Manokwari, TP – Puluhan pemuda yang mengatasnamakan mahasiswa menggelar aksi unjuk rasa di Jl. Gunung Salju, Amban, Manokwari, Senin (7/4/2025).
Dalam aksinya, para pengunjuk rasa melakukan orasi sembari membawa spanduk dan selebaran yang berisi aspirasinya. Spanduk yang dibawa terdapat sejumlah aspirasi, diantaranya:
Pertama, meminta untuk menutup PT Freeport Indonesia sebagai simbol kapitalis di tanah Papua dan berikan hak penentuan nasib sendiri.
Kedua, meminta mengusut tuntas pembunuhan pekerja-pekerja mogok yang dilakukan PT Freport secara sistemati dan perlahan, ketiga, meminta untuk menghentikan segala bentuk operasi militer atas nama investasi, dan keempat, menolak dengan tegas investasi RUU dan kembalikan TNI ke barak.
Pengunjuk rasa dalam orasinya, mengatakan, tanah Papua adalah tanah yang luas, di dalamnya terdapat sumber daya alam yang melimpah. Namun, kemudian sejumlah perusahaan masuk ke tanah Papua, lalu merusak alam Papua, mengeruk kekayaan alam yang ada, lalu dibawa tidak tahu ke mana.
Maka dari itu, mereka meminta dengan tegas agar PT Freeport segera ditutup dan menolak keberadaan beberapa perusahaan lain di atas tanah Papua yang sedang berusaha mengambil semua kekayaan alam di tanah Papua.
“Aksi kami adalah aksi damai tanpa ada kekerasan. Aksi kami adalah semangat perlawanan atas ketidakadilan yang terjadi di tanah Papua,” ungkap salah satu pengunjuk rasa.
Pengunjuk rasa lain menyampaikan, aksi mereka adalah aksi bermartabat dan aksi yang sadar terhadap kerusakan alam yang terjadi di tanah Papua.
Menurutnya, PT Freeport adalah pintu masuk bagi perusahaan lain di tanah Papua yang menyebabkan terjadinya penindasan bagi masyarakat Papua.
Selain itu, PT Freeport dianggap sebagai pintu terjadinya penindasan terhadap masyarakat Papua, tidak pernah memberikan kesejahteraan bagi masyarakat dan negara seolah-olah tidak peduli, karena hanya mementingkan kepentingan investasi.
Ditegaskannya, orang Papua tidak membenci Negara Indonesia, tetapi karena sistem yang dibuat Negara Indonesia di tanah Papua, akhirnya membuat mereka menjadi tidak suka.
Disampaikan pengunjuk rasa, berdasarkan datanya, PT Freeport di Papua sudah berusia 58 tahun dan telah membuka pintu untuk perusahaan lain masuk ke tanah Papua.
Selain PT Freeport juga sekitar 52 perusahaan di tanah Papua, tetapi orang Papua tidak mengalami kesejahteraan, sebaliknya orang Papua hanya mengalami krisis ekonomi, krisis kemanusiaan, dan sebagainya.
“Sekali lagi, kami menolak segala bentuk investasi di tanah Papua. Aksi kami jelas meminta PT Freeport dan perusahaan lain di tanah Papua ditutup dan memberikan hak kekebasan hidup bagi orang Papua. PT Freeport hadir untuk siapa? Tidak ada perubahan di tanah Papua dan masyarakat tidak sejahtera,” tambah pengunjuk rasa.
Di samping itu, pengunjuk rasa juga menyatakan menolak RUU TNI dan mencabut RUU tersebut, menutup PT Freeport dan perusahaan lainnya. “Kami akan terus turun ke jalan menuntut hak kami sendiri demi hak masyarakat Papua yang diperalat oleh elit politik yang tidak bertanggung jawab,” ujarnya.
Pengunjuk rasa lain menambahkan, mereka akan terus berdiri untuk menyuarakan aspirasinya sebagai upaya perlawanan terhadap sistem yang dianggap telah menindas masyarakat orang Papua.
Untuk itu, pengunjuk rasa meminta pemerintah segera menghentikan semua program dan investasi di atas tanah Papua yang hanya menguras kekayaan alam tanah Papua, karena itu hanya kepentingan pribadi, bukan untuk kesejahteraan masyarakat.
Dirinya mengklaim, perusahaan asing masuk tidak melihat dampak buruk yang terjadi bagi masyarakat dan hanya mengambil kekayaan alam Papua demi kepentingan pribadi, sedangkan masyarakat tertindas.
Khusus PT Freeport, lanjut pengunjuk rasa, dianggap sebagai akar persoalan dan selama ini telah menjadi pintu masuk kaum kapitalis untuk merampas kekayaan alam di tanah Papua.
“Kesejahteraan masyarakat Papua tidak pernah dilihat, pemerintah hanya fokus pada kepentingan dan sistemnya. Tutup PT Freeport sebagai solusi, karena perusahaan itu simbol kapitalis di tanah Papua,” ujarnya.
Ditambahkannya, aksi serupa digelar serentak pada 17 kota dengan tuntutan yang sama. “Pemerintah jangan hanya mengutamakan investasi asing, tetapi tidak melihat kepentingan kemanusiaan,” sesalnya.
Dari pantauan Tabura Pos, aksi unjuk rasa dimulai sekitar pukul 08.30 WIT di depan Kantor Kelurahan Amban dan sekitar pukul 10.00 WIT, para pengunjuk rasa bergeser untuk berunjuk rasa dan berorasi di depan Asrama Mansinam.
Untuk mengantisipasi hal yang tidak diinginkan, aparat kepolisian dikerahkan dengan kendaraan taktis. Aparat kepolisian terlihat mengatur arus lalu lintas karena jalan tidak bisa dilalui, sehingga pengendara harus memutar arah.
Sedianya, pengunjuk rasa hendak melakukan longmarch ke DPR Papua Barat, tetapi tidak diizinkan aparat kepolisian. Dalam 2 kali negosiasi, aparat kepolisian menawarkan untuk mengantar pengunjuk rasa dengan truk ke DPR Papua Barat di Arfai, tetapi tawaran itu ditolak.
Lantaran tidak ada kesepakatan, akhirnya para pengunjuk rasa hanya melakukan orasi di depan Asrama Mansinam sembari menunggu kedatangan anggota dewan. Akhirnya, para pengunjuk rasa membubarkan diri dan mengaku akan kembali berunjuk rasa di DPR Papua Barat, Kamis pekan ini. [AND-R1]