
Manokwari, TP – Pendidikan adalah hak seluruh anak bangsa. Setiap warga Indonesia berhak atas akses dan kesempatan pendidikan tanpa memandang latar belakang dan karakter dari setiap orang.
Pendidikan merupakan jalan untuk meningkatkan kapasitas diri, menjadi pribadi yang lebih mumpuni, lebih berdaya dan lebih maju. Pendidikan menghadirkan kehidupan yang lebih baik, sikap yang lebih dewasa dan bijaksana serta menciptakan lingkungan yang lebih madani.
Maka dari itu tidak heran jika belajar menjadi salah satu kunci ibadah dalam setiap umat beragama. Karena dengan belajar dapat meningkatkan adab dan menjernihkan pikiran sehingga mampu menjadi pribadi yang lebih baik dan mampu berbuat lebih banyak bagi kemashlahatan masyarakat.
Namun cukup di sayangkan, apa yang terjadi di wilayah Papua Barat pendidikan masih merupakan privilege bagi sebagian warga masyarakat karena alasan ketersedian fasilitas, akses, ataupun kungkungan budaya dan sosial yang membatasi akses pendidikan bagi banyak anak-anak.
Sebagai provinsi yang cukup muda di Indonesia, Papua Barat masih memiliki banyak kekurangan dalam hal ketersediaan fasilitas pendidikan termasuk dengan akses ke tempat pendidikan itu yang cukup sulit dan jauh.

Topologi wilayah masyarakat pedalaman yang hidup di kampung-kampung jauh dari akses jalan semakin menambah jurang motivasi bagi anak-anak untuk bersekolah.
Belum lagi dengan kungkungan budaya sosial yang kerap kali belum memandang pendidikan sebagai bagian yang esensial dari kehidupan menyebabkan banyak anak-anak tidak menikmati pendidikan formal di bangku sekolah.Tidak hanya itu, minimnya jumlah guru di Papua Barat juga menjadi salah satu kendala dalam mewujudkan pendidikan merata bagi seluruh warga.
Belum lagi kerap kali masih ada guru belum mampu bertugas secara paripurna di lokasi kerjanya dengan berbagai alasan.
Terbukti masih banyak anak-anak di Papua Barat yang seharusnya masih duduk di bangku sekolah dan menikmati masa-masa itu terpaksa harus putus sekolah bahkan ada yang tidak bersekolah sama sekali.
Kapolda Papua Barat, Irjen Pol Daniel Tahi Monang Silitonga, SH., MH mengungkapkan bahwa berdasarkan data yang diperoleh dari pihak akademisi data anak tidak bersekolah di Papua Barat sebanyak 68.988.
Mayoritas anak tidak bersekolah hampir disemua tingkatan sekolah mulai dari Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), Sekolah Menengah Atas (SMA), hingga mahasiswa perguruan tinggi.
Sebagian besar anak tidak bersekolah karena fasilitas pendidikan, akses layanan ke tempat pendidikan, ekonomi, sosial budaya dan sebagainya.
Pada umumnya anak putus sekolah ini berasal dari pedesaan maupun di perkotaan.Menurut Kapolda, kondisi ini sangat mencengangkan karena hampir seperampat anak-anak di Papua Barat mengalami tidak bersekolah.
Kondisi ini tentu ironis dan bisa menghambat pembangunan wilayah bahkan bisa berdampak pada kesejahteraan masyarakat juga sulit rasanya dapat diwujudkan.
Menyikapi hal tersebut, Kapolda Papua Barat mendorong adanya aksi bersama. Aksi itu diawali dengan melakukan diskusi dalam Focus Group Discussion (FGD) bersama para pejabat daerah, tokoh adat, tokoh masyarakat, tokoh perempuan, tokoh agama, akademisi hingga pemangku kepentingan yang ada di wilayah Papua Barat.
Kapolda menyadari bahwa untuk mewujudkan suatu perubahan tidak bisa hanya dengan duduk manis namun perlu aksi yang gerakannya dilakukan secara bersama-sama agar pelaksanaannya bisa berjalan dengan maksimal.
“Saya baru di Papua dan saya sedih melihat kondisi ini. Bagaimana mungkin anak-anak kita sebanyak itu tidak bersekolah, selama ini ngapain,” ungkap Kapolda.
“Tidak peduli seberapa cerdas seseorang, seperti apa berprestasinya di mata dunia karena karya-karyanya, tapi selama orang itu tidak melakukan aksi yang bermanfaat bagi orang lain percuma,” tambah Kapolda.
Lebih jauh Kapolda menuturkan bahwa dalam konteks kehidupan rasa empati dan kepedulian terhadap keadaan itu penting menjadi perhatian, kemudian bagi aman bergerak melakukan aksi yang sekiranya dapat bermanfaat bagi orang lain.

Kaitannya dengan anak tidak bersekolah dan masalah pendidikan di Papua Barat, Kapolda mengajak semua pihak terkait memiliki kepedulian menyelamatkan masa depan anak-anak yang ada di Papua Barat khususnya bagi anak-anak tidak bersekolah agar mereka bisa menjadi generasi muda dan penerus yang berdaya saing, mumpuni, unggul dan mampu menjadi tonggak dalam pembangunan daerah.
Oleh karena itu, sekiranya posisi amanah yang begitu tinggi yang diemban oleh sebagian orang dapat betul-betul dimanfaatkan untuk berbuat baik kepada sesama, salah satunya adalah menangani masalah putus sekolah ini. “Ini adalah masalah sosial yang nyata dan butuh aksi nyata dari semua pihak untuk bisa mengentaskan putus sekolah di Papua Barat,” ujarnya.“
Jangan sampai kita membiarkan masa depan mereka terenggut kemudian mereka justru menjadi orang yang menjadi masalah karena terlibat dalam hal-hal negatif seperti kenakalan, hingga tindak kriminal, itu yang tidak kita inginkan, mulai sekarang stop duduk manis mari bergerak merajut asa agar anak-anak kita bisa mendapatkan pendidikan lebih baik demi masa depan yang cerah,” tandasnya. [AND]