Manokwari, TP – Direktur Eksekutif LP3BH Manokwari, Yan C. Warinussy, SH mengutuk keras perbuatan dan tindakan melanggar sila kedua Pancasila, Kemanusiaan yang Adil dan Beradab, oleh sejumlah oknum anggota TNI terhadap seorang warga sipil asli Papua.
Ia membeberkan, perbuatan biadab tersebut terekam dalam video yang beredar luas di media social (medsos) dan diviralkan berkali-kali.
Diakui Warinussy, memang belum jelas siapa oknum anggota TNI dan kesatuannya, locus delicti (tempat kejadian) maupun tempus delicti (waktu atau peristiwa tersebut).
Namun, selaku salah satu advokat dan pembela Hak Asasi Manusia (HAM), ia mendesak Presiden Joko Widodo (Jokowi) selaku kepala negara dan Panglima TNI agar memerintahkan agar dilakukan penyelidikan atau investigasi menyeluruh terhadap seluruh personil TNI yang diduga terlibat dalam peristiwa tersebut.
Dirinya menegaskan, investigasi mesti melibatkan Komnas HAM sebagai pemimpin utama investigasi dugaan pelanggaran HAM berdasarkan amanat UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM, UU No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM, dan Keputusan Presiden (Keppres) No. 50 Tahun 1999 tentang Komnas HAM.
“Menurut saya, dugaan perbuatan itu memenuhi unsur kejahatan terhadap kemanusiaan (crime against humanity) yang diatur dalam Pasal 7 huruf b UU No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM,” terang Warinussy dalam press release yang diterima Tabura Pos via WhatsApp, Jumat (22/3).
Lanjut Warinussy, bahkan perbuatan itu diduga keras cenderung terpenuhi pula kejahatan genosida sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf b Undang-undang Pengadilan HAM.
“Perbuatan para oknum pelaku tersebut pula seperti pagar makan tanaman yang dimaksudkan dalam halaman 39 dari buku Heboh Papua, Perang Rahasia, Trauma, dan Separatisme yang ditulis Amiruddin al-Rahab tahun 2010,” tambahnya.
Untuk itu, Warinussy meminta agar para pelaku dan komandannya, harus dipanggil untuk dimintai keterangan dan menjalani sanksi hukum paling berat dan diberhentikan secara tidak hormat sebagai anggota TNI.
Menurutnya, perbuatan para pelaku tersebut juga diduga keras melanggar prinsip negara hukum, Republik Indonesia, yakni persamaan di muka hukum (equality before the law) dan azas praduga tidak bersalah (presumption of innocent).
“Secara hukum, seseorang baru dianggap bersalah ketika terdapat putusan pengadilan yang berkekuatan tetap, yang menyatakan perbuatannya terbukti dan memiliki kekuatan tetap,” jelas Warinussy.
Oleh sebab itu itu, ia menilai, prinsip negara hukum dan pidana umum maupun prinsip hak azasi manusia, sudah jelas dilanggar oleh para pelaku, termasuk komandannya.
“Mereka mesti dipanggil untuk dimintai keterangan oleh Komnas HAM dan Polisi Militer (POM) sesuai tugas dan fungsi masing-masing,” pungkas Warinussy. [*FSM-R1]



















