Manokwari, TP – Terdakwa berinisial JCSC, yang tersangkut perkara dugaan pengancaman dan pemerasan dengan foto telanjang terhadap seorang bupati, membacakan pembelaan secara langsung.
Dalam pembelaan, JCSC menyampaikan permohonan maaf atas perbuatannya yang melanggar hukum, terutama telah menyakiti hati korban sang bupati, keluarga besar korban, bahkan menyakiti hati keluarga terdakwa sendiri.
“Saya menyampaikan permohonan maaf kepada bapak dan istri,” tutur JCSC dalam sidang beragenda pembelaan yang dipimpin ketua majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Manokwari, Berlinda U. Mayor, SH, LLM didampingi hakim anggota, Dr. Markham Faried, SH, MH dan Rakhmat F. Timur, SH, Jumat (16/2/2024) pagi.
Diutarakan JCSC, dia merupakan orangtua tunggal dan seorang putra yang selalu mengharapkan kehadirannya. Kesedihan tidak terbendung lagi, setelah terdakwa mengatakan, anaknya terus mengonsumsi obat dan tidak tahu kapan akan sembuh.
“Anak saya sekolah di sekolah luar biasa (SLB, red), sehingga membutuhkan kehadiran saya. Putra saya tidak lagi merasakan pelukan dan kasih saya,” ujar JCSC dengan isak tangis.
Ia membeberkan, setiap kali menelpon anaknya dari Manokwari, anaknya tidak mau berbicara, hanya bertanya kapan mamanya akan pulang. Lanjut JCSC, ketika video call, anaknya justru menunjukkan handphone ke anjing peliharannya, karena mamanya tidak pulang-pulang.
“Majelis hakim yang mulia, kiranya izinkan saya membalas kebaikan orangtua saya, sampai ayah saya harus ke Manokwari untuk mendampingi saya dan tidak bekerja lagi. Ibu saya terpaksa bekerja membiayai keluarga dan ayah saya selama di Manokwari,” tambah terdakwa.
Dirinya pun menyampaikan permohonan maaf untuk sang ibu, karena telah melukai hati ibunya dan akibat perbuatannya, maka ayahnya tidak bekerja dan sang ibu terpaksa bekerja untuk memenuhi kebutuhan keluarga.
Oleh sebab itu, JCSC memohon majelis hakim bisa memberikan hukuman seringan-ringannya dan bersumpah tidak akan mengulangi perbuatannya. “Saya juga harap bisa menjalani hukuman di Lapas Kupang, sehingga bisa dekat dengan anak saya,” harap JCSC.
Di samping itu, terdakwa memohon majelis hakim tidak menyita salah satu rekeningnya yang masih ada uang sekitar Rp. 30-an juta, dari 2 rekening yang disita penyidik Polresta Manokwari pada 2 Oktober 2023 silam.
Selanjutnya, terdakwa pun menyerahkan pembelaan yang ditulis tangan pada secarik kertas ke ketua majelis hakim. Pada kesempatan itu, Berlinda Mayor memuji tulisan tangan dari terdakwa yang dinilainya sangat bagus.
Lebihi Tuntutan Perkara Korupsi
Sementara itu, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Manokwari, Ibrahim Khalil, SH, MH yang ditanya tentang tuntutan terhadap JCSC yang dinilai melebihi tuntutan perkara korupsi, mengatakan, tuntutan itu berdasarkan fakta-fakta di persidangan.
“Pada intinya, ada dua hal yang harus diketahui, selain dari segi materi yang dirugikan sesuai perhitungan uang yang ditransfer lebih kurang Rp. 400 juta. Uang tersebut, telah dinikmati saudari terdakwa,” kata JPU yang dikonfirmasi Tabura Pos di PN Manokwari, Jumat (16/2/2024) sore.
Kedua, sambung Ibrahim Khalil, kerugian nama baik bupati yang juga seorang public figure, diduga telah dicemarkan oleh terdakwa. “Menurut kami itu sudah sesuai perbuatan dengan tuntutan,” klaim JPU.
Sedangkan tentang pledoi atau pembelaan yang disampaikan penasehat hukum terdakwa JCSC, Yosep Malik, SH, meminta kliennya dibebaskan di dalam pledoinya?
“Ada hal yang harus kita ketahui. Pertama dari pembelaan, adanya pertentangan antara pembelaan dari terdakwa dan pledoi yang dibacakan penasehat hukum,” tandas Ibrahim Khalil.
