pihak keluarga korban dan bersepakat untuk membuka palang dan akan dilanjutkan dengan proses adat dan hukum. [BOM-R3]