Manokwari, TABURAPOS.CO – Agnes Tuto selaku penasehat hukum keluarga korban Rafael I. Balaweling yang meninggal dunia akibat tertembus peluru dari Sertu AFFJ, mengatakan, pihaknya sebenarnya merasa tidak puas dengan vonis majelis hakim Pengadilan Militer III-19 Jayapura, Kamis (20/10).
Seperti diketahui, Sertu AFFJ yang berstatus pengawal pribadi Pangdam XVIII Kasuari dihukum selama 10 tahun pidana penjara dan pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH).
Diungkapkan Agnes Tuto, pihak keluarga korban sebenarnya tidak puas dengan putusan itu, karena dianggap ringan, tetapi keluarga tetap menerima setelah melihat kronologis kejadian.
“Tapi sudah dijelaskan bahwa ini bukan perbuatan faktor unsur kesengajaan, tetapi unsur kelalaian, sehingga putusannya kemarin itu kurungan penjara selama 10 tahun, PTDH, dan denda Rp. 15.000,” rinci Agnes Tuto yang dikonfirmasi Tabura Pos via ponselnya, kemarin.
Ditambahkannya, setelah proses persidangan, terdakwa menyampaikan permohonan maaf dengan mencium kaki ibu almarhum.
Sementara perihal rumah tangga di antara kakak kandung korban berinisial A dan terdakwa, Sertu AFFJ, Agnes Tuto menjelaskan, dia tidak ingin bercerai dan menyatakan perkawinan dengan agama Katolik sekali seumur hidup.

“Segala konsekuensi dan resiko apapun yang diambil A, sekarang ini adalah suatu keputusan yang mana dia akan tetap bersama terdakwa dan setia mendampingi suaminya kapan pun meski pihak keluarga menginginkan untuk mengajukan gugatan perceraian. Walaupun suaminya di dalam tahanan, tetapi sebagai istri dia tetap mendampingi suami,” papar Agnes Tuto.
Untuk itulah, sambung dia, pihak keluarga dan dirinya selaku penasehat hukum, tidak bisa berbuat banyak. Apalagi, jelas Agnes Tuto, yang menandatangani surat pengajuan gugatan perceraian adalah istrinya.
“Kita tidak bisa mengambil atau mencabut hak istrinya untuk membuat sendiri, karena nanti kita bisa berbentutan dengan hukum,” tegas Agnes Tuto.
Terkait putusan majelis hakim, dirinya mengaku, penasehat hukum terdakwa masih menyatakan pikir-pikir, dengan artian masih meminta waktu.
Soal Penyalahgunaan Senpi
Menurut Agnes Tuto, beranjak dari permasalahan ini, sesungguhnya persoalan penting lain adalah adanya penyalahgunaan senjata api (senpi).
Dikatakannya, pemilihan orang yang tepat dalam menempati posisi khusus, tentu harus memperhatikan psikologi, mental, termasuk pembekalan soal penggunaan senpi.
Di samping itu, ungkap dia, diperlukan perhatian lebih untuk menginventarisir senjata-senjata. Apabila senpi diberikan, Agnes Tuto berharap, harus ada yang mengikat pihak yang memegang senjata dan kontrol ketat terhadap pemegang senpi dari institusi yang mengeluarkan senpi tersebut.
Dicontohkan Agnes Tuto, misalnya tanggal sekian, seharusnya sudah ada peringatan, misalnya H-14 ada surat pemberitahuan bahwa si pemegang senpi harus mengajukan surat perpanjangan senpi.
Ditegaskannya, untuk anggota, hal yang paling penting ketika orang itu dijadikan ajudan atau pengawal, harus melihat karakter dan latar belakang, psikologis, dan kepribadian. “Semua harus dipelajari sebelum dijadikan ajudan, karena ajudan itu kan pengawal,” ujar Agnes Tuto.
Dirinya menilai, untuk penyalahgunaan senpi, tentu terdakwa yang harus bertanggungjawab, kemudian kelalaian dari yang mengeluarkan surat izin, dimana seharusnya surat senpi diperpanjang, tetapi tidak dilakukan.
BACA JUGA: Ada 2 Korban Meninggal Selama Operasi Zebra Mansinam 2022
“Artinya, ada pihak yang berkepentingan dalam hal mengeluarkan senjata juga harus bisa mulai aktif bagaimana membenahi manajemen mereka di dalam. Pengawasan penting dan pribadi yang memakai senpi tersebut,” pungkas Agnes Tuto.
Berdasarkan catatan Tabura Pos, penembakan yang dilakukan Sertu AFFJ terhadap almarhum, Rafael I. Balaweling terjadi usai acara pernikahan di rumah mertuannya di Kampung Aimasi, Distrik Prafi, Kabupaten Manokwari, Sabtu, 4 Juni 2022 sekitar pukul 23.45 WIT. [AND-R1]