Dikatakan JPU, di dalam pembelaan, terdakwa telah mengakui perbuatannya dan memohon keringanan hukuman dari tuntutan JPU. Sementara itu, lanjut dia, pledoi yang dibacakan penasehat hukum, meminta terdakwa dibebaskan, sehingga tidak sinkron antara kedua pendapat tersebut.
“Untuk itu, kami meminta majelis hakim menolak pembelaan atau pledoi yang dibacakan penasehat hukum yang bukan berdasarkan fakta dan analisa di pengadilan,” kata dia.
Ditanya soal uang sekitar Rp. 400 juta tersebut itu kan bukan ditransfer sang bupati sebagai korban, tetapi ada orang lain atau perantara yang disuruh sang bupati untuk mentransfer uang tersebut?
Ibrahim Khalil menjelaskan, berdasarkan fakta di persidangan, ada bukti transfer, tetapi memang berdasarkan fakta di persidangan, uang tersebut bukan ditransfer korban, dalam hal ini sang bupati.
“Ada bukti transfer yang mengalir kepada terdakwa. Bukan rekening korban (sang bupati, red), tapi ada yang mentransfer ke rekening terdakwa. Itu sesuai fakta di sidang lampau yang kita ikuti bersama,” tandas Ibrahim Khalil.
Secara terpisah, penasehat hukum terdakwa, Yosep Malik, SH membenarkan bahwa dalam pledoinya meminta majelis hakim untuk membebaskan kliennya.
“Karena, dia kan sudah meminta maaf, terus pak bupati juga sudah memaafkan dia,” tutur Yosep Malik yang dikonfirmasi Tabura Pos di PN Manokwari, Jumat (16/2/2024) sore.
Ditanya apakah hal itu tidak bertentangan dengan pembelaan terdakwa secara lisan, mengakui perbuatan dan memohon keringanan hukuman?
Ia menerangkan, berdasarkan sejumlah fakta hukum yang dilihatnya di persidangan, respon atau tanggapan dari korban, sang bupati, cukup bagus.
“Dia (sang bupati, red) juga sudah memaafkan. Jadi paling tidak, ya artinya hukuman itu jangan sampai lebih tinggi, kayak lima tahun-lah. Maka saya tadi minta supaya dipertimbangkan secara hukum. Itu alasan kami minta terdakwa dibebaskan,” jelas Yosep Malik.
Disinggung tentang tuntutan terhadap JCSC yang cukup mencengangkan dari JPU, pidana penjara selama 5 tahun dan denda Rp. 100 juta subsider tiga bulan kurungan, melebihi tuntutan perkara tindak pidana korupsi (tipikor)?
“Saya juga kaget setelah mendengar tuntutan dari JPU yang cukup tinggi. Ini kan kasus ITE, terus para pihak sudah saling memaafkan, terdakwa mengakui perbuatan dan sudah dimaafkan oleh korban. Itulah dasar kami penasehat hukum minta terdakwa dibebaskan,” tutup Yosep Malik.
Berdasarkan catatan Tabura Pos, JCSC tidak kuasa menahan tangis setelah mendengar tuntutan yang dibacakan JPU Kejari Manokwari di PN Manokwari, Kamis (15/2/2024) sore.
Seorang perempuan yang didakwa atas dugaan pelanggaran Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) dan atau dokumen elektronik yang memiliki muatan pemerasan dan atau pengancaman dengan korban seorang bupati, terus menangis dari dalam ruang sidang hingga ruang tunggu PN Manokwari.
Dalam tuntutannya, JPU menuntut terdakwa JCSC dengan pidana penjara selama 5 tahun penjara, denda Rp. 100 juta subsider 3 bulan kurungan.
Menurut JPU, JCSC terbukti melanggar dakwaan kesatu primer, Pasal 45 Ayat 4 jo Pasal 27 Ayat 4 UU No. 19 Tahun 2016 Atas Perubahan UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik jo Pasal 64 Ayat 1 KUHPidana.
Tuntutan JPU tersebut dibacakan dalam persidangan yang dipimpin majelis hakim yang diketuai, Dr. Markham Faried, SH, MH, didampingi hakim anggota, Berlinda U. Mayor, SH, LLM dan Rakhmat Fandika Timur, SH. [TIM2-R1]