Manokwari, TP – Ketua Komite III DPD-RI, Filep Wamafma mendesak Presiden, Prabowo Subianto segera menyelesaikan konflik bersenjata di Papua. Sebab, konflik ini terus berkepanjangan dan mengakibatkan jatuhnya korban serta gangguan keamanan terhadap masyarakat sipil.
Sekretaris MPR For Papua ini juga meminta Presiden memperhatikan nasib masyarakat pengungsi yang menderita di hutan, dan tempat pengungsian mengalami kesulitan makanan, minuman, obat-obatan, bahkan tempat tinggal yang layak.
“Kami mendesak Presiden Prabowo untuk segera menuntaskan konflik bersenjata di Papua. Selain jatuh banyak korban jiwa, mohon perhatikan nasib masyarakat yang terpaksa mengungsi. Merasa tidak aman, menderita di pengungsian, susah makan dan obat-obatan. Belum lagi terganggu aktivitas sehari-harinya. Situasi keamanan yang tidak stabil ini harus segera dihentikan,” pinta Wamafma dalam siaran pres yang diterima Tabura Pos via WhatsApp, Senin (3/11/2025).
Dirinya berharap pernyataan Menteri Pertanian yang memastikan dukungan Indonesia untuk Palestina dengan menyediakan lahan investasi pertanian seluas 15.000 hektar atas nama kemanusian juga sensitif dengan kondisi masyarakat pengungsi di Papua.
“Mari kita, terutama pemerintah memberikan perhatian penuh atas nasib masyarakat pengungsi saat ini, dengan memenuhi kebutuhan mereka dan utamanya menyelesaikan penyebab pengungsian yakni gangguan keamanan,” harap Wamafma.
Seperti diketahui, eskalasi konflik di tanah Papua kembali meningkat dalam beberapa waktu terakhir, diantaranya pada pertengahan Oktober 2025, konflik bersenjata pecah di Kabupaten Intan Jaya, Papua Tengah, antara TNI dan KSB (kelompok sipil bersenjata) yang diduga mengakibatkan 14 korban jiwa.
Peristiwa penembakan pun terjadi di Kabupaten Nabire, Papua Tengah yang mengakibatkan korban jiwa dan luka-luka. Di Papua Barat, di Distrik Moskona Utara, Kabupaten Teluk Bintuni, terjadi dugaan penganiayaan dan intimidasi terhadap relawan LP3BH, Jumat (17/10), ketika kedua relawan atas nama Kornelis Aisnak dan Ruben Frasa memberi bantuan kemanusiaan ke pengungsi di lokasi tersebut.
Wamafma mengaku prihatin atas kondisi masyarakat di pengungsian, terutama ibu hamil, ibu menyusui, dan anak-anak yang terhambat pendidikannya.
Menurutnya, kondisi ini akan mengganggu masa depan pendidikan anak Papua dan keselamatan masyarakat pengungsi yang tidak jelas nasibnya di hutan belantara.
“Sebagai wakil daerah Papua Barat, saya merasakan penderitaan para pengungsi yang hak atas rasa aman, dilindungi dari ancaman dan kekerasan kerap kali terganggu. Saya mendukung Komnas HAM mengecam penembakan serta pendekatan kekerasan hingga mengakibatkan jatuhnya korban. Pemerintah harus segera merespons pernyataan sikap Komnas HAM untuk menghentikan segala bentuk kekerasan dan mengevaluasi pendekatan penanganan masalah Papua,” harapnya.
Wamafma mengapresiasi penyelesaian masalah Aceh dan berharap masalah Papua juga terselesaikan segera dengan memberikan rasa keadilan, keamanan, dan kesejahteraan.
Peristiwa kekerasan dan pelanggaran HAM jangan sampai berulang, bagaimana berbicara soal kesejahteraan, tetapi keamanan belum terjamin. “Saya harap semua stakeholder mengedepankan dialog dan penyelesaian yang baik,” pungkas Wamafma. [*FSM-R1]


















