Manokwari, TP – Wakil Ketua Komisi IV DPR Papua Barat, Ferry Auparay mendesak Gubernur Papua Barat meninjau kembali organisasi perangkat daerah (OPD) yang tidak bersentuhan langsung dengan masyarakat tetap mendapat postur anggaran yang besar.
Misalnya, kata Auparay, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda), Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daearah (BPKAD), dan sejumlah OPD lainnya.
“OPD-OPD ini kerjanya hanya membuat proses dan menghitung kebutuhan anggaran, tetapi postur anggarannya lebih besar. Seharusnya, Gubernur memperhatikan Dinas Perikanan dan Kelauatan, Dinas Pertanian, Dinas Tenaga Kerja, semestinya mereka mendapat postur anggaran yang lebih besar,” kata Auparay kepada para wartawan di Aston Niu Hotel, Manokwari, belum lama ini.
Menurutnya, OPD-OPD inilah yang menghasilkan anggaran dan bersentuhan langsung dengan masyarakat. Contoh kasus, pengangguran yang masih tinggi di Provinsi Papua Barat.
“Aturannya, Balai Latihan Kerja (BLK) dapat diselesaikan dengan fasilitas yang lengkap, sehingga krisis tenaga kerja yang ada di Papua Barat ini dibina di BLK dan lewat kewenangan Gubernur dapat didistribusikan ke BP Tangguh, pabrik semen dan lainnya,” terang Auparay.
Lebih lanjut, kata Auparay, BP Tangguh dan pabrik semen berada di wilayah Papua Barat, tetapi karyawan yang ada di dua perusahaan ini, berapa jumlah pekerja orang asli Papua yang terserap di situ.
Ditegaskannya, tidak ada orang Papua yang terserap dalam dua perusahaan besar itu, kalau pun ada, orang Papua yang terserap di dua perusahaan ini, paling tidak, mereka hanya sebagai security dan cleaning service.
“Ini adalah kegagalan pemerintah daerah, maka Dinas Tenaga kerja harus segera menyelesaikan BLK Provinsi di Manokwari Selatan (Mansel),” ungkap Auparay.
Berdasarkan catatan Tabura Pos, Plt. Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Papua Barat, Jandri Salakory mengatakan, sesuai perencanaan awal, pembangunan BLK Pemerintah Provinsi Papua Barat terdiri dari 6 tahapan.
Dikatakan Salakory, pembangunan BLK Pemprov Papua Barat yang berlokasi di Kabupaten Manokwari Selatan (Mansel) merupakan program multi tahun dengan total anggaran senilai Rp. 120 miliar lebih yang terdiri dari 6 tahap.
“Dari 6 tahap, kami baru menyelesaikan tahap 1 dan tahap 2, dimana tahap 1 proses pematangan lahan dan pembangunaan pagar. Lalu, tahap 2 pembangunan 50 unit perumahan instruktur, 2 unit gedung workshop, ruang laundry dan rumah genset. Tentu pembangunan ini kami sesuaikan dengan kemampuan keuangan daerah,” kata Salakory kepada wartawan di Kantor Disnakertrans Papua Barat, Jumat (14/2/2025).
Pada kesempatan itu, ungkap Salakory, pada Tahun Anggaran 2025, pihaknya tidak mengalokasikan anggaran untuk tindak lanjut pembangunan BLK Provinsi Papua Barat dengan beberapa alasan mendasar, diantaranya keterbatasan anggaran.
Kemudian, lanjut dia, alasan berikut terkait administrasi lahan berupa surat pelepasan dari masyarakat adat dan sertifikat tanah.
Sebab, sambung dia, sampai hari ini, Pemerintah Kabupaten Mansel belum menyelesaikan persoalan pelepasan hak ulayat dan pengurusan sertifikat tanah.
“Administrasi ini menjadi syarat mutlak yang diperintahkan BPK kepada kami saat melakukan audit aset. Nah, saat audit BPK sarankan sebelum tindaklanjut pembangunan BLK harus diselesaikan dulu administrasi lahan ini,” terang Salakory.
Ditambahkan Salakory, sesuai kesepakatan antara Pemkab Mansel dan Pemprov Papua Barat terkait pembangunan BLK bahwa persoalan lahan menjadi tanggung jawab Pemkab Mansel. Sedangkan, sambung dia, untuk pembangunan gedung BLK menjadi tanggung jawab dari Pemprov Papua Barat.
“Pembagunan tahap 3 hingga tahap 6 mencakup gedung BLK, gedung workshop pelatihan lainnya, gedung administrasi, asrama putra dan putri. Tentunya persoalan ini akan kita laporkan kepada pimpinan dalam hak ini Gubernur dan Wakil Gubernur Papua Barat terpilih sesuai visi misinya,” tandas Salakory. [FSM-R1]