Manokwari, TABURAPOS.CO – Pusat terapi jiwa dan rehabilitasi narkotika, zat adiktif, dan lainnya (Napza) Adhyaksa yang terletak di RSUD Provinsi Papua Barat, diresmikan Penjabat Gubernur Papua Barat, Paulus Waterpauw, Kamis (20/7).
Menurutnya, masalah kesehatan jiwa terjadi di mana-mana dan belum terselesaikan dengan baik, tidak hanya di daerah, tetapi juga di tingkat nasional maupun global.
“Dalam catatan kami, prevalensi orang dengan gangguan jiwa itu sekitar 1:5 penduduk. Berarti banyak juga yang stress, apa lagi menjelang pilkada, pastinya naik,” ungkap Waterpauw.
Diakuinya, belum semua provinsi memiliki pusat terapi jiwa, sehingga tidak semua orang yang bermasalah dengan gangguan jiwa bisa ditangani secara baik.
Untuk itu, Penjabat Gubernur berharap program pelayanan kesehatan jiwa harus menjadi fokus bersama, karena dampak buruk narkotika sangat luas.
Ditambahkannya, berdasarkan amanat Undang-undang Kesehatan 2023, telah mengamanatkan bahwa Pemerintah Provinsi (Pemprov) bertanggung jawab menyediakan rumah sakit dengan unggulan pelayanan kesehatan jiwa.
“Setiap rumah sakit dengan pelayanan kesehatan jiwa, wajib menyediakan layanan untuk rehabilitasi pasien Napza. Inilah bagian lain yang sedang kita kerjakan sekarang,” kata dia.
Sementara itu, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Papua Barat, Otto Parorongan menjelaskan, Provinsi Papua Barat belum memiliki rumah sakit jiwa, sehingga penangganan kasus orang dengan gangguan jiwa (ODGJ) yang membutuhkan rawat inap, harus dirujuk ke Jayapura, Papua.

“Kita lakukan perjanjian kerja sama antara Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Papua Barat dan Direktur Rumah Sakit Jiwa Jayapura tentang pelayanan kesehatan tingkat layanan sejak 2017 dan diperbaharui sejak 2022,” kata Parorongan dalam laporannya.
Untuk tenaga medis, sebut Kepala Dinkes, RSUD Provinsi Papua Barat dan BNN Papua Barat menyediakan 25 tenaga medis, baik dokter spesialis jiwa, psikolog, konselor adiksi, dokter umum terlatih, perawat terlatih, dan tenaga pendukung lain.
Dikatakannya, gedung pusat terapi jiwa dan rehabilitasi Napza dibangun sejak 2021 dan diselesaikan pada 2022 dengan luas bangunan 1.110 meter persegi yang terdiri 11 ruang perawatan.
“Dari 45 tempat tidur, sampai sekarang kita baru siapkan 15 tempat tidur dan Agustus baru kita lengkapi, karena masih dalam perjalanan. Untuk pengadaan sarana dan prasarana maupun tenaga serta hal teknis lain, akan terus kami tingkatkan untuk memenuhi seluruh ketentuan pelayanan kesehatan,” klaim Parorongan.
Sedangkan Kajati Papua Barat, Harli Siregar mengatakan, Kejati Papua Barat menangani 129 perkara narkotika pada 2022, dan hingga pertengahan 2023, pihaknya menangani 60 perkara.
Untuk itu, dengan kehadiran layanan pusat terapi jiwa dan rehabilitasi Napza Adhyaksa di RSUD Provinsi Papua Barat, setidaknya bisa menjadi tempat menyelamatkan anak bangsa melalui program rehabilitasi ketergantungan Napza.
“Ini sebagai bagian dari kolaborasi dari berbagai instansi dalam konteks bagaimana mewujudkan kepedulian kita terhadap anak-anak ketergantungan Napza,” harap Siregar.
Diakuinya, di era sekarang, para pelaku narkotika cenderung diberikan penghukuman. Menyikapi hal itu, jelas Kajati, Jaksa Agung dengan restorative justice (RJ) sudah memerintahkan seluruh jajaran, terhadap seluruh pecandu narkotika yang bisa diselamatkan sebagai bagian dari anak bangsa, harus diselamatkan melalui program rehabilitasi.
Menurutnya, dengan ketersediaan layanan ini di Papua Barat, maka masyarakat tidak perlu lagi jauh-jauh keluar daerah, seperti Makassar, Jayapura, dan sebagainya.
“Kami harap kolaborasi ini terus kita wujudkan menuju Papua Barat yang lebih sejahtera. Mungkin Kejati menjadi pihak yang paling berbahagia karena kami mendapatkan dukungan dan peresmian ini dilakukan menjelang beberapa hari peringatan HBA ke-63 pada 22 Juli 2023,” tutup Siregar. [FSM/AND-R1]