Manokwari, TP – Ketapang Diving Community di Kabupaten Manokwari mempertanyakan keseriusan Satpolair Polresta Manokwari terkait penanganan kasus kecelakaan laut KM Mitra Mulia yang diduga merusak terumbu karang di Reef 2 Imuni, Teluk Doreri, Kabupaten Manokwari pada 17 September 2023 silam.
Pasalnya, sejak peristiwa itu sudah hamper 9 bulan lamannya, kasus ini tak kunjung dilimpahkan ke Kejari Manokwari dan Pengadilan Negeri (PN) Manokwari untuk disidangkan.
Dengan penananganan yang dinilai lambat tersebut, maka Kapolda Papua Barat, Irjen Pol. Johnny E. Isir diminta turun langsung untuk menindaklanjuti kasus itu dan memeriksa para penyidik yang menangani kasus tersebut.
Menurut Ketua Ketapang Diving Community, Alexander R. Sitanala, kasus ini sudah dibuatkan pengaduan ke Polda Papua Barat untuk ditindaklanjuti. Dijelaskannya, pengaduan itu agar kasus ini menjadi atensi dan perhatian Kapolda, karena sudah 9 bulan berjalan, belum ada titik terang dari Polresta Manokwari.
“Kami sendiri bingung, ini persoalannya di mana. Setelah dicari tahu, ada berkas yang kurang, salah satunya sertifikat kompetennya ahli ini tidak ada,” ungkap Sitanala yang ditemui Tabura Pos di Ketapang Diving Community di Manokwari, Senin (13/5).
Ia menerangkan, terkait kekurangan berkas yang disampaikan tersebut, sudah dikoordinasikan dengan ahli dan mereka menyampaikan tidak ada kendala dan berkas-berkas sudah diserahkan ke penyidik.
Diakuinya, terkait penanganan kasus ini, memang ada upaya penyelesaian restorative justice (RJ) agar proses penanganan kasus itu tidak sampai di pengadilan, kemudian upaya itu dikoordinasikan dengan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA).
Upaya RJ tidak menemui kesepakatan, karena tidak sesuai nilai kerugian yang dihitung oleh pihak ahli, sedangkan dari pihak kapal juga tidak sepakat dengan nilai yang disampaikan. Artinya, lanjut dia, dengan tidak adanya titik temu dari upaya RJ tersebut, maka kasus diminta untuk tetap dilanjutkan ke proses hukum sampai ke pengadilan.
“Kalau mau RJ, silakan tapi sesuai dengan nilai kerugian. Kalau pun tidak bisa karena angkanya terlalu tinggi, tidak masalah, tapi yang manusiawi. Berdasarkan perhitungan ahli, nilai kerugian itu hampir Rp. 5 miliar, tetapi pihak perusahaan menyetujui Rp. 150 juta. Kami tidak mau karena kami nanti yang repot dan menjadi beban,” kata Sitanala.
Dikatakannya, kerusakan terumbu karang atas kejadian itu cukup parah dan memakan waktu yang cukup panjang untuk dilakukan perbaikan, termasuk tenaga dan peralatan.
Dirinya mengaku akan terus mengawal kasus ini, karena dikhawatirkan kasus tidak dilanjutkan atau hilang. Untuk itulah, sambung Sitanala, berbagai upaya sudah dilakukan, termasuk membuat pengaduan ke Polda Papua Barat. “Kami akan kawal terus berkoordinasi dengan ahli dari akademisi Unipa,” jelas Sitanala.
Ditanya apakah lokasi kecelakaan itu masuk wilayah konservasi, ia menjelaskan, masih ada tarik-menarik dengan pihak KSOP Manokwari dan Polresta Manokwari, apakah itu masuk wilayah konservasi atau wilayah kodam bandar.
Menurut Sitanala, jika memang di atasnya dikatakan wilayah kolam bandar bisa saja, tetapi habitat di bawah itu mempunyai aturan undang-undang yang tidak bisa diklaim bahwa ini wilayah konservasi atau wilayah kolam bandar.
“Tidak bisa, di mana yang bukan wilayah konservasi, tapi kalau punya potensi adat dan punya biota yang dilindungi, itu kan harus diproteksi, harus dijaga,” ujarnya.
Menurut dia, pihaknya sangat meragukan kinerja penyidik Polresta Manokwari. Padahal, ungkap dia, saat kejadian itu dilaporkan untuk di-police line, tetapi sayangnya, setelah ditangani, kasus itu tidak ada perkembangan.
Oleh sebab itu, ia meminta Kapolda turun tangan melihat apa yang menyebabkan kasus ini terbengkalai sampai 9 bulan lebih. Padahal, kata dia, prosesnya sudah berjalan dan kasusnya masuk kategori kasus sedang, tidak terlalu berat, bahkan semua barang bukti dan saksi sudah ada.
“Yang kurang kapal saja, jangan bilang saksi ahli. Coba kapal yang ditahan, tapi Polres biarkan kapal jalan. Kapalnya itu tetap beroperasi, tidak ditahan. Itu kenapa tidak juga dilimpahkan ke Kejari. Kalau bisa, tahan kapalnya,” pinta Sitanala.
Ia menuturkan bahwa terkait kerusakan itu, sebenarnya ada planning dari Ketapang Diving Community untuk membuat taman laut yang nantinya bukan hanya berdampak terhadap Ketapang Diving Community, tetapi masyarakat yang tinggal di daerah sekitar.
“Kami sudah coba berkoordinasi, tapi tidak ada titik terang. Saya harap Kapolda melihat persoalan ini. Kami melihat Kapolri tidak suka ada kasus ditahan-tahan, karena itu, kami percaya Kapolda pun akan melihat kasus ini,” tegas Sitanala.
Disinggung tentang kerusakan, Sitanala mengatakan, pihaknya belum bisa melakukan perbaikan, jangan sampai terjadi komplain terhadap area tersebut. [AND-R1]