Manokwari, TP – Penasehat hukum terdakwa Mardiyanto Suryo, Rustam, SH menilai, keterangan saksi yang merasa ‘dikorbankan atau dirugikan’, kemudian semua kesalahan tersebut dilimpahkan kepada kliennya, salah dan keliru.
Hal ini ditegaskan Rustam menyikapi fakta-fakta yang terungkap dalam sidang perkara dugaan tindak pidana korupsi (tipikor) pengajuan Kredi Modal Kerja, Kredit Modal Kerja (KMK) Tangguh, dan Kredit Usaha Rakyat (KUR) pada Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk cq BRI Kantor Cabang Pembantu (KCP) Manokwari Kota atas sejumlah debitur yang identitasnya dipinjam terdakwa, Kamis, 15 Mei 2025.
“Faktanya itu sebenarnya Mardiyanto membantu mereka. Ada beberapa yang ingin bantuan untuk usaha, tetapi mereka belum tahu ini bagaimana,” jelas Rustam yang dikonfirmasi Tabura Pos di Pengadilan Negeri (PN) Manokwari, Jumat, 16 Mei 2025.
Apalagi, sambungnya, terdakwa Mardiyanto sebelumnya adalah mantan karyawan BRI, memiliki link dan reputasi bagus, sehingga dikenalkanlah Mardiyanto.
“Bukan Mardiyanto saja yang menawarkan itu, karena ada beberapa yang dikenalkan oleh terdakwa Irwan. Irwan yang bawa minta bantu sebagai modal,” ungkap Rustam.
Namun, Rustam tidak membantah terkait proyek yang dimiliki terdakwa Mardiyanto, termasuk proyek pembangunan pasar di Gorontalo senilai Rp. 60 miliar. “Ibaratnya Mardiyanto itu mencari dana untuk pengerjaan proyek. Karena link-nya bagus, jadi dia bantu dengan caranya dia, mengajukan kredit, pinjam KTP, dan lain-lain,” terang Rustam.
Oleh sebab itu, kata Rustam, ketika di persidangan, dirinya menanyakan kepada para saksi, merasa dirugikan atau tidak dengan pengajuan kredit tersebut.
“Awalnya mereka jawab iya, tetapi faktanya terjadi kesepakatan. Apalagi, angsuran kredit semua yang bayar terdakwa Mardiyanto. Kalau para saksi keberatan, ya jangan mau tanda tangan di notaris dan bank waktu mau pengajuan kredit,” ujarnya.
Ditanya apakah perkara ini masuk kategori tipikor atau perdata? “APH sendiri masih tarik-menarik antara kerugian negara yang diatur undang-undang negara maupun perbendaharaan negara serta undang-undang PPK, itu masih kontroversi dibandingkan dengan Undang-undang No. 1 Tahun 2025 tentang BUMN, yang baru,” jelas Rustam.
Ia memaparkan, dalam Undang-undang BUMN yang baru, sudah dipisahkan dan perkreditan itu masuk ke ranah publik. Sebab, ungkap dia, Perseroan Terbata (PT) di BUMN adalah PT dan tunduk pada Undang-undang PT.
“Yang baru ini cuma membedakan bahwa keuangan negara sudah tidak termasuk lagi dalam BUMN pada Pasal 1 Angka 1 Undang-undang BUMN, yang baru. Artinya, antar-sesama penegak hukum saja masih tarik-menarik untuk membedakan kerugian keuangan negara atau bukan, karena mereka, APH, masih berpegang pada putusan MK. Sementara faktanya, ini sudah diatur dalam Undang-undang BUMN bahwa keuangan negara itu dalam bentuk saham dan BUMN itu sudah dalam bentuk perdata,” terangnya.
Lanjut Rustam, jika pun memang ada, seharusnya ini masuk ranah Undang-undang Perbankan atau Undang-undang PT. “Bisa saja masuk tipikor kalau di dalamnya situ terdapat tipu gelap pemalsuan dan angsuran ini dibayar Mardiyanto walau pada akhirnya angsuran macet,” tukasnya.
Ia menegaskan, pertama, dalam perkara ini masih ada agunan yang bisa dilelang untuk menutupi kerugian dan pernyataan dari pimpinan cabang yang baru, Shodiq, ini sudah dihapus dari buku.
“Hapus buku berarti sudah dihapus, tetapi tidak menghapus hak tagih dari bank terhadap debitur. Bank masih punya hak tagih. Informasi lagi bahwa ini sudah diklaim asuransi. Klaim asuransi 70 persen untuk kredit. Coba dipotong asuransi dan lelang agunan, masa kerugian hampir Rp. 10 miliar. Mardiyanto bilang, paling total kerugian hanya Rp. 3 miliar,” ujar Rustam.
Rustam pun mempertanyakan, perkara seperti yang dialami Mardiyanto dan terdakwa lain dalam pengajuan kredit macet, masih banyak terjadi di sini, tetapi kenapa hanya perkara ini yang dibawa ke ranah hukum.
Berdasarkan catatan Tabura Pos, dugaan kerugian keuangan negara dalam perkara ini sekitar Rp. 9.985.597.942. Perhitungannya, realisasi plafon kredit yang telah dibayarkan PT BRI (Persero) Tbk cq Kantor Cabang Pembantu Manokwari Kota terhadap 11 debitur sebesar Rp. 10.700.000.000 dan jumlah angsuran pokok yang telah dibayarkan oleh 11 debitur sebesar Rp. 714.402.058, sehingga sisa yang dianggap menjadi kerugian keuangan negara sebesar Rp. 9.985.597.942.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejati Papua Barat telah membawa para terdakwa, Mardiyanto Suryo, Irwan Wijaya, Daniel Mohse Y, dan Muhammad Zamzani untuk disidangkan di Pengadilan Tipikor Papua Barat pada Pengadilan Negeri (PN) Manokwari.
Kini, proses persidangan yang dipimpin ketua majelis hakim, Helmin Somalay, SH, MH didampingi hakim anggota, Pitayartanto, SH dan Hermawanto, SH telah memasuki agenda pemeriksaan para saksi yang diajukan JPU. [TIM2-R1]