Manokwari, TP – Kepala Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Pertanian (BPPSDMP), Kementerian Pertanian (Kementan), Dedi Nursyamsi mengatakan, ancaman krisis pangan global akibat dampak Covid-19, perang Ukraina-Rusia, dan perubahan iklim ekstrim, El Nino yang belum selesai, membuat negara ekspor beras menghentikan pengiriman ke daerah lain untuk memastikan kebutuhan di negaranya.
Akibatnya, ketersediaan beras berkurang dan harga semakin naik. Untuk mengatasi dampak itu, solusinya melalui gerakan genjot produksi pangan nasional.
Gerakan itu mengedepankan padi dan jagung, termasuk di Papua Barat untuk memastikan ketersediaan stok pangan di seluruh pelosok Indonesia.
Dijelaskannya, jagung dan padi dikedepankan, karena saling berkaitan, dimana padi menjadi konsumsi masyarakat dan jagung bisa menjadi pakan ternak.
Ia menerangkan, gerakan ini tidak terlepas dari peran serta penyuluh pertanian, untuk memberikan pembinaan agar bisa mendampingi petani mengatasi kendala dalam peningkatan produksi.
“Kita melakukan pembinaan kepada penyuluh pertanian, termasuk petani millennial di Papua Barat. Pembinaan dilakukan sejak akhir tahun lalu dan akan berlanjut terus,” katanya kepada para wartawan di Aula Polbangtan Manokwari, Sabtu (27/1).
Diungkapkannya, sampai Februari 2024, Indonesia mengimpor 3,5 juta ton beras, termasuk Manokwari mengimpor beras dari Makassar dan Surabaya.
“Ke depan itu tidak boleh terjadi. Minimal Manokwari harus mampu menyediakan beras, jagung, menyediakan pangan untuk warganya sendiri,” harapnya.
Lanjut dia, jika pupuk mahal, maka bisa membuat pupuk organik, pupuk hayati, pupuk kompos, dan pestisida nabati, sehingga petani tidak tergantung pada pupuk kimia dan tidak tergantung pada pestisida kimia.
Direktur Polbangtan Manokwari, Purwanta menambahkan, peran pihaknya menyediakan peningkatan kapasitas petani dari sisi pengetahuan dan ketrampilan, dalam tata cara berbudidaya secara baik. [SDR-R1]