Manokwari, TABURAPOS.CO – Salah satu praktisi hukum di Manokwari, Papua Barat, Metuzalak Awom, SH menanggapi serius sikap arogansi dan intimidasi yang dilakukan seorang stafnya atas perintah oknum Panitera Pengganti Pengadilan Militer III – 19 Jayapura.
Intimidasi dialami 2 wartawan, Henry Sitinjak dari Tabura Pos dan Safwan Ashari dari Tribun Papua Barat di sela-sela persidangan kasus penembakan terhadap Sertu AFFJ di Pengadilan Negeri (PN) Manokwari, Senin (17/10/2022) lalu.
Kala itu, kedua wartawan ini sedang meliput proses persidangan kasus penembakan atas terdakwa, Sertu AFFJ terhadap adik iparnya, almarhum, Rafael I. Balaweling usai resepsi pernikahannya di Kampung Aimasi, Distrik Prafi, Kabupaten Manokwari, 4 Juli 2022 silam.
Sidang dipimpin majelis hakim Pengadilan Militer III – 19 Jayapura yang diketuai Kolonel Chk Rudy Dwi Prakamto dengan hakim anggota, Letkol Chk A. Fitriansyah dan Mayor Chk Dandi A. Sitompul, serta Panitera Pengganti, Kapten Sus Budi Santosa.
Menurut Metuzalak Awom, wartawan merupakan jendela informasi terhadap masyarakat, maka pembatasan terhadap media merupakan tindakan arogan, sekaligus menunjukkan ketidaktransparanan dari peradilan militer terhadap setiap kasus yang ditanganinya.
Padahal, sambung Awom, sudah nyata dan jelas bahwa dalam pembukaan persidangan, ada kasus yang dinyatakan terbuka, dan ada kasus yang dinyatakan tertutup untuk publik.
Dikatakan Metuzalak Awom, seharusnya pihak Pengadilan Militer menyampaikan pengertian terbuka sesuai yang dianut dalam Pengadilan Militer itu sendiri, sehingga masyarakat mengetahui, termasuk media, sehingga dalam pemberitaan sesuai tugas dan fungsinya.
“Ada etika-etika tertentu yang dipegang wartawan. Ketika sidang itu dinyatakan terbuka, maka dia akan melakukan peliputan sesuai apa yang diketahuinya,” tandas Metuzalak Awom kepada Tabura Pos via ponselnya, Minggu (30/10/2022).
Ditambahkannya, apabila ada hal di ruang sidang yang dianggap tidak bisa dipublikasikan, maka pembatasannya ada di mana.
“Itulah yang harus disampaikan kepada media, bukan dengan cara perampasan alat-alat kerja wartawan,” ujar Awom.
Disinggung bahwa seharusnya seorang Panitera Pengganti memahami tentang kerja-kerja media, dia mengatakan, semestinya di awal persidangan dinyatakan terbuka, tetapi transparansi dalam penanganan kasus itu sebenarnya tidak ada.
Dengan demikian, ia menilai, ada indikasi dan hal-hal tertentu yang terkait pribadi itu sendiri atau peristiwa yang melibatkan pihak lain yang tidak mau dibuka.
“Kalau dari awal sidang dibuka untuk umum dan kemudian dilarang, patut kita pertanyakan, ada apa sebenarnya,” kata Metuzalak Awom.
Metuzalak Awom menambahkan, mengungkap suatu kasus, tidak hanya melalui pemeriksaan di pengadilan, tetapi melalui pemberitaan yang dimunculkan ke publik, apabila ada pihak lain yang terkait hal-hal itu, pasti dengan sendirinya akan terungkap.
“Jadi, lewat media bisa membantu pengungkapan suatu kasus secara terbuka dan lengkap,” katanya.
Terkait pengunjung sidang dan para anggota TNI yang ‘dibebaskan’ mengambil dokumentasi tanpa ada pemaksaan menghapus dokumentasi atau teguran selama proses persidangan, ia mengatakan, kalau hanya wartawan yang ditegur atau diintimidasi, maka proses persidangannya tentu patut dipertanyakan.
Ditegaskannya, jika proses persidangan tidak mau diekspos, seharusnya pihak Pengadilan Militer memberikan batasan-batasan dan memberikan peringatan sejak awal proses persidangan.
BACA JUGA: Papua Barat Kirimkan Kafilah MTQ VI KORPRI ke Tingkat Nasional di Padang
“Kalau sidang terbuka dan dalam prosesnya ada tindakan seperti itu, maka itu tindakan otoriter dan sangat arogan,” ujar Metuzalak Awom.
Dicecar terkait izin penggunaan senjata api (senpi) dari Sertu AFFJ yang dikabarkan sudah kadaluarsa kurang lebih 4 bulan sebelum kejadian, Metuzalak Awom menegaskan, hal itu dikembalikan ke sistem pengawasan internal dari kesatuan, mengapa kontrolnya begitu lemah.
“Atau senpi ini ada hubungan dengan peristiwa lain yang tidak mau diungkapkan di situ. Terkait hal itu, mereka yang mengetahui mekanisme penggunaan izin senpi, pasti hal ini akan terungkap melalui fakta-fakta persidangan,” pungkas Metuzalak Awom. [FSM-R1]